Perajin anyaman bambu di Garut, Bogor, dan Bantul menjadi bukti bahwa kerajinan anyaman bambu mampu bertahan dan memiliki pembeli setia di tengah serbuan benda-benda plastik yang harganya lebih murah.

Bambu merupakan salah satu tanaman tropis yang banyak ditemukan di Indonesia. Bambu dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai keperluan sandang, pangan, dan papan.

Sebagai pangan, bambu muda (rebung) bisa digunakan untuk bahan dasar sayur yang lezat. Bambu juga bisa dimanfaatkan dalam pembuatan rumah hunian, sehingga mampu menunjang kehidupan manusia dari segi papan. Selain itu, bambu pun dapat diolah (dengan menganyam) menjadi beraneka wadah, hiasan, dan aneka kebutuhan sandang yang lainnya.

Hasil anyaman dari bambu tidak sekadar memiliki fungsi praktis, tapi juga fungsi estetis. Kerajinan anyaman yang dihasilkan pun bukan sekadar barang, tapi juga mampu menjadi pemanis mata yang bernilai seni dan indah.

Salah satu perajin anyaman bambu yang masih bertahan dari gempuran zaman adalah nenek Fatimah, 63 tahun. Mendapatkan warisan ilmu dari leluhurnya, warga Kampung Cijatun, Desa Selaawi, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut, ini bahkan telah menjadi perajin anyaman bambu sejak tahun 1965, saat dia masih remaja.

Nenek Fatimah dan sebagian besar warga Kampung Cijatun masih tetap ajeg berkarya hingga kini. Produk mereka masih menjadi pilihan warga, terutama di tengah derasnya ancaman produk plastik asal Tiongkok.

Melimpahnya potensi bambu tali atau bambu ikat di wilayah Selaawi, mendorong masyarakat menekuni usaha dari tanaman berbangsa bambuseae itu dengan telaten. Setidaknya ada lebih dari 50 jenis kerajinan bambu yang dibuat. Mulai dari peralatan untuk kebutuhan rumah tangga, seperti boboko, nyiru, ayakan, tolombong, tampir, wide, reng, jodang, cotong, hingga cetok atau yang dikenal dengan caping, sebuah topi penutup kepala dengan ukuran besar dan lainnya, dengan mudah ditemukan di masyarakat.

Pangsa pasar untuk kerajinan anyaman bambu juga tetap terjaga di tengah gempuran produk berbahan plastik yang harganya terkadang jauh lebih murah. Selain pangsa pasar lokal Garut dan Jawa Barat, penyebaran hasil kerajinan tangan anyaman bambu dari Selaawi pun, mulai merambah kawasan Sumatera dengan tujuan utama rumah makan tradisional.

Menembus pasar dunia

Cerita meggembirakan datang dari Desa Gobang, Kecamatan Rumpin, Bogor, Jawa Barat, dan Bantul, Yogyakarta. Perajin anyaman bambu di dua daerah ini mampu menembus pasar Amerika dan Eropa untuk produk-produk anyaman bambu mereka.

Cipta Karya merupakan salah atu UMKM industri kreatif yang bertempat di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. UMKM ini menggunakan bambu hitam sebagai bahan baku utama dalam membuat kriya, hal ini dikarenakan bambu hitam tumbuh subur dan mudah ditemui di daerah Jawa Barat.

Selain itu, sifatnya yang elastis memudahkan pengrajin untuk berkreasi membuat kriya. Walaupun elastis, bambu hitam ini memiliki sifat yang kuat, tidak mudah patah ataupun rapuh. Faktor inilah yang menjadikan bambu hitam sebagai bahan baku yang ideal untuk kerajinan tangan.

UMKM Cipta Karya yang dibina oleh Saepudin ini telah menghasilkan banyak kerajinan tangan khas Rumpin, seperti parcel, seserahan, lampu hias, tempat buah, hingga tudung saji. Semua karya yang dihasilkan murni berasal dari pengrajin yang bertempat tinggal di Desa Gobang.

UMKM ini memberdayakan warga sekitar untuk membuat pola anyaman yang nantinya akan dibentuk menjadi produk kriya. Pembuatan kriya dilakukan di bengkel UMKM sedangkan warga sekitar hanya membuat pola anyamannya saja di rumah masing-masing. Seluruhnya dikerjakan dengan sederhana menggunakan tangan tanpa menggunakan mesin.

Meskipun begitu, UMKM Cipta Karya menetapkan standar tertentu agar kualitas hasil kerajinan tangannya terjamin baik dan lulus uji ekspor. Terbukti, kriya buatan mereka sudah diekspor ke berbagai negara di dunia, terutama Amerika.

Setiap tahun UMKM Cipta Karya mengirimkan hasil kerajinan bambu tangan khas Rumpin sebanyak 400 buah ke Amerika. Motif anyaman yang diminta berbeda setiap tahunnya, hal ini menuntut kreatifitas para pengrajin. Walaupun begitu, hasil kriya UMKM Cipta Karya ini tetap memiliki ke-khasannya sendiri yang tidak ditemui di daerah lain. Harga yang dibanderol untuk setiap hasil kriya pun berbeda-beda, mulai dari tujuh puluh lima ribuh rupiah sampai dengan ratusan ribu rupiah.

Sedangkan di Bantul, Yogyakarta, anyaman bambu yang dibuat oleh para perajin anyaman bambu di Desa Munthuk, Kecamatan Dlingo, telah menembus pasar Eropa, atau Amerika Serikat, dan Jepang.

Di desa yang asri ini, membuat anyaman bambu menjadi pekerajaan sehari-hari warga secara turun temurun. Namun masyarakat tidak hanya terpaku pada pembuatan anyaman bambu melainkan juga membuat inovasi lain berupa bakul, tampah, rantang, gelas yang terbuat dari bambu, vas bunga, lampu hias, dan aneka souvenir. Semua hasil kerajinan anyaman bambu masyarakat dipajang di galeri bernama Muntuk Bamboo Art Space.

“Menganyam bambu menjadi tradisi turun-temurun sehingga saat ini terus dilestarikan dan dijaga. Apalagi olahan bambu ini kan menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat,” ujar pengelola Muntuk Bamboo Art Space, Saiful Mizan.

Saiful mengatakan bahwa saat ini di Desa Muntuk terdapat lebih dari 100 kepala keluarga yang menjadi pengrajin anyaman bambu. Untuk penjualan, Saiful mengatakan masing-masing pengrajin menggunakan sistem penjualan yang berbeda-beda.

“Ada yang dijual di showroom di pinggir jalan, ada juga yang langsung dijual ke kota-kota besar,” ungkapnya.

Saiful mengatakan, penjualan kerajinan anyaman bambu banyak dijual ke Jakarta, Bandung, Bali, dan Sumatera. Sedangkan ekspor, pengrajin bekerja sama dengan perusahaan eksportir untuk mengurus penjualan ke mancanegara.

Saiful mengatakan produk Bambu Muntuk paling banyak di ekspor ke Amerika, Jerman dan Eropa.

Perajin anyaman bambu di Garut, Bogor, dan Bantul menjadi bukti bahwa kerajinan anyaman bambu mampu bertahan dan memiliki pembeli setia di tengah serbuan benda-benda plastik yang harganya lebih murah. Namun demikian, diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar kerajinan anyaman bambu dapat terus bertahan dan berkembang. Selain merupakan hasil kerajinan tradisional masyarakat Indonesia, dibanding benda-benda plastik, anyaman bambu sangat ramah lingkungan.#