Anggota “Mahkamah Agung Facebook” dari Indonesia
Di jajaran Dewan Pengawas Facebook, Endy Bayuni akan bergabung dengan 19 anggota dewan lainnya dari 27 negara, termasuk jurnalis, mantan hakim, dan aktivis hak asasi manusia.
TOKOHINSPIRATIF.ID – Bulan lalu, tepatnya pekan pertama Mei 2020, Facebook memperkenalkan tim Oversight Board, atau dewan pengawas independen yang dibuat untuk mengawasi konten di Facebook dan Instagram.
Dewan independen yang dijuluki sebagai “Mahkamah Agung Facebook” ini berhak memveto alias membatalkan keputusan perusahaan soal konten mana yang dibolehkan, sekalipun keputusan dibuat oleh pendiri sekaligus CEO Facebook, Mark Zuckerberg.
Ada 20 orang dari berbagai negara yang masuk daftar tersebut, salah satunya adalah nama yang tidak asing di dunia jurnalistik Tanah Air, ialah Endy M Bayuni.
Endy Bayuni dipilih karena kiprahnya di dunia jurnalistik. Selain itu, ia juga merupakan seorang pengguna yang rajin mengakses Facebook.
Sebagai pengguna Facebook, Endy sendiri mengaku platform buatan Mark Zuckerberg itu banyak manfaatnya. Namun, ia mengatakan bahwa konten yang tersiar di dalamnya perlu diawasi agar seimbang dan tidak menyimpang.
“Kita perlu melindungi hak asasi manusia, tetapi pada saat bersamaan, kita juga tidak bisa membiarkan hak tersebut dipakai untuk pelecehan dan kekerasan,” tutur Endy.
“Sebagai anggota dari Oversight Board, saya harap saya bisa membantu untuk menyeimbangkan masalah tersebut,” tambah Endy.
Endy bakal bergabung dengan 19 anggota lain yang berasal dari 27 negara di seluruh dunia yang berasal dari beragam latar belakang, mulai dari jurnalistik seperti Endy, mantan hakim pengadilan, hingga beberapa aktivis di bidang hak asasi manusia.
Sebagian dari mereka, yakni seperempat jumlah anggota dan dua dari empat ketua, berdomisili di Amerika Serikat yang merupakan “rumah” Facebook. Keempat ketua adalah mantan hakim federal daerah dan praktisi kebebasan agama di AS, Michael McConnell, ahli hukum Jamal Greene, pengacara asal Kolombia Catalina Botero-Marino, dan mantan Perdana Menteri Denmark, Helle Thorning-Schmidt.
Sementara, anggota dewan antara lain mantan hakim pengadilan Hak Asasi Manusia pengadilan Eropa, András Sajó, direktur eksekuti asosiasi asal Perancis, Internet Sans Frontières, Julie Owon.
Ada pula aktivis Yaman dan peraih Nobel Perdamaian, Tawakkol Karman, serta mantan editor Guardian, Alan Rusbridger, dan advokat hak digital asal Pakistan, Nighat Dad.
Dewan pengawas independen bentukan Facebook akan berfokus pada moderasi isu konten yang spesifik, antara lain mencakup ujaran kebencian, pelecehan, serta permasalahan keamanan masyarakat.
Ke depannya, Facebook mengonfirmasi bahwa anggota Oversight Board akan berjumlah sekitar 40 orang. Artinya, bakal ada tambahan 20 orang lagi yang dipilih Facebook untuk menyaring konten di platform bikinannya.
Sebagai informasi, pembentukan Oversight Board sempat dicanangkan oleh perintis Facebook, Mark Zuckerberg, pada awal Januari lalu, sebagai sebuah resolusi perusahaan pada tahun 2020. Tugas utama dari Oversight Board adalah memoderasi atau mengawasi konten yang tersiar di Facebook dan Instagram.
Nasib aneka konten yang dinilai membahayakan ini kemudian akan didiskusikan dan diputuskan oleh para anggota badan tersebut di dalam satu forum, dengan mekanisme bak “pengadilan tinggi”.
Adapun beberapa konten tersebut dinilai berdasarkan norma yang berlaku, seperti hak kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia tadi.
Menurut kepala urusan global Facebook, Nick Clegg, penunjukan anggota tidak semata dari latar belakang profesi atau penghargaan mereka yang mentereng. Namun ditekankan pada kredibilitas mereka.
Clegg mengatakan dewan pengawas Facebook akan mulai bekerja segera mungkin. Mereka akan mulai mengadakan sesi dengar kasus pada pertengahan tahun ini. Mereka akan menangani kasus banding yang diajukan pengguna terkait keputusan moderasi konten yang kontroversial.
Untuk awal-awal, mereka akan fokus pada konten yang dihapus dan targetnya hanya akan mengambil puluhan kasus saja. Rencananya, anggota dewan pengawas akan ditambahkan hingga menjadi 40 orang. Facebook disebut telah menyiapkan 130 juta dollar AS untuk mendanai operasional dewan pengawas independen selama setidaknya enam tahun.
***
Endy Mouzardi Bayuni atau yang akrab dikenal sebagai Endy Bayuni adalah editor senior dan mantan pemimpin redaksi The Jakarta Post. Menjadi jurnalis sejak 1983, Endy adalah anggota dewan redaksi The Jakarta Post dan menjabat sebagai pemimpin redaksi untuk dua periode terpisah: dari 2004 hingga 2010 dan 2016 hingga 2018.
Menurut informasi yang dikutip dari The Jakarta Post, Endy ikut mendirikan Association of Religion Journalis pada 2012 dan saat ini menjabat sebagai direktur eksekutif. Endy juga tercatat dalam daftar “The World’s 500 Most Influential Muslims” versi laman daring TheMuslim500.com pada November 2012.
Endy memastikan menjadi jurnalis adalah pilihan hidupnya. Baginya, profesi jurnalis sangatlah mulia. “Kita bisa mengabdi kepada masyarakat, jauh lebih baik dibadingkan dengan saya menjadi seorang bankir, atau misalnya mungkin jika saya bekerja di perusahaan minyak,” Endy dalam sebuah wawancara dengan Aditya Diveranta dilansir dari medium.com.
Semasa remaja, Endy berkesempatan mendapat pendidikan di luar negeri karena orangtua sekaligus menjalani penugasan. Dia pernah tinggal di Birma, Thailand, Argentina, dan Swiss, hingga akhirnya memutuskan tinggal di Inggris saat SMA dan melanjutkan kuliah di sana. Di negeri ratu Elizabeth ini, Endy tinggal bersama kakaknya.
“Saya memutuskan untuk tinggal di Inggris, karena saya tidak ingin belajar bahasa Prancis,” Endy yang menguasai bahasa Spanyol selain, tentu saja, bahasa Inggris yang menjadi keseharian komunikasinya.
Pilihan untuk bekerja sebagai jurnalis awalnya adalah sebuah kebetulan, katanya. Itu karena The Jakarta Post adalah yang pertama menjawab surat lamaran Endy. Setelah melalui tes dan proses wawancara, Endy bergabung tepat satu minggu setelah The Jakarta Post terbit.
Terbitan pertama The Jakarta Post terbit pada tanggal 25 April 1983, sedangkan Endy masuk pada 1 Mei 1983. “Saya tidak termasuk sebagai pendiri The Jakarta Post, tapi saya berada di The Jakarta Post seminggu sebelum harian pertama media ini terbit,” tuturnya.
Sempat menyelami pengalaman sebagai koreponden Reuters di Indonesia selama dua tahun, kemudian pindah ke kantor berita Perancis yakni Agence France-Presse (AFP) selama lima tahun, namun pada 1992, Endy memutuskan kembali ke The Jakarta Post dan membangun karir sebagai jurnalis di sini.
“Semua kembali pada periode awal saya masuk kembali ke sini,” kenangnya.
Pada 1991, Endy mulai bekerja sebagai redaktur malam, kemudian pindah menjadi redaktur nasional. Hingga pada 1996 dipercaya untuk menjadi redaktur pelaksana. Tidak berhenti sampai di situ, pada 2001 Endy diangkat dengan jabatan wakil pemimpin redaksi, sampai akhirnya naik menjadi pemimpin redaksi pada tahun 2004 sampai 2010.
“Sekarang saya sudah resmi pensiun dari The Jakarta Post, namun saya dikontrak kembali oleh The Jakarta Post sebagai Editor Senior.”
Kini, di jajaran Dewan Pengawas Facebook, Endy Bayuni akan bergabung dengan 19 anggota dewan lainnya dari 16 negara, termasuk jurnalis, mantan hakim, dan aktivis hak asasi manusia.
Sumber: thejakartapost.com, kompas.com, liputan6.com, medium.com