Terbuat dari adonan pasir, semen, air dan limbah styrofoam, kelebihan genteng ini adalah lebih ringan dan diklaim cocok untuk dipakai di daerah rawan gempa. Mendapat medali emas di The iENA, Jerman.

Berangkat dari rasa prihatin karena banyaknya limbah styrofoam, membuat sekelompok mahasiswa kreatif dari Universitas Diponegoro menciptakan karya-karya inovatif dengan memanfaatkan limbah tersebut. Mereka adalah Yunnia Rahmandanni, Latifa Nida, Nurul Hidayah (Fakultas Sains dan Matematika), Ibadurrahman(Fakultas Teknik) dan Rifqi Rudwi (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan).

Dipandu Moh Nur Sholeh, seorang dosen muda Sekolah Vokasi Undip, mereka berhasil memenangkan medali emas dalam kompetisi International Trade Fair of Ideas, Penemuan dan Produk Baru (IENA) yang diadakan oleh lembaga internasional AFAG, di Nuremberg, Jerman, akhir tahun lalu.

Mereka berhasil menciptakan inovasi ramah lingkungan genteng berbasis limbah styrofoam. Ketua Tim Yunnia menjelaskan, proses pembuatan genteng berbasis styrofoam sebenarnya sama dengan genteng lainnya, yang menggunakan bahan semen dan pasir.

Namun, perbedaannya adalah dengan menambahkan styrofoam, yang ditumbuk menjadi biji-bijian kecil agar mudah berbaur dengan semen dan pasir.

“Gagasan tentang inovasi produk baru ini terinspirasi oleh kecemasan kami untuk melihat banyak limbah styrofoam. Dan kita tahu bahwa styrofoam tidak ramah lingkungan karena tidak terurai secara alami. Ini menginspirasi kami untuk membuat produk dengan memanfaatkan limbah styrofoam, karena biayanya murah bagi kami sebagai mahasiswa,” ujar mahasiswa semester 7 dari Fakultas Sains dan Matematika Undip, seperti dilansir dari website Undip.

Pembuatan genteng berbasis styrofoam dilakukan melalui pemrosesan berbasis sains dan dirancang agar tahan terhadap goncangan. Karena genteng buatan mereka beratnya lebih ringan dan ketahanannya lebih tinggi daripada genteng beton.

Tekanan rata-rata (Fc) 1,59 MPa, modulus elastisitas (Ec) 496 MPa, dan modulus ruture 0,6282 MPa, dan berat rata-rata 760 kg / m3.

”Penambahan styrofoam dilakukan dengan komposisi tertentu, untuk menghasilkan ubin ketahanan yang relatif ringan dan optimal. Sehingga dapat meminimalkan korban karena kerusakan atap akibat gempa,” kata Muh Nur Sholeh, penyelia, yang juga seorang dosen Teknik Mesin untuk Struktur Tahan Gempa di Sekolah Kejuruan Undip.

Genteng ramah lingkungan ini dapat menyerap limbah styrofoam sebanyak 5 kg / m2. ”Kami berasumsi bahwa sebuah rumah membutuhkan 40 m2 ubin, sehingga ubin yang inovatif dapat menyerap 200 kg limbah styrofoam untuk atap rumah,” imbuhnya.

Sementara itu, Dosen Pembimbing, Muhammad Nur Soleh mengungkapkan kesimpulan dari E-FAST adalah terciptanya sebuah produk genteng inovatif  yang mampu menjawab permasalahan penanganan limbah styrofoam. ”Selain itu juga bisa menjadi alternatif pilihan genteng rumah yang aman untuk daerah rawan gempa seperti Indonesia,” jelasnya. (dew)

Mendapat medali emas di The iENA

Berkat ide kreatifnya, genteng styrofoam meraih medali emas pada kontes International Trade Fair of Ideas, Invention, and New Product (The iENA) pada 1-4 November 2018 lalu di Nurenberg, Jerman.

Mahasiswa Universitas Diponegoro ini berhasil mengalahkan 800 peneliti dari 30 negara, seperti Jerman, Tiongkok, Korea Selatan, Swiss, Uni Emirat Arab, Amerika, dan Inggris.

“Salah satu kunci penilaian Genteng Styrofoam yang kami namakan ‘Environmental Friendly Anti-Earthquake Styrofoam Tile’ (E-FAST) adalah faktor ramah lingkungan,” ungkap Ibadurrahman.

Genteng ini juga dinilai ramah lingkungan karena mampu mendaur ulang limbah styrofoam.

Kemudian, jika genteng tanah liat pengeringannya dilakukan dengan cara dibakar, genteng styrofoam justru tidak bagus jika dibakar karena berisiko mencemari lingkungan.

Kelanjutan dari inovasi ini ialah Tim Genteng Styrofoam akan membuat genteng dengan bentuk lebih datar, futuristik, tipis, serta bisa diproduksi dalam jumlah besar.#