Delima Silalahi, Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), menerima penghargaan Goldman Environmental Prize 2023. Perempuan berusia 46 tahun ini menjadi satu-satunya aktivis asal Indonesia yang memenangkan penghargaan Goldman pada tahun ini.

TOKOH INSPIRATIF – Hutan menjadi salah satu warisan berharga bagi kehidupan umat manusia, tak terkecuali bagi masyarakat adat yang telah mengakrabi hutan sejak mereka dilahirkan ke dunia. Namun dalam perkembangannya, kelompok masyarakat adat yang hidup di dalam dan sekitar hutan makin terpinggirkan.

Alih-alih mendapatkan hak untuk tinggal menetap dan melanjutkan hidup dengan tenang bersama keluarga turun menurun mereka di sana, masyarakat adat ini tak jarang justru terusir dari hutan yang telah menjadi kampung halaman dan kehidupan mereka.

Kondisi inilah yang dipotret Delima Silalahi, Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM). Dia tak ingin ketidakadilan ini berlangsung lama. Melalui perjuangan panjang tanpa kenal letih, Delima Silalahi berhasil mendapatkan hak pengelolaan tanah untuk kelompok adat di Sumatra Utara.

Berkat perjuangan KSPPM dalam melakukan kampanye bersama komunitas masyarakat adat di Tano Batak, Pemerintah memberikan hak pengelolaan sah atas 7.213 hektare hutan adat kepada enam kelompok masyarakat Tano Batak. Ini menjadi sebuah prestasi luar biasa.

Atas dedikasinya terhadap lingkungan, perempuan 46 tahun ini berhasil meraih Anugerah Lingkungan Goldman 2023. Penganugerahan penghargaan yang dikenal sebagai Nobel Hijau ini diselenggarakan di San Francisco, Amerika Serikat, pada Senin, 24 April 2023.

Penghargaan kepadanya ini termasuk dalam kategori wilayah dan negara kepulauan. Penghargaan ini diberikan setiap tahun kepada pahlawan lingkungan dari enam benua. Anugerah Lingkungan Goldman memberikan penghargaan atas pencapaian aktivis lingkungan di seluruh dunia yang memberikan inspirasi dan aksi kepada masyarakat untuk melindungi bumi.

Selain Delima Silalahi asal Indonesia, pejuang lingkungan dari Zambia, Finlandia, Brasil dan Amerika Serikat juga meraih Goldman Environmental Prize 2023.

“Saya sangat gembira, walaupun saya sadar bahwa ini bukanlah perjuangan saya sendiri. Ini adalah kemenangan buat gerakan masyarakat adat di Indonesia. Perjuangan hak atas tanah, hak atas identitas kita itu tidak turun dari langit itu diperjuangkan,” katanya saat menerima penghargaan di Amerika Serikat.

Ia juga menganggap, saat ini ia dan masyarakat adat tidak sedang melanggar hukum. Sebab, ada konstitusi yang menjamin perjuangan yang mereka lakukan, serta negara tidak akan memberikannya begitu saja.

Berkomitmen Lestarikan Hutan Adat

Keenam komunitas masyarakat adat yang mendapatkan pengakuan tersebut berkomitmen melestarikan hutan adatnya. Enam kelompok masyarakat adat ini memiliki program pemulihan kawasan hutan adat mereka.

Aksi yang mereka lakukan dengan menanam kembali spesies hutan asli, termasuk pohon kemenyan.

Komunitas masyarakat yang berkomitmen di antaranya Pandumaan Sipituhuta, Nagasaribu Onan Harbangan, Bius Huta Ginjang, Janji Maria, Simenak-menak, dan Tornauli Aek Godang Adiankoting.

Delima bersama KSPPM juga mendukung masyarakat untuk menanam kembali dan merestorasi ekosistem. Hal ini sekaligus untuk meningkatkan tutupan pohon hutan dan ketahanan iklim alami.

Meski dihadapkan dengan industri paling berkuasa di Sumatra Utara, Delima dan komunitas masyarakat adat berhasil mendapatkan hak pengelolaan sah atas hutan adat masyarakat.

Ini merupakan kemenangan bagi ketahanan iklim, keanekaragaman hayati, dan hak masyarakat adat.

Pahlawan komunitas masyarakat adat Tano Batak

Sosok Delima menjadi pahlawan bagi komunitas masyarakat adat di Tano Batak.

Berkat perjuangannya bersama komunitas, ia berhasil meraih kembali tanah ini dari perusahaan pulp dan kertas yang telah mengubah sebagian lahan ini menjadi hutan tanaman industri eukaliptus. Tanaman tersebut bukan tanaman asli dan perusahaan kembangkan secara monokultur.

Sebagai aktivis lingkungan, Delima Silalahi ikut langsung untuk memimpin kampanye. Di bawah arahannya, akhirnya misi yang diusungnya berhasil. Hingga mendapatkan hak pengelolaan sah terhadap 7.213,12 hektare tanah hutan tropis bagi enam kelompok masyarakat adat di Sumatra Utara.

Keenam kelompok masyarakat adat ini telah memulai restorasi hutan, sehingga menciptakan serapan karbon berharga di hutan tropis Indonesia dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi.***