Guru Inspiratif di Tengah Pandemi

Rela berpeluh berkeliling ke rumah murid-muridnya yang memiliki keterbatasan fasilitas selama masa belajar di rumah, Avan Faturrahman ingin memastikan murid-muridnya tetap menerima pelajaran dengan baik di tengah pandemi Covid-19. Pak Guru Avan juga ingin memberikan edukasi tentang pandemi Corona dan bagaimana berprilaku hidup sehat untuk menghindarinya.

TOKOHINSPIRATIF.ID – Indonesia memang negeri yang dipenuhi orang-orang berhati mulia. Di tengah pandemi Covid-19 ini, selalu ada orang-orang teladan yang rela berbagi kepada orang lain, meski sama-sama dalam kondisi yang sulit.

Salah satu keteladanan itu datang dari seorang guru sekolah dasar (SD) di pelosok Madura, Jawa Timur. Namanya Avan Fathurrahman, 39 tahun, guru SD Negeri Batuputih Laok 3, Sumenep, Madura.

Kisah Pak Avan, sapaan akrabnya, sempat viral di jagad maya. Melalui akun Facebooknya (Avan Fathurrahman), ia mengisahkan pengalamannya sebagai seorang guru di pelosok desa di tengah situasi pandemi sekarang ini.

Avan mengatakan bahwa ia “belum menjadi guru yang baik” lantaran tidak mengikuti imbauan pemerintah untuk bekerja dari rumah. Sebagai seorang guru yang sudah berstatus pegawai negeri sipil (PNS), Pak Avan tidak mengikuti imbauan pemerintah. Ini karena murid-muridnya tidak memiliki sarana untuk belajar di rumah, seperti telepon pintar, laptop, dan kuota internet yang cukup untuk melakukan proses belar secara daring sesuai anjuran pemerintah.

“Sudah beberapa minggu saya berada dalam posisi yang dilematis. Bukan masalah rindu. Tapi tentang imbauan Mas Mentri, agar bekerja dari rumah. Ini jelas tidak bisa saya lakukan, karena murid saya tidak punya sarana untuk belajar dari rumah. Mereka tidak punya smartphone, juga tidak punya laptop. Jikapun misalnya punya, dana untuk beli kuota internet akan membebani wali murid,” tulis Avan dalam akun Facebook-nya.

Aktivitas belajar dari rumah mulai berjalan pada awal Maret 2020. Kala itu, Avan menyadari bahwa tak semua orangtua siswa memiliki kemampuan ekonomi yang baik untuk menyediakan fasilitas belajar online dari rumah. Awalnya, ia berpikir, situasi ini tak akan berlangsung lama.

“Ternyata diperpanjang, diperpanjang. Terus gimana dengan tugas itu? Gimana dengan mereka? Karena teman-teman (guru) yang lain, rata-rata yang mengajar di kota itu bisa berkomunikasi melalui gadget, bisa melalui video conference, dan lain-lain,” ujar Avan.

“Untuk siswa saya, ini tidak mungkin dilakukan, saya bisanya telepon. Bahkan telepon anak-anak itu kan orangtuanya yang punya (handphone). Kadang pernah telepon dan tidak diangkat, karena orangtuanya sedang kerja di luar,” lanjut dia.

Kondisi ini akhirnya membuat Avan harus melakukan kegiatan mengajar keliling dari satu rumah siswa ke rumah siswa lainnya. Ia ingin memastikan bahwa anak-anak didiknya tetap menerima pelajaran baik akademik maupun non-akademik, meskipun mereka tidak pergi ke sekolah. Karena alasan tersebut, Avan rela setiap hari menyambangi muridnya satu persatu di rumahya untuk mengajari mereka secara langsung.

Hati Avan tergerak saat mengetahui bahwa tidak semua muridnya memiliki ponsel pintar untuk menunjang kegiatan belajar jarak jauh seperti imbauan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.

Sebenarnya ada solusi lain yang ditawarkan Kemendikbud agar para murid tetap bisa belajar walau sedang di rumah saja, yaitu dengan menggandeng TVRI untuk menyediakan tayangan-tayangan edukasi. Namun, dalam kasus Avan, hal itu juga bukan solusi, sebab tiga dari lima muridnya tidak punya televisi di rumah.

Karena berbagai keterbatasan tersebut, dengan sepeda motornya, ia menempuh jarak puluhan kilometer untuk memberikan materi secara langsung kepada murid-muridnya. Terkadang ia juga harus berjalan kaki karena rumah muridnya tidak bisa dijangkau menggunakan sepeda motor.

Meski bertanggung jawab mengampu siswa kelas VI, Avan juga keliling mengajar siswa kelas IV dan V karena rumah para siswa ini berdekatan, paling jauh berjarak 1,5 kilometer. Dengan menggunakan sepeda motor dan dana pribadinya, Avan berangkat dari kediamannya di Dusun Toros, Desa Babbalan, Kecamatan Batuan, menempuh jarak sekitar 20 km untuk menjangkau rumah siswanya. Ia memulai kegiatan ini sejak dua bulan yang lalu, pagi hingga siang hari, 3 kali dalam satu minggu.

“Saya (guru) kelas VI, cuma ketika ke (rumah) siswa itu kadang siswa-siswa yang terdekat, baik kelas V, kelas IV, kelas lain, saya datangi juga, karena siswa saya juga sedikit di sekolah. Makanya, saya juga datangi yang lain-lain biar sama-sama ikut belajar,” jelas Avan.

Tak semua rumah siswa bisa ia jangkau dengan kendaraan bermotor, ada juga rumah siswa yang hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Apalagi ketika hujan turun.

“Ya, karena kalau hujan itu selain becek, juga licin. Saya pernah agak hampir terjatuh, tapi alhamdulillah selamat,” cerita Avan.

Untuk memastikan siswanya ada di rumah, Avan selalu berpesan agar mereka tidak pergi ke mana-mana dan tetap tinggal di rumah karena ia akan datang.

“Tapi, kadang saya (mengatakan) tidak harus hari Senin, tidak harus hari Rabu, bisa saja langsung besok, lusa (saya datang). Tujuan saya enggak memberi tahu seperti itu, biar mereka tidak main ke mana-mana, maksudnya biar belajar di rumah saja,” kata Avan.

“Saya juga ke orangtuanya menyampaikan seperti itu. Jadi minta tolong biar anak-anak tidak ke mana-mana, di rumah saja, jangan ke rumah temannya juga. ‘Saya akan ke sini, tapi jangan diberi tahu kapannya. Nanti saya akan datang saja’,” lanjut dia.

Avan mengatakan, semua yang ia lakukan mendapat dukungan dari pihak sekolah, meski dukungan tersebut belum sampai dalam bentuk pendanaan. Semua yang Avan lakukan merupakan inisiatif pribadinya, dana yang ia keluarkan juga berasal dari kocek pribadinya.

“Sepertinya ini belum diatur juga ya, tidak ada aturan yang jelas penggunaan alokasi BOS (Bantuan Operasional Sekolah) itu untuk kegiatan seperti ini. Saya belum tahu itu, dan saya memang tidak memintalah, dianggap ini kan bagian dari tugas saya,” ujar Avan.

Namun hal itu tak menurutkan niat baiknya untuk terus menyebarkan ilmu. Apalagi respons orang tua murid yang menyambutnya dengan baik. Avan  berharap ada perhatian dan bantuan dari pemerintah dengan memberikan sarana pembelajaran secara online berupa ponsel.

“Pada masa sekarang agak sulit memang. Karena ini darurat. Satu sisi saya bisa memahami sikap pemerintah yang membuat edaran untuk bekerja dari rumah. Namun di sisi yang lain, bagi daerah-daerah kepulauan atau pelosok, ini agak sulit diterapkan. Karena sarana yang tidak dimiliki siswa,” paparnya.

Sesekali, kepala sekolah di tempat Avan mengajar pernah ikut bersamanya mendatangi rumah salah satu siswa. Kepala sekolah pun mendukung Avan untuk tetap meneruskan kegiatan ini.

Sementara itu, orangtua siswa merasa senang karena mereka merasa lebih tenang meninggalkan anaknya di rumah ketika harus pergi bekerja ke sawah atau ladang.

“Kan gini, orangtuanya itu malah mikirnya ‘Aduh Alhamdulillah, untung Bapak ke sini, jadi anak-anak juga belajarnya bisa terpantau. Kebetulan kan kerjanya ke ladang, ke sawah, jadi saya agak tenang lah berangkat kerja, malah setiap hari juga enggak apa-apa, Pak’ gitu,” kata Avan menirukan pernyataan para orangtua siswa.

Bahkan, kata Avan, ada wali murid yang ingin mencari pinjaman uang untuk membeli ponsel.

“Karena mendengar kabar bahwa rata-rata, anak-anak harus belajar dari HP cerdas. Saya terkejut mendengar penuturannya. Lalu pelan-pelan saya bicara. Saya melarangnya. Saya memberikan pemahaman bahwa belajar di rumah, tidak harus lewat HP. Siswa bisa belajar dari buku-buku paket yang sudah dipinjami dari sekolah. Saya bilang, bahwa sayalah yang akan berkeliling ke rumah-rumah siswa untuk mengajari,” lanjut Avan.

Avan juga tak hanya mengajarkan materi-materi yang bersifat akademis. Ia juga menyampaikan hal-hal yang sifatnya kontekstual, seperti membantu orangtua, menjaga kesehatan, memperkenalkan apa itu Covid-19, dan mengingatkan anak-anak untuk senantiasa beribadah.

“Kalau saya ke sana itu, pertama, tanya tentang kegiatan keseharian. Jadi saya kan tahu sekarang tuntutan kurikulum tidak harus tercapai. Jadi tidak harus membebani siswa-siswa, tuntutan kurikulum harus tuntas, itu enggak. Di samping itu, saya juga meminta mereka, biasalah namanya juga guru, mengingatkan, jangan lupa shalat, ngajinya,” jelas Avan.

“Misal pengetahuan soal Covid-19 ini, jadi saya juga bicara tentang itu. Yang pertama biar mereka tidak panik. Mungkin mereka tidak tahu ya apa itu corona, jadi saya sedikit berikan gambaran, tapi tidak terlalu detail. Yang penting mereka tahu sederhananya begini, terus bagaimana pencegahannya. Cuci tangan yang baik, jaga kesehatan, jaga jarak,” sambung dia.

Dokumentasi kegiatan mengajar yang dilakukannya, kata Avan, bagian dari kewajibannya untuk melaporkan secara administratif kepada pihak sekolah dan dinas pendidikan.

Tak punya pilihan lain Avan menyadari bahwa keputusannya untuk mengajar siswa dari rumah ke rumah pada masa pandemi virus corona tak sesuai dengan imbauan pemerintah. Akan tetapi, ia mengaku tak punya pilihan lain atas kondisi riil yang dihadapi siswanya.

“Di satu sisi saya memang paham bahwa saat ini tidak boleh keluyuran, tidak boleh ke mana-mana. Tapi memang, alhamdulillah di daerah saya itu masih zona hijau, itu yang pertama. Karena masih zona hijau, saya merasa insya Allah semoga aman saya jalan,” kata Avan.

Selain wilayahnya masih termasuk zona hijau, dukungan dari keluarga juga membuatnya semakin yakin menjalankan kewajibannya sebagai seorang guru dengan kondisi siswa yang terbatas fasilitas.

“Kalau keluarga saya malah men-support, ya. Jadi kan saya diskusi juga, ini gimana kalau seperti ini. Saya sampaikan, niatkan. Ya alhamdulillah keluarga support,” ujar dia.

Avan kini telah berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan telah mengajar di SDN Batuputih Laok 3 sejak 2015.

Avan sendiri merupakan alumni S2 Universitas Muhamadiyah Surabaya Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dia sudah aktif mengajar sejak masuk di pondok pesantren.

Dedikasi yang sungguh luar biasa dari Pak Avan. Alih-alih mengharapkan bantuan dari pemerintah, dengan penuh keikhlasan, Pak Avan melakukan apapun yang ia bisa untuk memastikan murid-muridnya tetap menerima pelajaran dengan baik di tengah pandemi ini.

Sukowati Utami (berbagai sumber)

Biodata

Nama               : Avan Fathurrahman
Umur               : 39 tahun
Pekerjaan        : Guru SD Negeri Batuputih Laok 3, Sumenep, Madura.
Pendidikan      : S2 Universitas Muhamadiyah Surabaya Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia