Ermanela

Gelora Penolakan Tambang dari Bumi Sundata

Gelora Penolakan Tambang dari Bumi Sundata

Menyadari dampak pertambangan yang sangat merugikan, Ermanela lantang menggelorakan penolakan izin tambang emas di kampung halamannya. Dengan bersusah payah dia mengetuk kesadaran warga dan menyadarkan kaum perempuan akan bahaya ekstraksi tambang. Kehilangan lahan sebagai sumber kehidupan dan massifnya perusakan lingkungan akibat penambangan menjadi alasan paling kuat.

 

Berpuluh tahun, masyarakat Jorong IV Salibawan, Kenagarian Sundata, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, sebagian besar mengisi hari-harinya sebagai petani. Mereka mengolah tanah pertanian sebagai mata pencarian dan sumber kehidupan. Tanah yang subur memberikan pengharapan. Tanaman para petani bisa dihandalkan karena panen yang berlimpah. Rupanya tanah di Jorong Salibawan tak hanya subur, di dalam perut tanah ditemukan kandungan emas yang sangat menjanjikan.

Petaka pun dimulai. Kegiatan bertanam yang sudah turun temurun itu terganggu ketika pemerintah daerah mengeluarkan izin. Proses perizinan PT. Anugrah Batu Hirang telah dimulai sejak tahun 2007 dengan dilakukannya musyawarah di Rumah Gadang Sambahan Sundata. Musyawarah itu dihadiri oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Pasaman, Camat Lubuk Sikaping, Wali Nagari Sundata, Seluruh Niniak Mamak Nagari Sundata, Seluruh Kepala Jorong Nagari Sundata, Pemuka Masyarakat, dan Ketua Pemuda Se- Nagari Sundata. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa adanya dukungan terhadap pertambangan yang akan dilakukan oleh PT Anugrah Batu Hirang di Jorong Sundata.

Kemudian pada tanggal 3 Mei 2010 melalui SK Bupati Kabupaten Pasaman Nomor 188.45/441/BUP-PAS/2010 secara resmi mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Anugrah Batu Hirang untuk melakukan eksplorasi seluas 4.040,78 hektar. Akan tetapi melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 544-447-2015 terjadi penciutan terhadap luasan eksplorasi PT. Anugrah Batu Hirang menjadi 3.510 hektar dan secara berkala perusahaan tersebut akan mengurus proses peningkatan ke tahapan Operasi Produksi.

Sesungguhnya, keluarnya perizinan melakukan penambangan yang dikantongi PT Anugrah Batu Hirang tak semulus klaim perusahaan tersebut. Izin pemerintah daerah secara administratif diketegorikan pada izin non clean and clear. Bahkan, berdasarkan Pengumuman Dirjen MINERBA Nomor 1279.Pm/04/DJB/2017 tentang Daftar IUP Non Clear and Clean, yang telah direkomendasikan oleh Gubernur/Pejabat Berwenang hingga Juni 2017, disebabkan tidak terpenuhinya aspek kewilayahan, aspek keuangan, aspek teknologi dan aspek lingkungannya sehingga direkomendasikan untuk dilakukan pencabutan izinnya.

Selidik punya selidik, berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat Nomor 522.1/119/sckr-2016, ternyata PT. Anugerah Batu Hirang tidak mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Padahal, izin ini merupakan suatu persyaratan wajib jika melakukan kegiatan Non-Kehutanan yang berada di Kawasan Hutan Lindung.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pengunaan kawasan hutan tanpa izin dikategorikan  sebagai salah satu kegiatan perusakan hutan dan pengunaan kawasan hutan secara tidak sah sesuai pasal 89 Ayat (2) huruf a. Koorporasi yang melakukan kegiatan pertambangan didalam kawasan hutan tanpa izin menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat delapan tahun dan paling lama dua puluh tahun serta denda paling sedikit dua puluh miliar rupiah dan paling banyak lima puluh miliar rupiah.

Ternyata, antara pemerintah daerah Kabupaten Pasaman dengan warganya tidak memiliki kemauan yang sama. Di satu sisi, pemerintah daerah membuka pintu lebar-lebar untuk membuka tambang, namun tidak demikian dengan masyarakat Jorong IV Salibawan. Warga tetap ingin mempertahankan areal pertanian yang telah turun temurun menjadi tulang punggung ekonomi keluarga mereka. Karena itulah warga memprotes keberadaan perusahaan tambang emas di kampung halaman mereka. Uniknya, protes tidak hanya dilakukan oleh pemilik tanah yang lahannya harus diratakan untuk tambang, tetapi juga masyarakat lain yang kehidupannya mulai terusik oleh aktifitas perusahaan tersebut.

Ermanela menjadi bagian dari anggota masyarakat yang berjuang untuk penolakan tambang di Kabupaten Pasaman. Dia adalah satu dari banyak perempuan di wilayah itu yang bahu membahu bersama kaum laki-laki berjuang mempertahankan tanahnya yang menjadi ruang hidup mereka dari rencana pertambangan emas.

Keseharian Ermanela adalah sebagai seorang guru di salah satu sekolah negeri di Kabupaten Pasaman. Namun, di tengah kesibukannya mengajar, Ermanela juga aktif terlibat dalam berbagai kegiatan sosial ditempat tinggalnya. “Nah, ketika isu tambang muncul di wilayah saya, itu menjadi salah satu isu yang membuat saya kembali bersuara. Karena banyak hal yang perlu dilakukan menyikapi persoalan tambang ini,” ujarnya.

Masyarakat menilai selama ini proses terkait dengan pertambangan tidak memiliki kejelasan, masyarakat tidak dilibatkan dalam prosesnya. Padahal yang akan terkena dampak adalah masyarakat di sekitar pertambangan itu sendiri. Dan masyarakat pun menilai keberadaan tambang juga akan memberikan dampak negatif bagi mereka. Terbayang bahaya yang akan terjadi seperti tanah longsor, pencemaran lingkungan dan sungai, kehilangan mata pencaharian karena izin pertambangan berada di wilayah pertanian dan perladangan masyarakat. Selain itu, masyarakat juga tidka mendapat informasi yang jelas mengenai perusahaan tambang tersebut.

Karena Ermanela dan warga sempat mengajukan permintaan data terkait dengan PT. Anugrah Batu Hirang ke dinas terkait. Akan tetapi permintaan tersebut tidak direspon. Berdasarkan hal itu, lahirlah inisiatif untuk melakukan sengketa informasi ke Komisi Informasi (KI) Sumatera Barat. Dalam hal ini, Ermanela sebagai inisiator dan dilakukan oleh beberapa pemuda sebagai pemohon. Disamping itu juga dilakukan beberapa pertemuan baik secara informal maupun formal dalam gerakan penolakan tambang.

Masyarakat sangat bersyukur, selain langkah-langkah yang telah ditetapkan, semangat semakin bertambah karena proses advokasi juga didukung oleh Perkumpulan Qbar. Mereka memberikan pemahaman mengenai pertambangan dan proses perizinan pertambangan serta membantu dalam advokasi penolakan tambang.

Meski semua rencana telah tersusun, namun bukan perkara mudah untuk bisa memperjuangkan keinginan masyarakat. Strategi pun disusun untuk mewujudkan harapan mereka. “Strategi apa yang kami bangun? Pada awalnya adalah melakukan musyawarah dengan masyarakat di Jorong. Pada pertemuan tersebut dilakukan pernyataan penolakan terhadap perusahaan tambang ini. Kemudian kami membuat surat penolakan yang ditandatangani oleh hampir semua  masyarakat Jorong yang ada di kampung. Tak hanya itu, kami juga mengalang dukungan dari masyarakat di rantau,” urai Ermanela panjang lebar.

Setelah tandatangan penolakan terkumpul, atas inisiatif Persatuan Pemuda Salibawan, mereka meminta bantuan kepada WALHI Sumatera Barat. Dan pada akhirnya proses yang telah ditempuh selama ini dibantu oleh Qbar Padang.

Perjuangan yang dilakukan oleh Ermanela bersama masyarakat Jorong tak selalu mulus. Hambatan juga datang dari masyarakat itu sendiri. Ermanela merasakan adanya masyarakat yang bermuka dua. “Terkadang mereka menolak tambang tapi di sisi lain mereka juga berkoar-koar mendukung tambang. Orang-orang semacam ini yang payah kita hadapi,” kata Ermanela geram.

Di sisi lain, Ermanela merasakan begitu sulitnya membangkitkan semangat warga untuk bergerak. “Masyarakat sebenarnya menolak, tapi untuk melakukan diskusi secara bersama agak susah. Mungkin dikarenakan kesibukan masing-masing dan dampak dari pertambangan ini belum terlihat secara nyata.”

Lalu, bagaimana dengan dukungan kaum perempuan? Menjawab itu, Ermanela mengatakan saat ini sebagian besar perempuan di Salibawan memberikan dukungan kepada dirinya dan juga kelompok pejuang lainnya serta bersedia mendukung dan terlibat dalam perjuangan menolak tambang.

“Kalau perangkat Nagari masih pada posisi belum menyatakan sikap untuk menolak tambang, ini yang terus  saya dan anggota kelompok lainnya dorong. Meski belum menyatakan sikap, perangkat Nagari tidak menghalang-halangi langkah-langkah konsolidasi yang kami lakukan,” ujar Ermanela.

Yang melegakan Ermanela, secara budaya untuk menggerakan perempuan khususnya untuk melakukan perlawanan tidak ada halangan, sejauh mampu memberikan informasi dan pemahaman terkait pentingnya perjuangan dilakukan. Karena itulah Ermanela terus merangkul kaum ibu di kampung dengan memberikan pemahaman terkait dengan bahaya tambang jika beroperasi di kampung mereka. Ermanela juga membagikan cerita bagaimana ibu-ibu di wilayah lain harus kehilangan mata pencaharian, bahkan juga anak karena tambang.

Sesekali Ermanela pun menggelar kegiatan nonton bareng. Film yang diputar adalah film Teluk Buyat Dampak Pertambangan Emas PT. Newmont dan Samin VS Semen. Dalam film tergambar kondisi masyarakat di Buyat Minahasa itu yang terusir dari kampungnya karena tidak tahan lagi menanggung pencemaran dan penyakit yang timbul akibat aktifitas tambang emas PT. Newmont.

Bedah film ini diharapkan bisa membuka mata masyarakat, terutama kaum perempuan, terkait pilihan penolakan yang harus diambil. Jangan sampai kehadiran perusahaan tambang emas itu mencabik kedamaian bumi Sundata. “Kami menyadari film sebagai media komunikasi yang lebih mudah dipahami dan dapat mengundang banyak orang untuk hadir sekaligus memahami dampak besar dari pertambangan yang sudah terjadi di daerah orang, agar menjadi pelajaran bagi kita,” tukasnya.

Ermanela paham, perjuangan tak mudah. Tetapi, dia dan teman-teman seperjuangan juga masyarakat menggantung harapan tinggi. Mereka berharap kampong halaman mereka, Jorong IV Salibawan, terbebas dari segala bentuk kegiatan pertambangan.

Ermanela mengatakan, banyak hal yang membuat mereka tidak sepakat dengan tambang. Secara lingkungan akan berdampak, sungai akan tercemar, lalu lahan pertanian dan perkebunan pasti akan hilang.

“Kami lebih baik hidup dengan bertani daripada hidup sebagai penonton tambang yang hanya menikmati kerusakan wilayah kami. Oleh karena itu, kami menolak tambang!” tutupnya dengan tegas.

 

 

Riwayat Hidup

 

Nama                                       : Ermanela

Tempat, Tanggal Lahir             : Sundata, 25 Mei 1969

Jenis Kelamin                          : Perempuan

Pendidikan                               : S1 PAI

Pekerjaan                                 : Guru

Alamat                                     : Jorong IV Salibawan, NagariSundata, Kecamatan Lubuk Sikaping. Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat

Sektor yang diperjuangkan      : Tambang