Polisi melayani dan mengayomi rakyat telah dilaksanakan benar oleh Bripka Puguh Agung, anggota Satlantas Polres Blora, Jawa Tengah. Dengan penuh dedikasi dan pengorbanan, dia rela menyisihkan waktu untuk mendidik anak – anak penyandang disabilitas dari keluarga miskin secara gratis, dan bahkan harus mengeluarkan uang pribadi untuk mencukupi segala fasilitas pembelajaran.

 

BRIPKA Puguh Agung DPT, SH, MH, adalah sosok polisi istimewa. Meski setiap hari harus disibukkan dengan pekerjaannya sebagai anggota Satlantas Polres Blora, Polda Jawa Tengah, ia masih menyisihkan waktunya untuk membimbing dan mendidik para penyandang disabilitas di Randublatung, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari rumahnya.

Dapat dibayangkan, betapa lelah dan repotnya menempuh jarak dari Jepon – Blora – Randublatung, usai menjalankan tugas dinas. Namun semua itu tulus dilakukan ‘hanya’ untuk mendidik anak – anak penyandang disabilitas dari keluarga miskin, di sebuah rumah belajar yang bernaung di Yayasan Insan Mandiri Randublatung, di mana Puguh juga menjadi salah satu pendiri yayasan tersebut.

Sejak awal tahun 2017 hingga saat ini, setiap hari Sabtu dan Minggu selesai bertugas Bripka Puguh langsung ke Yayasan Insan Mandiri Randublatung untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus itu.

“Saya merasa terpanggil untuk membantu anak – anak penyandang disabilitas di Randublatung ini, awalnya juga tidak mudah, kita harus datangi mereka satu persatu, kita ajak belajar bersama,” ujarnya.

Bakat Terpendam

Saat membimbing dan mendidik anak-anak berkebutuhan khusus itu, Bripka Puguh meyakini bahwa Tuhan pasti memberikan kelebihan di balik kekurangan yang mereka alami. Puguh menyebutnya sebagai bakat terpendam. Keyakinan Puguh tak meleset, terbukti anak-anak itu menunjukkan jiwa seni yang tinggi dan ketekunan dalam berkarya.

“Saat mendidik anak – anak ini, saya punya keyakinan bahwa setiap mahluk ataupun manusia yang diciptakan dan dilahirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, termasuk anak – anak yang kami bina, mereka punya bakat seni yang tinggi, dan ini harus dibina dan dikembangkan, anak – anak ini memiliki insting dan ketekunan yang tinggi dalam berkarya,” ungkapnya.

Melakukan semua dengan tulus ikhlas, Bripka Puguh pantang menerima imbalan dari para orangtua anak-anak disabilitas itu. Sebaliknya, dia rela merogoh kantong sendiri untuk membeli peralatan belajar mengajar, meski gaji sebagai polisi berpangkat bripka terbilang pas-pasan. Bersyukur, setelah beberapa waktu pendidikan berjalan, mulai ada para donatur yang bersimpati dengan perjuangan dan pengabdiannya kepada anak-anak binaannya.

Produksi Batik Ceplok

Berkat kesabaran dan keuletan, kini belasan anak didiknya mulai bisa membuat karya batik dengan metode ecoprint presisi. Kelebihan ecoprint ini adalah semua pewarna dibuat dari bahan alami dengan bahan baku kayu secang atau akar mengkudu ataupun kulit mahoni.

Teknik ini dilakukan dengan cara memukul – mukul dari semua sisi median kain yang telah diberikan cap di bawahnya, yang kemudian dipukul – pukul oleh penyandang tuna netra, dan penyandang disabilitas lainnya. Hasilnya, luar biasa, bagaikan karya lukisan abstrak yang bernilai estetika seni yang tinggi.

“Alhamdulillah..anak – anak kami bisa membuat karya – karya batik dengan metode ecoprint presisi yang bernilai seni tinggi di atas kain, yang telah mereka ceplok dengan ketajaman naluri dan keterampilan tangan mereka. Hasilnya luar biasa indah,” ucap Bripka Puguh tak kuasa menahan rasa harunya.

“Intinya harus sabar, sejak awal sudah saya niatkan untuk mengabdi kepada mereka. Sengaja saya pilih tehnik ecoprint ini, harapannya kelak saat mereka dewasa bisa menjadi bekal mereka, siapa tahu bisa dikembangkan hingga menjadi batik ecoprinting,” kata  Bripka Puguh.

Bripka Puguh menjelaskan yang paling sulit adalah saat mengajarkan tehnik tersebut kepada anak anak tuna netra, karena dengan kebutuhan khusus tersebut untuk tehnik ecoprint butuh bimbingan ekstra.

“Kalau Pak Kapolri punya Program PRESISI, disini kami bersama anak anak disabilitas Yayasan Insan Mandiri Blora Selatan punya Ecoprint PRESISI yaitu di Pres dari segala sisi, karena proses pembuatannya dengan menekan dari semua sisi,” selorohnya.

Selain mengajarkan tehnik Ecoprinting kepada anak anak disabilitas, Yayasannya juga mengajari para orang tua mereka namun dengan tehnik yang berbeda. Jika anak anak diajari ecoprint dengan tehnik Founding, maka ibu ibu diajari dengan metode kukus.

“Jadi saat para orang tua menunggu anaknya sekolah, mereka juga mendapatkan pelatihan harapannya semoga bermanfaat, paling tidak bisa menambah pengalaman mereka,” jelasnya.

“Hasilnya dikumpulkan ke kami, dan kami upayakan penjualannya, bareng karya anak – anaknya,” bebernya kembali.

Berkat pengabdian dan dedikasinya yang tinggi Mabes Polri membuat film dokumenter untuk pembentukan citra Kepolisian Republik Indonesia yang humanis dan berwibawa dalam melayani dan mengayomi masyarakat seluruh Indonesia.

Banjir Apresiasi

Kerja keras memang tak mengkhianati hasil. Itu pula yang dirasakan Bripka Puguh setelah segala jerih payahnya mulai diangkat oleh media dan diketahui khalayak ramai. Masyarakat mulai bersimpati dan memberikan bantuan operasional Rumah Belajar yang dikelola Yayasan Insan Mandiri Blora Selatan. Jumlah peserta didik pun semakin banyak, bahkan ruang kelas yang lama sudah tidak mencukupi. Karena itu, Puguh berinisiatif meminta bantuan tempat belajar yang lebih luas lagi dan Gubernur Ganjar Pranowo menjanjikan akan membantunya.

“Pak Gubernur Ganjar Pranowo tahu aktifitas ini, dan beliau akan membantu mencarikan solusi tempat dan bahkan akan membantu membuat satuan pendidikan menjadi Sekolah Luar Biasa, atau SLB, dan ditempatkan di bekas sekolah SD Negeri Wulung 5 yang sudah tidak terpakai lama, Alhamdulillah, ini lagi kita bersih – bersihkan bersama warga, kita renovasi agar lebih nyaman dan bagus, karena kondisinya sudah rusak berat, dan itu kami biayai sendiri bersama para donatur, termasuk para Pimpinan kami,” ungkapnya.

Bripka Puguh pun menyampaikan terima kasih atas ijin dan bantuan dari pimpinannya baik di jajaran Polres Blora, Polda Jawa Tengah, dan Mabes Polri, untuk mengembangkan Rumah Belajar untuk para penyandang disabilitas didikannya.

“Bapak Kapolres  sangat mengapresiasi dan membantu kami, dengan berkenan memberikan ijin resmi untuk saya, agar bisa mendidik anak – anak. Kemudian Bapak  Kapolri juga mengetahuinya dan mendukung. Bahkan beberapa waktu yang lalu Mabes Polri membuat film dokumenter tentang kami,” ungkap Bripka Puguh.

Terakhir, Bripka Teguh berharap kepada Pemerintah Kabupaten Blora untuk bisa segera memproses berdirinya SLB di Randublatung. “Karena ternyata di sini banyak saudara – saudara kita yang menjadi penyandang disabilitas” pungkas Bripka Puguh.