Dibuat untuk membantu penyandang tunanetra berjalan tanpa bantuan tongkat, aplikasi mobile pendeteksi rintangan ini meraih penghargaan dalam ajang konferensi internasional di China.

Tongkat sebagai alat bantu mobilitas bagi penyandang tunanetra dan orangtua menjadi pilihan pertama di Indonesia. Namun, terdapat beberapa hambatan di balik penggunaan tongkat tunanetra atau yang biasa disebut The White Cane. Misalnya, penyandang tunanetra biasanya kebingungan beraktivitas di tempat baru, apalagi jika terjadi hujan. Oleh sebab itu, penyandang tunanetra tetap membutuhkan pendamping, meskipun sudah menggunakan tongkat.

Fitri Utaminingrum, salah satu dosen Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya (Filkom UB) berupaya memberikan sumbangsih pemikirannya untuk mengatasi permasalah tersebut. Penyandang gelar doktor enginering dari Universitas Kumamoto, Jepang ini membuat aplikasi mobile pendeteksi rintangan sehingga penyandang tunanetra dapat berjalan secara mandiri tanpa bantuan The White Cane.

Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam artikel ilmiah yang berjudul Obstacle Detection for Assisting Navigation of Visually Impaired People Based on Segmentation Process yang dipresentasikannya dalam International Conference and Robotics, Control and Automation (ICRCA 2019) di Guangzhou China pada 26-28 Juli 2019, di mana Fitri berhasil meraih penghargaan sebagai Best Presenter dalam ajang konferensi internasional tersebut. Demikian dilansir situs resmi UB.

Fitri mengatakan bahwa aplikasi mobile pendeteksi rintangan yang dibuatnya memanfaatkan kamera yang ada pada mobile device. Menurut Fitri, selama ini penggunaan tongkat tunanetra dirasa masih memiliki banyak keterbatasan, antara lain memiliki konstruksi yang tidak praktis karena terbuat dari bahan keras dan tidak bisa dilipat. Selain itu tongkat tunanetra juga memiliki kemampuan deteksi atau jangkauan yang sangat terbatas yaitu sekitar 1-2 langkah kaki saja.

Cara kerja aplikasi mobile pendeteksi rintangan ini adalah dengan memanfaatkan perangkat mobile seperti handphone yang diletakkan di depan/di bagian dada pengguna pada ketinggian sekitar 120 cm, dengan kemiringan kamera antara 50-65 derajat.

Ketika aplikasi dijalankan, maka kamera akan menangkap gambar yang ada di depannya, kemudian gambar tersebut diproses. Proses segmentasi gambar/citra dikembangkan untuk dapat mendeteksi gambar yang tertangkap merupakan halangan atau bukan. Dengan informasi tersebut, aplikasi mobile akan mampu memberikan peringatan kepada pengguna jika terdapat halangan di depannya agar pengguna mengubah arah untuk menghindari halangan tersebut.

Peringatan yang diberikan berupa suara, buzzer, dan memberikan rekomendasi jalan yang aman bagi pengguna

“Aplikasi mobile ini saya buat dengan harapan agar para tunanetra bisa melakukan aktivitas secara mandiri. Ke depannya, aplikasi ini akan terus dikembangkan. Tidak hanya memberikan peringatan jika ada halangan saja, namun nantinya juga bisa memandu pengguna ke tempat tujuan dengan tetap memanfaatkan fasilitas yang dimiliki oleh perangkat mobile seperti GPS,” ujar Fitri yang hadir pada konferensi tersebut sebagai presenter sekaligus undangan sebagai Technical Committee.

Untuk diketahui, data World Health Organization (WHO) menyebutkan sebesar 81 persen orang yang berumur di atas 50 tahun mengalami masalah pengelihatan dan ada 253 juta orang di seluruh dunia mengalami kebutaan. Masih menurut data WHO, diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat hingga tahun 2050. Hasil penelitian Fitri menjadi sumbangsih kalangan akademisi untuk memberikan solusi bagi penyandang tunanetra dan para lanjut usia untuk membantu mobilitas mereka.#