Bank Sampah “Inyong” dan Kegelisahan Nurhayatni

Awalnya, Bank Sampah Inyong berskala rukun tetangga. Kini, bank sampah besutan Nurhayatni telah bergerak meluas dan menjadi masa depan pengelolaan sampah secara cerdas di Kabupaten Banyumas.

Sampah menjadi masalah pelik hampir di seluruh penjuru negeri ini, tak terkecuali di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Konsep pengelolaan sampah yang awalnya “kumpul angkut buang” semakin tidak efektif. Warga kini beralih pada teknik pengurangan sampah dengan cara memilah sampah berdasarkan jenisnya seperti organik dan anorganik, kemudian menjadikannya ‘ladang’ uang.

Adalah Nuhayatni yang merasa sangat terganggu melihat sampah berserakan di lingkungan rumahnya. Seringkali ia memunguti sampah di jalanan sekeliling rumahnya agar tak berserakan. Perempuan 45 tahun ini sadar, lingkungan yang tak bersih akan mengundang seribu satu macam penyakit.

Kebetulan, ketika itu suaminya adalah Ketua Rukun Tetangga (RT). Melihat banyak kisah sukses tentang tabungan sampah, ia pun meminta dukungan suami untuk mendirikan bank sampah di lingkungan rukun tetangga.

Tak mudah memang untuk memulai langkah pertama. Awalnya, bank sampah ini disepelekan. Berjalan hingga berbulan-bulan, tak ada warga yang mau menabung sampah.

“Sifatnya masih sukarela, belum ada kewajiban karena baru dikelola kelompok di tingkat RT. Namun karena ketekunan dan lingkungan semakin terlihat lebih bersih, akhirnya warga satu RW ikut menabung di Bank Sampah yang saya beri nama ‘Inyong’,” ucapnya, dilansir dari Antara.

Didirikan sejak dua tahun terakhir, bank sampah Inyong yang terletak di Gang Remaja RT 02 RW 01, Desa Kutasari, Kecamatan Baturraden kini telah menjadi contoh baik pengelolan sampah di Kabupaten Banyumas.

Meski telah makin banyak warga yang mendaftar sebagai anggota bank sampah, Nurhayatni selaku ketua pengelola tak pernah lelah mengajak warga sekitar menabung di Bank Sampah Inyong agar lingkungan tinggal mereka tetap bersih dari sampah.

Ibu RT ini senang apabila banyak warganya menabung di bank sampah. Meskipun masih ada beberapa warga yang kurang percaya dengan konsep bank sampah, Nurhayati tetap berlapang dada. Sehingga ketika ada warga yang langsung meminta uang, diapun langsung membayarnya.

“Masyarakat di sini macam-macam. Ada yang memang sengaja di tabung, ada yang langsung minta dibayar, bahkan ada yang minta barter dengan jajanan dan beras,” ujarnya sambil merapikan sampah-sampah.

Tetapi, perlahan, kepercayaan masyarakat tumbuh. Tumbuhnya kesadaran warga itu terbukti dengan semakin tingginya kepedulian warga terhadap sampah yang ada di sekitarnya.

Keseriusan Nurhayatni mengelola sampah secara mandiri rupanya mendapat perhatian dari berbagai pihak. Di gudang bank sampah, terlihat sebuah mesin pencacah sampah organik berukuran sedang, terlihat pula satu unit komposter.

Didampingi partner kerjanya, Ningrum, Nurhayatni menimbang sampah yang dibawa anggotanya. Dia mengaku menerima tabungan sampah selama 24 jam. Bahkan kalau senggang dirinya rela menjemput sampah sampai ke rumah anggota.

Nurhayatni menjelaskan, Bank Sampah Inyong membaginya menjadi dua bagian, yaitu sampah organik dan anorganik. Dalam mengolah sampah organik, menggunakan mesin pencacah. Setelah itu, sampah tersebut difermentasi dan ditambahkan zat aktivator, sehingga seterusnya bisa dihasilkan kompos.

Cukup banyak pesanan yang datang untuk pupuk kompos. Kalaupun tidak ada pesanan, dia menggunakan kompos yang dihasilkan, untuk keperluan apotek hidup yang dikelolanya. Sementara itu, untuk sampah anorganik, sebagian besar dijual lagi dan sebagian lainnya digunakan menjadi kerajinan tangan yang bernilai jual.

Nurhayati yakin, jika bank sampah didirikan di daerah lain, maka lambat laun sampah di Banyumas bukan lagi menjadi masalah.#