Edi Priyanto

Ketua RT 23 RW 07 Kelurahan Sekardangan, Sidoarjo. 

Inovasi Cerdas dari Pak RT

Edi Priyanto sukses merangkul warga untuk bergerak dengan sukarela. Selain membuat kampungnya menjadi siskamling terbaik di Sidoarjo, Ketua RT 23 RW 07 Kelurahan Sekardangan, Kecamatan Sidoarjo juga menjadi role model dalam pengelolaan sampah, yang dikenal dengan nama Kampung Edukasi Sampah.  

Memasuki kawasan RT 23, RW 07, Kelurahan Sekardangan, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo sangat berbeda. Jalanan tampak bersih, asri, hijau, dan di sejumlah rumah terdapat tong sampah, serta aneka tanaman hidroponik.

Rupanya kawasan yang masuk perumahan Pesona Sekar Gading, Sidoardjo itu telah menerapkan zero waste atau bebas sampah. Selama tiga tahun menerapkan sistem zero waste, kampung tersebut mampu menekan sampah rumah tangga dari 2 kg per hari menjadi 500 gram per hari.

“Sebenarnya kalau benar-benar zero, sepertinya kami belum bisa. Tapi tujuan kami mengurangi sampah” kata Edi Priyanto ketua RT 23/ RW 7 Sekardangan, saat bercincang dengan tokohinspiratif.id melalui sambungan telepon pada 29 November 2018.

Di kampung ini, warga mengelola sampah menjadi tiga bagian. Tiap bagian ditempatkan di tiga tempat yang berbeda. Tiap tempat diberi warna sebagai identitas, seperti tempat sampah hijau berarti untuk sampah organik, kuning untuk sampah non organik dan merah untuk sampah bahan berbahaya beracun (B3).

Sampah organik dikelola menjadi pupuk kompos. Alat untuk mengelola bisa menggunakan salah satu dari dua alat, yaitu Tong Takakura dan Tong Aerob. Tong Takakura terbuat tong biasa, ember bekas cat, atau timba plastik tak terpakai yang diberi lubang. Sedangkan tong aerob digunakan untuk mengelola sampah organik basah dalam jumlah besar. Di kampung ini, setidaknya telah terdapat delapan tong aerob yang ditaruh di sisi pojok kampung.

Kompos padat dipanen setelah didiamkan selama satu bulan. Setiap tong sampah bisa menghasilkan 20 kg kompos untuk tong Takakura dan 40 kg untuk Aerob. Selain dimanfaatkan sendiri oleh warga, pupuk ini dijual seharga Rp 5.000 per bungkus berisi 2,5 kg kompos.

Tak hanya pupuk padat, warga RT 23 juga memproduksi pupuk cair. Pupuk jenis ini berasal dari sisa-sisa ikan, buah, daging yang kemudian diblender dan dicampur tetes tebu. Kompos cair dijual seharga Rp 20 ribu per botol ukuran 600 ml.

Bagaimana dengan sampah non organik? Sampah non organik juga dikelola dengan baik. Setiap warga menjual ke bank sampah dan sisanya untuk buah tangan, semisal baju, rompi, pot dan aneka produk lainnya.
Untuk menjadikan kampung edukasi sampah, Edi mengaku membutuhkan waktu selama dua tahun. “Ini tahun ketiga. Awalnya cuma ada tiga kader, sekarang sudah ada 35 kader yang membantu,” ucapnya.

Waktu berjalan, inovasi pengelolaan sampah di RT 23 Kelurahan Sekardangan makin berkembang. Yang menarik, di Kampung Edukasi Sampah ini pembayaran iuran rutin warga berasal dari tabungan sampah yang dikumpulkan. Bahkan, bila uang tabungan sampah berlebih, tiap menjelang lebaran uang tersebut dibagikan.

“Di kampung kami tidak lagi menggunakan uang untuk pembayaran iuran rutin warga, namun dapat dilakukan dengan menyetorkan sampah terpilah seperti botol minuman, plastik, kertas dan kardus, dan lainnya,” kata Edi Priyanto.

Mengapa Edy begitu serius mengurusi sampah? Berbagai studi ilmiah menyebutkan bahwa dibutuhkan waktu selama 200 hingga 1.000 tahun agar sampah plastik bisa terurai. Sedangkan sampah jenis pempers/popok membutuhkan 550 tahun untuk bisa terurai. Sampah botol memerlukan waktu untuk terurai sekitar 450 tahun.

“Hal inilah yang menjadi fokus kami di kampung ini. Oleh karena itu, sampah yang ada di sekitar kampung kami pilah dan diolah dengan sebaik-baiknya,” kata Edi yang juga sukses mengajak warga mengembangkan budidaya hidroponik.

Kawasan perumahan seluas 4,5 hektar di pusat Kota Sidoarjo ini juga menjadi percontohan bagi kampung lainnya, dan termasuk kampung terinovatif dalam program Sidoarjo Bersih dan Hijau (SBH) tahun 2017-2018.

Untuk urusan mencegah banjir, Edi memiliki strategi sederhana namun jitu. Yakni dengan membuat sumur resapan yang dibuat di berbagai sudut kampung. Edi mengatakan, pembuatan sumur resapan sangat efektif karena mengurangi air dengan cepat, sehingga kampung tidak sampai banjir.

“Saat ini ada sekitar lima sumur resapan dan 38 biopori di sudut-sudut kampung. Alhamdulillah saat ini tidak sampai satu jam genangan air akan surut,” katanya.

Selain mudah, pemasangan sumur resapan seperti ini hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 150 ribu untuk satu sumur. Jadi kampung ini hanya mengeluarkan uang Rp 750 ribu untuk lima buah sumur resapan. “Satu sumur hanya membutuhkan biaya sekitar 150 ribu jadi tinggal mengalikan lima. Biayanya dari uang jimpitan warga yang dikumpulkan setiap hari Jumat,” tambah Edi.

Selain dapat mengurangi genangan air, lubang di dalam sumur resapan juga dapat dijadikan tempat menyimpan daun-daun kering untuk nantinya dapat dijadikan kompos. “Di dalam sumur ini kami isi dengan daun-daun kering yang mana nantinya setelah 2-3 bulan daun daun tersebut akan kami jadikan pupuk kompos,” tuturnya sembari berharap metode serupa juga bisa diterapkan di kampung atau perumahan lain untuk mengurangi genangan air agar terhindar banjir.

Bila setiap RT bisa menerapkan minimal tiga sumur resapan dipasang, katanya, maka permasalahan banjir ataupun genangan yang seringkali terjadi di jalan jalan kampung atau perumahan dapat segera teratasi.

Kampung Edukasi Sampah ini kian lengkap setelah tertanam beberapa Closed Circuit Televisi (CCTV) yang membuat kampung lebih aman. “Kita bisa mengakses melalui gawai masing-masing warga, gak perlu monitor,” terangnya.

Adalah aplikasi sederhana bernama SIKARA, kepanjangan dari Sistem Keamanan Warga. Aplikasi berbasis sistem operasi android ini dipakai warga untuk memudahkan pengawasan dan keamanan kampungnya, selain tetap aktif melakukan ronda siskamling.

“Kegiatan ronda siskamling kami galakkan bukan sekedar jaga namun dijadikan ajang untuk bersosialisasi dan berkomunikasi antarwarga, sehingga hubungan semakin erat. Warga juga akan saling menjaga,” terang Edy.

Lantas bagaimana cara kerjanya sistem ini? Edi memaparkan, setiap warga mengunduh aplikasi SIKARA ini di ponsel masing-masing. Di aplikasi ini terdapat ‘panic button’.

“Ketika warga mencurigai adanya penyusupan, pencurian, perampokan; warga sakit mendadak; warga meninggal dunia; atau terjadi insiden selanjutnya warga akan memberitahukan warga lain dengan pencet tombol ‘Panic Button’ pada menu SIKARA,” papar Edi.

Secara otomatis, alarm akan berbunyi di seluruh ponsel warga. Alarm ini disertai notifikasi berupa nama warga, alamat dan lokasi di mana ia menekan tombol.

“Alarm yang berbunyi dikirimkan melalui sinyal bluetooth ke amplifier dan terhubung ke speaker yang berada di lingkungan RT 23. Warga segera mendatangi lokasi atau mengejar pelaku sesuai pantauan CCTV,” tambah Edi.

Warga juga bisa langsung melihat pantauan CCTV dari ponsel masing-masing untuk mengetahui apabila ada orang atau kegiatan yang patut dicurigai. Menurut pengakuan Edi, total ada 8 CCTV yang dipasang di seluruh wilayah RT dengan dana swadaya dari warga.

Selain kamera pantau CCTV, guna memudahkan memberikan informasi langsung yang sifatnya spontan dan kegiatan warga, setiap sudut kampung juga telah terpasang speaker atau pengeras suara.

Warga RT23 Kelurahan Sekardangan pantas berbangga. Inovasi cerdas ini mendapatkan penghargaan dari Kapolresta Sidoarjo, Kombes Pol Himawan Bayu Aji. Penghargaan tersebut disampaikan pada peringatan HUT Bhayangkara ke-72 di Polresta Sidoarjo, Rabu 11 Juli 2018.

Sejalan dengan kegiatan ronda dan jaga Siskamling warga, Edi juga telah membuat program bernama jimpitan receh. Jadi, uang receh setiap rumah dikumpulkan dalam sebuah toples yang telah disediakan. Uang receh tersebut diambil setiap Jumat malam oleh warga yang melakukan tugas jaga Siskamling.

“Alhamdulillah setiap bulan kami dapat kumpulkan 700-800 ribu, yang kemudian bisa kami pergunakan untuk perbaikan kualitas lingkungan tanpa harus membebankan warga dengan kenaikan iuran bulanan,” urainya.

Merangkul warga adalah kepiawaian bapak dua anak ini. Tak terbatas pada kalangan dewasa, anak-anak pun bisa berkumpul bersama melakukan kegiatan-kegiatan positif. Edi ingin anak-anak di era digital ini tetap harus menjunjung tinggi dan melestarikan kebudayaan. Mereka diarahkan pada kegiatan permainan tradisional, remaja karang taruna diisi dengan kegiatan yang positif.

“Seperti engklek, gobak sodor, boi-boian, ular tangga, mini sepakbola dan bulutangkis, untuk mengurangi ketergantungan pada gadget dan televisi. Kegiatan positifnya dengan secara rutin dilakukan olahraga seperti basket, tenis meja serta olahraga beladiri seperti, karate dan taekwondo,” terang Edi.

Lagi lagi respon warga sangat luar biasa. Anak-anak kampung Sekardangan tak lagi menjadi generasi menunduk karena kebanyakan bermain gim di gawai dan menatap layar kaca televisi. Mereka kini lebih menyukai bemain bersama teman-teman sebayanya di halaman.

“Sekarang tiap sore halaman kompleks kami ramai oleh anak-anak yang bermain dengan aneka permainan yang kami siapkan, bahkan ada anak-anak dari kampung sebelah yang ikut gabung. Mereka ingin diajari main engklek,” kata Edi sambil terkekeh.

Pria kelahiran Klaten 23 Oktober 1976 ini mengaku sangat bersyukur atas hasil manis dari jerih payahnya bersama warga sejak terpilih menjadi ketua rukun tetangga, tiga tahun silam hingga sekarang. Meski harus membagi waktu antara kesibukan di kantor dan mengurus warga, Edi tetap bersemangat untuk menebarkan semangat positif kepada sesama.

“Menjadi ketua RT adalah amanah, dan ini kerja sosial. Saya bersyukur, sekarang warga di kampung kami makin guyub dan mempunyai rasa solidaritas tinggi,” ungkap lulusan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ini.

Kini, tak hanya warga Perumahan Pesona Sekar Gading atau kelurahan Sekardangan saja mengadopsi teknologi pengelolaan sampah dan pembuatan sumur resapan untuk mengatasi banjir, warga kelurahan lain dan bahkan kabupaten lain makin banyak yang melakukan studi banding di kampung edukasi ini.

Tiap akhir pekan, Edi juga tak pernah sepi dari undangan dari berbagai masyarakat untuk memberikan motivasi, sosialisasi, dan berbagi kisah sukses tentang pengelolaan sampah dan ilmu merangkul warga. Bahkan dia juga diminta oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo untuk memberikan motivasi dan pendampingan warga di daerah lain.

“Kebanyakan mereka selalu mengeluhkan soal keterbatasan dana yang menjadi penghalang. Itu mental block yang sering dijumpai. Kedua, bagaimana bisa konsisten. Ketiga, bagaimana menggerakkan warga. Intinya, kami memotivasi mereka bahwa kami juga mempunyai keterbatasan yang sama tapi kami bisa mengatasi, mestinya yang lain juga bisa.”

Untuk diketahui, Edi yang menyandang gelar magister manajemen pengembangan Sumber Daya Manusia ini memiliki pengalaman melakukan berberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat di beberapa tempat. Antara lain pendampingan di Kampung Lawas Maspati, revitalisasi kampung bekas lokasisasi Dolly (keduanya di Kota Surabaya), pendapingan masyarakat Pantai Ngliyep Malang, dan beberapa tempat lain.

“Kampung Lawas Maspati kini menjadi salah satu destinasi wisata di Surabaya. Inilah yang membuat saya tertantang untuk menerapkan pengalaman itu di tempat tinggal saya. Saya bisa bantu kampung lain, masa gak bisa bantu di tempat sendiri,” ucap Edi yang bekerja di sebuah BUMN di Surabaya.

Kini, satu harapan Edi, virus-virus kebaikan di lingkungan tinggalnya bisa disebarluaskan dan semakin banyak masyarakat yang mengadopsi kisah sukses RT 23 Kelurahan Sekardangan.

“Kami berharap ketika kami ditetapkan sebagai kampung edukasi, akan makin banyak orang datang ke tempat kami tidak hanya untuk melihat dan belajar, tapi kami konsern untuk membantu mereka bisa mewujudkan seperti kampung yang kami tinggali.”

Satu hal, pantang baginya memasang tarif untuk kerja sosial ini. Karena, tegasnya, “ini bukan komersial. Semakin banyak yang tertarik berminat dan mencotoh apa yang telah kami lakukan di sini akan semakin baik. Kalau hanya berhenti di kami, itu manfaatnya hanya untuk kami,” pungkas Edi.

 

Riwayat Hidup

 

Biodata

Nama                                                    : Edi Priyanto

Tempat Tanggal Lahir                        : Klaten, 23 Oktober 1976

Alamat                                        : Perumahan Pesona Sekar Gading EE.03 RT.23 RW.07 Kelurahan Sekardangan, Kec. Sidoarjo, Kab. Sidoarjo

Pekerjaan                                              : Karyawan BUMN (PT Pelindo III Surabaya)

Hobby                                                    : Bersepeda

Istri                                                         : Endah Irmayanti

Anak                                                       : (1) Fella SifaAshilah (2) HaikalAthaFahreza

 

Pendidikan

D3 Hygiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja

S1 KesehatanMasyarakat

S2 Magister Manajemen – SDM

 

Penghargaan

  1. Presenter Terbaik Program Pengelolaan Lingkungan Sidoarjo 2018
  2. KampungTerinovatif Kabupaten Sidoarjo 2018
  3. Program Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) Terbaik Polresta Sidoarjo 2018
  4. Desain Kreasi Gapura Asian Games 2018 Terbaik Provinsi JawaTimur
  5. Juara Hiburan Kreasi Gapura Asian Games 2018 Tingkat Nasional
  6. Juara I Kompetisi Hidroponik Sidoarjo 2018 #