Celestine Wenardy, pelajar 16 tahun asal Indonesia, menjadi 1 dari 5 penerima penghargaan di ajang internasional Google Science Fair 2019.

Kabar bagus untuk dunia penelitian Tanah Air. Pelajar 16 tahun asal Indonesia, Celestine Wenardy menjadi salah satu juara dunia dalam kompetisi Google Science Fair 2019. Celestine mencuri perhatian dengan inovasi non invasif dalam pengujian kadar gula darah.

Sebagai hadiah, Celestine mendapatkan beasiswa pendidikan US$15 ribu atau sekitar Rp210 juta dan penghargaan Virgin Galactic Pioneer Award. Selain itu, ia juga berhak untuk mengunjungi kantor pusat Virgin Galactic dan berkesempatan untuk bertemu mentor teknik dari Virgin Galactic selama satu tahun.

Berdasarkan keterangan, Jumat, 2 Agustus 2019, alat yang digagas oleh Celestine itu bisa mengukur konsentrasi kadar gula dalam darah tanpa harus melakukan pengambilan sampel darah, tepatnya melalui metode interferometri dan teknologi termal. Alat tersebut menjadi penting karena faktanya tak sedikit masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di pedalaman, yang segan dengan jarum suntik.

Keakuratan glukometer mencapai koefisien determinasi 0,843. Harganya pun lebih terjangkau dibandingkan glukometer invasif yang tersedia di pasaran (1.000 USD = Rp1.400.000), yakni 63 dollar atau setara dengan Rp882.000.

Bila berhasil dikembangkan dengan baik, alat glukometer ini diharapkan bisa menurunkan angka kasus diabetes serta memangkas kerugian akibat penyakit tersebut. Alat ini juga diharapkan bisa menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mencegah dan mengobati penyakit yang bisa dideteksi melalui darah.

Keakuratan glukometer mencapai koefisien determinasi 0,843. Harganya pun lebih terjangkau dibandingkan glukometer invasif yang tersedia di pasaran.

Inisiatif Celestine mengembangkan alat pengukur gula darah non invasif itu bermula dari keprihatinannya terhadap masalah kesehatan di Indonesia. Menurutnya, biaya kesehatan di Indonesia, khususnya bagi penyakit diabetes belum cukup terjangkau untuk semua kalangan. Terlebih tak semua klinik di Indonesia menyediakan fasilitas dasar yang diperlukan masyarakat. Itu sebabnya Celestine berniat meningkatkan kehidupan diabetesi dengan menghadirkan alat pengukur gula darah yang lebih murah.

Di ajang Google Science Fair, Google menantang para pelajar untuk menyalurkan rasa ingin tahu dan kecerdasan mereka dalam menemukan, menyusun, atau membangun solusi atas hal-hal yang mereka minati. Ribuan pelajar turut berpartisipasi dalam ajang tersebut. Para pelajar pembuat perubahan ini berupaya untuk mengatasi berbagai masalah di bidang keberlanjutan, kesehatan, keamanan, dan aksesibilitas.

Ada banyak aplikasi dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari penggunaan alat untuk membantu mendeteksi penyakit pada tanaman hingga menemukan cara baru untuk mendiagnosis penyakit jantung. Proyek-proyek tersebut menarik dan memiliki dampak positif yang menjadi solusi bagi beberapa masalah terberat di dunia.

Selain Celestine, pelajar lain juga mendapatkan penghargaan yaitu Fionn Ferreira,  dari West Cork, Irlandia yang ingin membantu menyelamatkan laut dengan metode penyaringan pada satu waktu sebagai pemenang utama. Kemudian Tuan Dolmen, pelajar asal Turki menemukan cara untuk memanfaatkan energi dari getaran pohon, mendapat Scientific American Innovator Award.

Penghargaan National Geographic Explorer Award diberikan kepada Aman KA dan AU Nachiketh, dua ilmuwan muda dari India yang menemukan cara ramah lingkungan untuk menggumpalkan karet. Siswa Rusia, Daniel Kazanstev yang ingin menemukan cara untuk membantu penderita gangguan pendengaran agar dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitar diganjar Lego Education Builder Award: Daniel Kazanstev. #