Penggunaan besek untuk membungkus daging kurban tidak hanya bermanfaat secara ekologis, tetapi juga kesehatan.

Hari Raya Idul Adha segera tiba. Menyongsong hari yang identik dengan penyembelihan hewan kurban hewan tersebut, Kementerian Agama mendukung masyarakat untuk menggunakan besek dari bambu sebagai pengganti wadah plastik untuk distribusi daging kurban.

Beberapa kepala daerah juga telah mengimbau panitia kurban membagikan daging dengan membungkusnya menggunakan besek dalam upaya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

Di Jakarta, Gubernur DKI Anies Baswedan melalui Seruan Gubernur DKI No. 4 tahun 2019 tentang Pemotongan Hewan Kurban dalam Rangka Hari Raya Idul Adha 1440 Hijriah/2019 merekomendasikan besek sebagai wadah untuk daging kurban.

Daging-daging kurban yang akan dibagikan pada Idul Adha 2019 diminta menggunakan besek untuk mengurangi kemasan plastik sekali pakai. “Gunakan semua yang bisa didaur ulang. Yang paling gampang itu namanya besek,” ujar Anies.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga meminta panitia kurban tidak menggunakan plastik untuk membagikan daging. Ia menyarankan penggunaan besek atau daun pisang sebagai wadah daging kurban yang akan dibagikan kepada warga.

“Saya kira itu budaya daerah yang layak dikembangkan,” katanya.

Seperti diketahui, plastik menjadi salah satu benda yang menjadi penyumbang pencemaran lingkungan. Plastik dapat mencemari tanah, air bahkan udara. Di air, plastik hanyut di lautan dan bisa mencemari biota laut. Plastik di tanah sangat lama terurai. Sedangkan plastik yang dibakar mengeluarkan zat kimia yang berbahaya bagi siapapun yang menghirup.

Adapun tentang penggunaan besek, ternyata penggunaan wadah berbentuk segi empat dari anyaman bambu ini tidak hanya bermanfaat secara ekologis, tetapi juga kesehatan. Hal itu disampaikan Kepala Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Jawa Barat (Jabar) I, Prayata Tangguh Waskita.

Berdasarkan hasil penelitian, bambu memiliki kandungan yang bisa menghambat pertumbuhan bakteri dalam daging.

“Bambu ini bisa sebagai antibiotik. Dari hasil analisis strukturnya, memang bisa menghambat bakteri,” ujar Prayata di acara “Jabar Punya Informasi” pada kamis, 1 Agustus 2019.

Selain itu, bentuk besek yang berpori-pori besar mendukung sirkulasi udara dalam daging. Pertumbuhan bakteri akan cepat terjadi ketika daging disimpan dalam suhu yang tinggi. Semakin panas tempat daging disimpan, maka semakin cepat juga pertumbuhan bakteri di dalam daging.  “Sebaliknya, makin dingin suhu, maka bakteri makin sulit (bakteri) tumbuh,” jelasnya.

Selain besek, penggunaan daun pisang atau daun jati yang biasanya dipakai sebagai alas di dalam besek juga bermanfaat besar. Dengan cara itu, daging yang ditaruh di atasnya dapat mengalami sirkulasi udara yang baik, terutama pada bagian bawah.

Penggunaan daun jati sebagai pembungkus daging kurban juga menjaga kesegaran daging menjadi lebih lama. Permukaan daun jati yang kasar, cukup bagus untuk sirkulasi udara bagi daging yang dibungkus di dalamnya.

“Jika dlihat lebih dekat, misalnya dengan mikroskop, maka tampak lapisan yang tajam, layaknya jarum-jarum yang timbul pada bagian permukaan daum. Corak seperti ini bagus untuk mendukung sirkulasi udara,” kata Prayata.

Prayata mengimbau petugas kurban untuk sesegera mungkin membagikan daging tersebut kepada masyarakat begitu proses penyembelihan hewan kurban usai. Karena pada suhu normal, pertumbuhan bakteri akan semakin cepat.

“Maksimal, empat jam harus sudah bisa dibagikan,” katanya.

Setelah diterima, daging kurban pun sebaiknya langsung dimasak atau disimpan di lemari pendingin. Pastikan kondisi warna daging atau aroma yang muncul darinya. Bila daging kurban dicampur dengan jeroan dalam satu wadah yang sama, maka kemungkinan besar bakteri lebih cepat menyebar karena jerohan banyak mengandung bakteri.

“Jadi tolong semua petugas hewan kurban, jangan satukan daging dengan jeroan. Itu akan mempercepat pertumbuhan bakteri,” pungkasnya. #