Meski digambarkan sebagai proyek ‘hijau’ dari sumber energi yang terbarukan, pembangunan dan operasi PLTA Batang Toru akan lebih banyak merugikan daripada bermanfaat, karena mengancam kehidupan masyarakat, satwa, dan kelestarian lingkungan.
TOKOH INSPIRATIF – Apakah kalian tahu, apa yang telah terjadi pada salah satu daerah di Tapanuli Selatan, Sumtera Utara?
Saat ini, pembangunan sebuah mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dilakukan oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) sedang masif dilakukan. Proyek ini didukung oleh Bank of China dan China Merchants Bank.
Lalu masalahnya apa? Masalahnya ialah wilayah pembangunan tersebut merupakan daerah biodiversitas yang unik di mana Ekosistem Batang Toru berada di sana. Batang Toru merupakan satu dari sedikit ekosistem di Indonesia yang masih memiliki hutan alami dan menyimpan kekayaan flora fauna dengan beragam spesies kunci atau spesies langka.
Di sisi lain, PLTA Batang Toru ini digadang-gadang sebagai upaya penyelamatan bumi akibat perubahan iklim. Hal ini karena PLTA Batang Toru akan memanfaatkan run of water dan tidak menggunakan fosil sebagai sumber utama.
Sesungguhnya, penggunaan energi terbarukan yang bersih dan ramah lingkungan seperti PLTA memiliki peran menurunkan kadar emisi karbon sekaligus meningkatkan kualitas kelestarian lingkungan guna memitigasi dampak perubahan iklim. Namun ada hal penting yang dilupakan dalam pembangunan PLTA ini.
Mengancam populasi Fauna dan Flora di Batang Toru
Pembangunan PLTA dalam kerangka besar, boleh jadi akan mengurangi dampak dari perubahan iklim, tapi pembangunan ini sekaligus menghancurkan rumah para fauna dan flora yang berada di daerah Batang Toru.
Diketahui, kepadatan populasi Orangutan paling tinggi berada terdapat di lembah dan sungai Batang Toru. Lokasi tersebut berada di bagian selatan ekosistem Batang Toru dan menjadi titik lokasi pembangunan PLTA Batang Toru.
Pembukaan hutan untuk pembangunan situs PLTA Batang Toru otomatis akan mengurangi wilayah yang dapat di akses oleh Orangutan di ekosistemnya. Ini dikhawatirkan akan membuat populasi ekosistem Orangutan semakin berkurang yang pupulasinya kurang dari 800 ekor.
Selain Orangutan Tapanuli, beberapa spesies lain yang habitatnya juga terancam di Batang Toru yaitu siamang (Symphalangus syndactylus), owa ungko (Hylobates agilis), harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), tapir (Tapirus indicus), dan burung kuau raja (Argusianus argus).
Kekhawatiran bendungan air pada aliran sungai
Untuk diketahui, mega proyek PLTA 510 MW yang sedang dibangun di sungai Batang Toru, Kecamatan Sipirok, Kecamatan Marancar, Kecamatan Batang Toru, direncanakan akan menggunakan bendungan setinggi 72,5 meter untuk menampung air.
Berdasarkan letak bendungan, terowongan, dan power house, Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru yang saat ini merupakan satu kesatuan akan terbelah menjadi 3 bagian. Artinya, debit air otomatis berkurang dan anak sungai akan terputus.
Hal ini mempengaruhi hilir sungai Toru, dimana masyarakat yang sebagian besar bekerja sebagai petani juga terancam. Diketahui, di kawasan ini ada lebih dari 1200 ha lahan pertanian produktif di hilir sungai Toru. Dengan dibangunnya bendungan tersebut, maka pertanian produktif akan terancam keberadaannya akibat penurunan debit air dari pembangunan proyek tersebut.
Meski digambarkan sebagai proyek ‘hijau’ dari sumber energi yang terbarukan, pembangunan dan operasi PLTA Batang Toru akan lebih banyak merugikan daripada bermanfaat. Hal ini karena mengancam kehidupan masyarakat, satwa dan kelestarian lingkungan.
Terlebih, Sumatera Utara sendiri sudah memiliki banyak pembangkit yang lebih baik dari PLTA Batang Toru. Sumatera Utara juga termasuk daerah yang telah mengalami oversupply energy.
WALHI dan Komunitas Pecinta alam lainnya menilai pembangunan PLTA oleh PT NSHE tersebut akan berdampak buruk terhadap keberlangsungan lingkungan dan kehidupan masyarakat.
Jadi, apakah kita tetap harus mendukung pembangunan mega proyek tersebut apakah masih di perlukan pembangunan proyek ini?***
Penulis: Putri Annisa, Peserta Green Leadership Indonesia Batch 2