Dalu Nyzlul Kirom, founder Ternaknesia

Memiliki keinginan mulia memberdayakan warda bekas gusuran lokalisasi Dolly Surabaya, Dalu Nuzlul Kirom berhasil menyulap kawasan itu menjadi desa wisata edukasi dan kuliner yang lebih ramah lingkungan. Dalu juga sukses membangun Ternaknesia, sebuah platform digital yang menjual turunan produk ternak halal.

TOKOH INSPIRATIF – Tujuh tahun ditutup, eks lokalisasi Dolly kini berubah menjadi desa wisata edukasi yang menghadirkan karya warganya. Kini, warga sekitar eks lokalisasi Dolly mendapatkan manfaat nyata dari perubahan yang tadinya daerah lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara menjadi desa wisata edukasi dan kuliner yang lebih ramah lingkungan.

Hal itu dapat terwujud berkat sosok alumnus Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh September (ITS) Surabaya, Dalu Nuzlu Kirom. Berkat tingginya rasa sosial, Dalu bersama kawan-kawannya mampu melakukan perubahan 180 derajat pada bekas lokalisasi tersebut.

Dalu bersama kawan-kawannya berusaha memberikan harapan dan pendampingan kepada warga di sekitar eks lokalisasi Dolly. Dalu ingin menjadikan mereka hidup lebih bermanfaat ketimbang harus terus bentrok akibat penutupan lokalisasi tersebut.

Mengutip laman resmi its.ac.id, pemuda asli Surabaya ini menggagas sebuah yayasan di bidang sosial untuk memberikan pendampingan yang lebih baik terhadap warga yang terimbas setelah dilakukannya penutupan lokalisasi Dolly pada 18 Juni 2014.

Hingga akhirnya dibentuklah Yayasan Gerakan Melukis Harapan (GMH) pada 10 September 2014. Kini, dalam rangka peringatan 7 Tahun Penutupan Eks Lokalisasi Dolly, GMH mengadakan program edutrip Wayahe Ndolly.

Di mana dalam hal ini mereka memberikan trip perjalanan berkeliling mengunjungi Dolly yang sekarang menjadi wisata edukasi dan kuliner. Selain itu, program ini juga merupakan bentuk evaluasi warga binaan dalam menjalankan bisnis pariwisata.

Pemuda berkacamata ini mengaku pada awalnya cukup terjadi gesekan dalam upaya memberdayakan warga sekitar eks lokalisasi tersebut. Namun, aktivitasnya yang berkaitan langsung dengan masyarakat menimbulkan kedekatan secara kekeluargaan. Hingga akhirnya ia bersama GMH mampu diterima oleh warga eks lokalisasi Dolly.

“GMH sendiri dianalogikan sebagai lukisan yang terdiri dari berbagai warna harapan masyarakat eks-lokalisasi Dolly. Awalnya pasti kita berhadapan dengan orang yang tidak suka, bahkan ada preman yang menolak keberadaan kita,” kenang Dalu.

Berkat kepeduliannya terhadap pemberdayaan sosial ini, ia meraih satu-satunya penghargaan dari kampusnya bertepatan dengan Dies Natalis ITS yang ke-55 dalam kategori alumni dengan kontribusi sosial yang terealisasi.

“Secara feel memang sangat mengena pada saya. Perubahan Dolly merupakan simbol perubahan masyarakat dan wujud nyata revolusi mental,” katanya.

Selain itu, gerakan sosial yang diinisiasi Dalu bersama para pemuda Surabaya ini juga telah menyabet juara II pada Gerakan Kewirausahaan Nasional tahun 2015 untuk kategori industri pariwisata dan kreatif dalam memberdayakan masyarakat eks lokalisasi berbasis wisata edukasi dan kuliner.

Alumnus ITS yang tidak mengikuti proses wisuda di kampusnya ini menuturkan, GMH merupakan perwujudan dari tindak lanjut usai penutupan Dolly oleh Walikota Surabaya saat itu, Tri Rismaharani. Di mana, kehidupan warga sekitar eks lokalisasi Dolly saat itu sangat bergantung dari aktivitas di sana, seperti salon, tukang parkir, warung makan, dan lainnya.

Dilansir zetizen.com, usai penutupan itu banyak warga yang menjual harta bendanya untuk menyambung hidup dan anak-anak sekolah pun jadi ikut terdampak. Dari situ, Dalu bersama rekanan aktivisnya mulai berpikir untuk mencari solusi atas dampak dari penutupan lokalisasi tersebut.

Lantas dibentuklah GMH yang seiring berjalannya waktu mulai tampak manfaat yang dirasakan oleh warga sekitar yang sebelumnya hidup bergantung dari lokalisasi Dolly.

Mendirikan start up Ternaknesia

Selain bergiat di eks lokalisasi Dolly, milenial muslim asal Surabaya ini juga bergiat di kandang ternak. Ia merintis sebuah bisnis ternak yang kemudian dikonversi menjadi platform digital bernama Ternaknesia. Dengan platform Ternaknesia, Dalu berupaya untuk menghadirkan sebuah inovasi melalui perusahaan rintisannya.

Ternaknesia, sebuah platform digital yang dibentuk Dalu yang dalam perkembangannya kini tengah mengupayakan untuk menghadirkan hasil peternakan tanah air sebagai produk halal.

“Sebagai startup bidang peternakan yang identik dengan hasil ternak, kami saat ini tengah berupaya mendekatkan diri dengan konsep halal. Jadi berbicara hasil daging ternak, selain zat juga proses pemotongannya, kami saat ini sedang mengembangkan traceability halal,” ujarnya di kanal Youtube Bangga Indonesia TV.

Selain itu, dalam prosesnya nanti melalui aplikasi Ternaknesia yang dihadirkan, maka para pelaku yang terlibat dalam urusan ternak dapat melakukan scan untuk mengetahui asal hewan yang didapatkan, termasuk produk turunannya. Sehingga dari situ dapat dipastikan halalnya seekor hewan ternak maupun produk turunannya.

Selain mendukung Indonesia sebagai produsen produk halal, hal ini juga dilakukan demi menghadirkan sebuah perbedaan dari Ternaknesia, khususnya menjawab kebutuhan produk halal dari hasil ternak.

“Apalagi bahwa Indonesia merupakan konsumen makanan halal terbesar dunia, ironisnya malah tidak masuk 10 besar produsen makanan halal dunia. Ini yang menjadi tantangan bagi kita untuk mengarah ke sana, jadi hulu-hilirnya Insya Allah kami usahakan halal untuk jadi halal paripurna,” jelasnya.

Pendiri sekaligus CEO Ternaknesia ini menjelaskan, perusahaan rintisannya ini merupakan bentuk proyek sociopreneur yang berfokus untuk membantu peternak Indonesia yang membutuhkan bantuan di bidang permodalan, pemasaran, dan manajemen.

Melalui Ternaknesia ini juga investor dapat melihat perkembangan ternak dari kondisi kesehatan sampai berat badan. Dalam perkembangannya pun, Ternaknesia telah menjadi platform pemasaran hasil peternakan yang saat ini sudah membantu peternak di berbagai di seluruh wilayah Indonesia dalam kegiatan tahunan Idul Adha, dan harian melalui produk hasil ternak dari Bojonegoro, Kediri, Banten, Madiun,Pacitan, dan lainnya

Awalnya Ternaknesia beraktivitas menjual hewan kurban pada 2016. Namun ternyata Dalu merugi, dan banyak hewan yang tidak terjual. Setelah menjelaskan hal tersebut kepada investor dan menawari ide untuk mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang digital untuk pendanaan seputar peternakan, sebagian dari investor setuju hingga turut mendukung menambahi modal.

“Saya hakikatnya pada saat itu tidak pegang cash, tapi pegang kambing 200 ekor. Sementara dalam penjualan hewan kurban jika sudah tidak laku pada Idul Adha itu merugi, karena harganya jatuh. Berdirilah Ternaknesia pada 2017 sebagai PT, fitur pertamanya adalah crowdfunding untuk pendanaan ke peternak,” jelasnya.

Dalu menuturkan, Ternaknesia juga telah menghadirkan fitur ternak mart yang untuk menjawab kebutuhan pemasaran dari hasil ternak harian, termasuk susu, telur, dan daging hewan ternak yang bersifat harian.

“Kita proses untuk bisa membantu banyak peternak, semakin banyak kita jualan di hilir, semakin banyak peternak yang kita bantu. Jadi sistem kemitraan kami ke peternak adalah dengan memberikan benefit ke mereka dalam bentuk membantu permodalan,” imbuhnya.

Ternaknesia ini merupakan refleksi yang menjawab segala permasalahan dalam sektor peternakan. Namun, fakta di lapangan ternyata milenial banyak yang tidak tertarik dengan dunia peternakan.

Baginya ini merupakan permasalahan krusial, di mana kebutuhan permintaan pangan selalu naik tapi tidak dibarengi dengan peningkatan produsennya. Sehingga perlu kesadaran bersama, khususnya milenial untuk bisa terjun langsung menjawab permasalahan ini.

“Selama manusia makan dari nasi, lauk, produk olahan pangan dari pertanian dan peternakan, maka selama itu pula dunia pertanian dan peternakan dibutuhkan. Kalau pangan kita tidak berdaulat ini berbahaya, ada potensinya besar tapi tidak ada yang menggerakkan. Inilah motif utama kita yang bersifat gerakan, kalau ini murni bisnis insting saya tidak terpanggil, tapi soal kedaulatan pangan maka saya merasa terpanggil untuk terjun,” jelasnya.

Sempat Enggan Ambil Ijazah

Sebagai alumnus ITS, Dalu sempat enggan mengambil ijazahnya ketika lulus jenjang sarjana dari ITS. Alasannya, ia memiliki tekad enggan hidup hanya mengandalkan ijazahnya untuk melamar pekerjaan dan ingin merintis gerakan dan bisnis sendiri.

Mentalitas itu, terbentuk dalam jiwa Dalu sejak di kampus menjadi aktivis mahasiswa. Dalu sempat menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro dan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITS.

Tak seperti kawan-kawannya yang memilih menjadi engineer atau berkarir di perusahaan. Dalu memilih menjadi ‘manusia merdeka’ dengan merintis sendiri jalan kontribusi maupun bisnisnya.

Dalu mengatakan, masa depan negara pada 2045 berada di tangan generasi milenial, maka diperlukan peran aktif milenial untuk memberikan perubahan dan menyelesaikan masalah yang ada. Sehingga amanat dari negara kepada milenial agar bisa melakukan perubahan dapat terwujud.***

Sumber: langit7.id