Dosen Departemen Mikrobiologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada

Inovator Bilik Swab dari Kampus Bulaksumur

Terinspirasi video petugas kesehatan di Korea Selatan yang sedang melakukan uji seka pasien di bilik, Jaka Widada berinovasi membuat peralatan yang melindungi tenaga kesehatan saat melakukan uji seka atau swab terhadap pasien terduga Corona Covid-19. Alat itu berupa bilik yang dilengkapi dengan HEPA filter. Inovasi yang sangat berharda di tengah pandemi Corona.

Semakin keras berusaha, semakin nikmat rasanya ketika berhasil. Boleh jadi semboyan itu yang menjadi pegangan Dr. Ir. Jaka Widada, MP.

Di tengah pandemi Covid-19, sosok  peraih google scholar terbanyak pada tahun 2018 di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) ini tetap bersemangat untuk berkarya.

Jaka baru-baru ini berinovasi membuat peralatan yang melindungi tenaga kesehatan saat melakukan uji seka atau swab terhadap pasien terduga Corona Covid-19. Alat itu berupa bilik yang dilengkapi dengan HEPA filter.

Bilik swab, demikian dosen Departemen Mikrobiologi Pertanian Fakultas Pertanian UGM ini menyebut karyanya.

“Tenaga kesehatan tidak perlu alat pelindung diri (APD) saat melakukan uji seka terhadap pasien dengan bilik ini,” ujarnya.

Menurut Jaka, tenaga medis akan lebih nyaman dengan keberadaan bilik ini. Sebab, mereka tidak perlu memakai baju hazmat yang berat dan panas dan cukup memakai masker.

Keberadaan bilik ini juga dapat mengurangi limbah alat medis serta menyiasati kekurangan perlengkapan medis sehingga dapat menjadi solusi bagi petugas kesehatan di tengah keterbatasan alat medis.

Bilik berukuran 90×90 sentimeter dengan tinggi dua meter itu terbuat dari bahan alumunium panel composit (APC) dengan ketebalan sekitar tiga milimeter. Bilik ini memiliki pintu pada bagian belakang dan depan dengan kaca setebal enam milimeter.

Di bagian depan terdapat dua lubang yang dipasangi sarung tangan panjang berstandar medis dilengkapi handscoon atau sarung tangan medis sekali pakai untuk tangan petugas kesehatan yang memeriksa pasien. Di bagian dalam bilik juga terdapat lampu pencahayaan dan blower. Selain itu, bilik dilengkapi dengan amplifier dengan speaker sebagai sarana berkomunikasi dengan pasien.

Desain bilik dinamis. Bilik dapat bergerak dengan empat roda di bawahnya.

“Dengan desain seperti itu memungkinkan bilik untuk pindah tempat dengan mudah dan dapat dipakai di berbagai tempat untuk membantu pemeriksaan pasien Corona Covid-19,” ucap dosen UGM yang meraih gelar doktor di Tokyo University ini.

Jaka membuat bilik ini terinspirasi video petugas kesehatan di Korea Selatan yang sedang melakukan uji seka pasien di bilik. Lalu, ia berdiskusi dengan sang istri, Camelia Herdini Widada, yang merupakan dokter spesialis THT dan terbiasa uji seka saat memeriksa pasien.

Latar belakang Jaka di bidang mikrobiologi membuatnya memiliki pengetahuan tentang bakteri, virus, serta ruangan yang bebas kuman.

Dana pembuatan bilik ini berasal dari donasi masyarakat, termasuk grup WhatsApp Sambatan Jogja (Sonjo) yang diinisiasi kerabatnya di FEB UGM Rimawan Pradiptyo.

Biaya pembuatan satu unit bilik swab sekitar Rp 8 juta. Dalam proses produksi, ia menggandeng dua UMKM di Yogyakarta. Untuk saat ini, kapasitas produksi masih terbatas, sekitar 10 sampai 15 unit per minggu. Bilik swab akan didistribusikan ke sejumlah rumah sakit rujukan Corona Covid-19.

Inovasi ini juga dilirik Gugus Tugas Covid-19 Nasional. Rencananya, ada kerja sama untuk memproduksi secara massal.

***

Di kampus Bulaksumur, Jaka Widada merupakan dosen yang menaruh passion-nya di kegiatan riset. Sejak mahasiswa, Jaka dikenal sebagai sosok yang begitu semangat menekuni bidang keilmuannya. Dalam kegiatan non akademik pun, Jaka memanfaatkan kesempatan ini untuk memperdalam ilmu-ilmu pertanian seluas-luasnya.

Hal ini salah satunya ditempuh dengan banyak berinteraksi dengan para pelaku di bidang pertanian, seperti petani maupun perusahaan-perusahaan pertanian.

Saat awal berkuliah di kampus UGM, Jaka sesunguhnya diterima di jurusan Matematika UGM. Sempat menjalaninya beberapa semester, namun di tengah jalan dia tiba-tiba tertarik dengan Mikrobiologi Pertanian. Akhirnya Jaka memutuskan untuk pindah di jurusan itu pada 1986.

“Mikrobiologi Pertanian itu dinamis, karena ada makhluk hidupnya yaitu mikroba. Mereka berinteraksi satu sama lain, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya baik yang biotik maupun abiotik,” ujarnya dilansir dari kagama.co, belum lama ini.

Jaka semasa mahasiswa aktif di organisasi pecinta alam Fakultas Pertanian. Berbeda dengan mahasiswa pecinta alam lainnya yang membawa misi berpetualang, Jaka ingin membawa misi penelitian di setiap kegiatannya, sehingga pecinta alam tidak hanya terkesan hura-hura saja.

Ketika itu, bersama kawannya, Jaka melakukan beberapa ekspedisi. Sejak saat itu, misi yang dibawa mulai bisa mengubah aktivitas mahasiswa pecinta alam di Fakultas Pertanian UGM.

Dalam kegiatan ini PLANTAGAMA adakan seminar dan kajian. Bersama-sama, dia tularkan kepada kawan-kawan pecinta alam bagaimana mencintai alam dengan memahami alamnya secara ilmiah.

“Ada ilmu terkait antara kuliah di pertanian dengan kegiatan pecinta alam. Mulai dari tumbuhan, tanah dan batuannya, air dan hidrologinya, penyakit tumbuhan, siklus unsur dalam tanah dan sebagainya,” ujar Jaka.

Dalam kehidupan sehari-harinya di kampus, Jaka juga kerap menyambangi kawan-kawannya yang berbeda bidang, hanya untuk sekadar ngobrol santai dan berdiskusi. Dari situ diakui Jaka banyak muncul ide-ide baru penelitian antar bidang.

Jaka yang dulu juga aktif sebagai ketua Keluarga Mahasiswa Ilmi Tanah (KMIT) dan Perhimpunan Mahasiswa Mikrobiologi Pertanian (PERMAHAMI) ini, kerap mengikuti lomba-lomba penelitian dan lomba karya tulis ilmiah. Dia juga berinisiatif menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk mahasiswa yang berhubungan dengan riset.

Akhirnya muncul panggilan jiwa Jaka untuk menjadi dosen, karena kegemarannya melakukan riset sejak mahasiswa. Menurutnya profesi ini memberi banyak kesempatan bagi seseorang untuk melakukan penelitian sekaligus berbagi dengan mahasiswa.

“Tentu yang saya inginkan tidak hanya sekadar penelitian menjadi paper saja, tetapi juga syukur sampai ke hilirisasi riset, yang bisa dimanfaatkan lebih banyak orang” jelasnya.

Terbukti dari beberapa hasil risetnya sudah menghasilkan produk yang telah diberikan dan diajarkan kepada petani seluruh Indonesia , dari Aceh Tenggara samapai Merauke. Jaka juga telah mematenkan empat buah produk hasil risetnya yang telah dikomersialkan oleh BUMN dan perusahaan swasta.

Tuntunan akademik setelah menempuh studi S2 minat Biologi Tanah di UGM, studi lanjut dia ditunaikan di The University of Tokyo, Jepang. Di negeri sakura ini, Jaka sekaligus menyelesaikan postdoctoral selama tiga tahun di kampus yang sama.

Tak hanya keilmuan, Jaka banyak memperoleh pengalaman hidup yang menurutnya sangat berharga selama tinggal hampir tujuh tahun di Tokyo. Dia begitu terkesan dengan kemandirian orang-orang Jepang. Kemandirian, kata Jaka, merupakan kunci penting kesuksesan orang-orang Jepang.

Dia bercerita, kawan-kawannya di sana sangat aktif, memiliki segudang ide, dan tekun mengerjakan sesuatu. Budaya untuk tertib orang-orang Jepang, juga tak kalah berkesan bagi Jaka.

Meski Jepang bukan negara yang beragama, mereka begitu menghargai orang lain, memahami hak siapa saja, serta selalu mengutamakan kewajibannya.

Pernah dalam suatu kesempatan, Jaka berniat menuju suatu tempat menggunakan kereta api. Namun, perjalanan kereta kali ini tidak bisa sampai tujuan dengan tepat waktu (terlambat kurang lebih 1 menit). Pihak kereta api kemudian mengucapkan permintaan maaf atas keterlambatannya. Dalam hal pelayanan, konsumen betul-betul dijunjung tinggi layaknya raja.

“Menurut saya itulah bangsa yang benar-benar berbudaya tinggi. Masyarakat dididik untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab, sehingga hampir semua penduduk di sana tertib,” ungkapnya.

Berbagai peristiwa yang disaksikan di Jepang, Jaka sebut sebagai pengalaman berarti yang belum tentu dia dapat di Indonesia. Karena kenyamanan itu, Jaka lantas memboyong keluarganya untuk ikut tinggal di Jepang. Dalam kesempatan itu pula, istri Jaka juga mengikuti jejak suaminya menempuh studi.

“Di Jepang banyak hal yang bisa Saya pelajari. Punya peluang bisa belajar di negara maju adalah anugerah. Kesempatan inilah yang membuat Saya betah di Jepang,” tandas Kaprodi S1 Mikrobiologi Pertanian selama 3 periode ini.

Jaka yang tekun melakukan kegiatan riset, tampak bangga dengan mikrobiologi pertanian, khususnya mikrobioma pertanian, yang kini menjadi jalan terangnya untuk berkarier. Menurutnya mikrobiologi pertanian merupakan ilmu terapan yang aplikatif dan besar sekali peranannya dalam kehidupan, termasuk tanaman.

“Berbagai proses di alam tidak akan terjadi tanpa ada mikroorganisme. Tidak ada bakteri misalnya, maka kehidupan ini juga nggak akan pernah ada,” jelasnya.

Jaka berpandangan, mikrobiologi bisa berperan sebagai ilmu dasar dan bisa diaplikasikan ke bidang keilmuan yang lain. Seperti pertanian, ilmu kesehatan, energi, lingkungan, teknik sipil, teknik kimia, dan lainnya. Sampai Saat ini, Jaka konsisten melakukan riset dan hilirisasinya.

Akhir-akhir ini Jaka sedang mengembangkan teknologi produksi tanaman, ikan dan ternak yang berbasis mikrobioma. Dia banyak bekerja sama dengan dosen di berbagai bidang seperti kedokteran, teknologi pertanian, kehutanan, fisika, biologi, kimia organik, perikanan, farmasi dll.

Tahun 2018 lalu, Jaka menerima penghargaan dari Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, berkat prestasinya sebagai dosen dengan H-index dan sitasi scopus, serta Google Schoolar tertinggi di Fakultas Pertanian UGM.

Dengan segala pencapaian dan rezeki yang diterimanya saat ini, Jaka selalu berusaha nrima ing pandum dan mensyukuri apa yang telah diperoleh.

Sumber: kagama.co dan sisibaik.id

Biodata
Nama                              : Ir. Jaka Widada, M.P., Ph.D
Umur                              : 53 tahun
Bidang Keahlian           : Bioteknologi Lingkungan
Pendidikan Terakhir    : S3 (The University of Tokyo, Jepang)
Gol/Jabatan Terakhir   : IIIb/ Asisten Ahli
Status                            : Dosen Tetap Fakutas Pertanian Universitas Gadjah Mada