Mantan Jurnalis yang menjadi Anggota DKPP

Selain berkecimpung di kepemiluan Didik Supriyanto merupakan salah seorang insan pers dengan latar belakang jurnalisme yang mumpuni. Lewat jurnalisme dan aktivis kepemiluan dia banyak mengulik dan mengulas berbagai pemahaman dan wawasan tentang kepemiluan dan sistem demokrasi.

Terhitung 15 April 2020 Didik Supriyanto resmi menjabat sebagai Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dengan sisa masa jabatan periode 2017-2022 setelah mengucapkan sumpah jabatan pada siang Rabu  15 April 2020 di Kantor DKPP, Jakarta. Didik dilantik di tengah pandemi Covid-19 dengan mengenakan masker di kantor DKPP, Jakarta Pusat yang juga disiarkan secara langsung melalui akun resmi Facebook DKPP.

“Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum dengan sebaik-baiknya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD 1954,” kata Didik.

Selain itu, Didik bersumpah untuk menjalankan tugas dan wewenangnya dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat untuk menyukseskan pemilu di Indonesia, nasional maupun daerah.

“Tegaknya demokrasi dan keadilan serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan,” ucapnya.

Pria yang pada 6 Juli mendatang genap berusia 54 tahun ini ditunjuk menjadi Anggota DKPP pada pergantian antar waktu setelah Harjono mendapatkan tugas baru dari presiden sebagai Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Desember 2019 lalu.

Didik Supriyanto menjadi nama yang dipilih oleh Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Harjono melajutkan kerja sebagai Anggota DKPP dengan masa bakti 2017-2022. Alumni ilmu pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada itu ditetapkan sebagai Anggota DKPP berdasarkan surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 30/P Tahun 2020.

Sebelum menjadi Anggota DKPP, Didik dikenal sebagai kolumnis, peneliti pemilu, dan penulis buku. Dalam hal kepemiluan Indonesia, dia sebenarnya juga bukan pribadi yang asing lagi. Dia sudah terlibat di pemilu ketika menjadi Anggota Panwaslu (Bawaslu RI) pada 2004 lalu lewat jalur jurnalis.

Selain berkecimpung di kepemiluan Didik memang merupakan salah seorang insan pers dan juga memiliki latar belakang jurnalisme yang mumpuni. Didik pernah memegang jabatan pimpinan di salah satu media nasional.

Setelah menyelesaikan tugasnya di Panwaslu, Didik bersama rekan mantan Panwaslu 2004 mendirikan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) debagai bentuk kecintaannya terhadap kepemiluan.

Lewat jurnalisme dan aktivis kepemiluan Didik banyak mengulik dan mengulas berbagai pemahaman dan wawasan tentang kepemiluan dan sistem demokrasi. Bahkan di mata aktivis yang selalu berkecimpung dalam keilmuan sistem demokrasi Indonesia, dia dianggap seorang teknokrat di bidang pemilu.

Hal itu tentu bukannya tidak beralasan karena Didik selalu membagikan pemahamannya tentang kepemiluan seperti Indonesia sebagai negara demokrasi harus terus mengupayakan penyelenggaraan pemilu yang mampu menampung kebebasan rakyat dan menjaga kedaulatan rakyat.

Didik biasa membagi pembahasan pemilu ke dalam empat aspek yakni soal sistem, manajemen penyelenggaraan, hukum dan penegakannya dan yang terakhir terkait aktor. Wawasan-wawasan kepemiluan itu dia tuangkan ke dalam banyak tulisan, artikel dan juga sejumlah buku yang bisa diakses sebagai referensi untuk menambah pengetahuan tentang sistem demokrasi Indonesia.

Menjadi Anggota DKPP, Didik Supriyanto menginginkan lembaga yang dipimpinnya ke depannya tidak menjadi momok bagi penyelenggara pemilu lain.

“Saya tidak mau DKPP ini menjadi momoknya penyelenggara pemilu yang lain, biasanya kalau momok ya seperti itu, maju sedikit biar kelihatan gagah dan galak, itu kan celaka,” kata dia.

Bagi dia secara umum undang-undang telah mengatur bahwa tugas penanganan perkara DKPP bersifat pasif. Kemudian, DKPP tidak punya intensi harus menyelidiki perkara yang tidak menjadi aduan dari para pengadu.

Meskipun sudah ada aturannya, potensi tindakan yang akan menjadi momok bagi penyelenggara pemilu lainnya, yakni berbuat melebihi kewenangan yang telah ditentukan tetap bisa saja terjadi.

Tindakan melebihi wewenang yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan itu menurut dia bisa membuat celaka banyak orang, dan itu harus dihindari.

“Orang yang tidak berbuat jahat dianggap dan dinilai berbuat jahat sehingga dikasih hukuman yang setimpal dengan dugaan kejahatan, itu kan merusak masa depan orang, tidak boleh seperti itu,” katanya.

Berkaca dari pengalamannya di Dewan Pers, menurut Didik, sidang etik seharusnya tidak berat dan bisa dilakukan lebih santai jika dibandingkan dengan persidangan lembaga peradilan lain.

“Sejauh yang saya rasakan di tempat lain ya, saya dulu aktif di dewan pers, proses persidangan di dewan etik itu tidak berat-berat amat, banyak diskusi, lontaran adu bukti bisa di manajemen dengan santai, berbeda dengan lembaga peradilan yang terjebak formalisme,” ujarnya.

Di ujung tulisan ini, Didik pun meminta doa agar dapat menjalankan amanah itu dengan baik.

“Minta doanya semoga amanah,” kata Didik yang juga mantan Pimred merdeka.com dan ketua Perludem ini.

Biodata

Nama                           : Didik Supriyanto
Tempat Tanggal Lahir  : Tuban 6 Juli 1966
Jabatan                                    : Anggota DKPP dengan masa bakti 2017-2022

Pendidikan

Fisipol Universitas Gadjah Mada
Organisasi
Anggota Panwaslu (Bawaslu RI) pada 2004
Mendirikan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)