Tiga mahasiswa Universitas Gadjah Mada sukses menyulap ceker ayam menjadi gel obat penyembuh patah tulang.
Generasi milenial Indonesia kembali membuat penemuan yang mengagumkan. Kali ini, inovasi cerdas datang dari tiga mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang berhasil menemukan obat patah tulang dari ceker ayam.
Ketiga mahasiswa itu adalah Yudith Violetta P (mahasiswi Kedokteran Hewan), Vigha Ilmanafi A (Farmasi), dan Josi Aldo Pramono (Teknik Mesin). Penemuan mereka yang diberi nama Betagraft (Biomaterial Tulang Ayam Bonegraft) ini diklaim mampu mempercepat penyembuhan patah tulang serta lebih mudah diaplikasikan ke penderita patah tulang.
Kasus patah tulang memiliki insidensi yang terus meningkat tiap tahunnya, menurut data dari Sistem Informasi Rumah Sakit Indonesia (2010) insidensi fraktur mencapai lebih dari 43 ribu kasus.
Patah tulang atau fraktur tak hanya menyebabkan kerusakan pada jaringan tulang, namun juga jaringan lunak disekitarnya, proses kesembuhan fraktur merupakan proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang lama, bagi penderita fraktur sendiri dapat berakibat penurunan quality of life dan peningkatan pengeluaran, sehingga diperlukan penanganan yang tepat.
Dalam kasus fraktur tulang sempurna, patahan tulang sudah tidak dapat disatukan kembali, menyebabkan implan sebagai immobilisator seperti yang tersedia secara umum di pasaran, tidak lagi efektif untuk digunakan.
Dalam kasus tersebut dibutuhkan material bone graft (cangkok tulang) yang lebih efektif sebagai pengganti jaringan tulang rusak secara keseluruhan serta menstimulasi pembentukan jaringan baru.
Hal ini mendorong tiga sekawan mahasiswa UGM, Yudith, Vigha, dan Josi Aldo menginovasikan biomaterial bone graft dalam bentuk gel nano-BCP (biphasic calcium phosphate)-Kolagen yang berasal dari sampah biologis (biological waste) yang ketersediaanya sangat melimpah di Indonesia yaitu ceker ayam.
“Keunggulan Betagraft bentuk gel dibandingkan dengan implan konvensional adalah fleksibel menjangkau pada seluruh fragmen patahan tulang. Selain itu formulasi Betagraft mengandung material BCP yang berupa nanokristalin yang memiliki ukuran yang mirip dengan jaringan tulang normal (nanometrically natural), sehingga lebih cepat diabsorbsi dibandingkan biomaterial konvensional,” tutur Yudith dilansir dari sahabat.ugm.ac.id.
“Penambahan kolagen dalam bone graft dapat sebagai mediator osteoblast serta dapat mengurangi pembengkakan dan rasa sakit pasca operasi,” lanjut mahasiswi semester 6 Kedokteran Hewan ini.
Dalam praktiknya, mereka mengolah ceker ayam yang banyak ditemukan di rumah potong ayam dan diformulasikan dalam bentuk gel yang mudah diaplikasikan, selanjutnya diujikan pada hewan coba yaitu tikus wistar usia dua bulan.
“Ditinjau dari luas kalus dan histopatologi sebagai parameter kesembuhan, Betagraft terbukti mampu mempercepat kesembuhan fraktur dibandingkan bone graft konvensional,” ungkap Vigha.
Ketiga mahasiswa tersebut berharap penggunaan Betagraft bisa menjadi salah satu alternatif bone graft untuk penyembuhan patah tulang di Indonesia, dengan harga yang relatif ekonomis dan mudah diproduksi.#