Meskipun dengan kondisi kesehatan yang tidak baik-baik saja, salah satu tokoh pendiri Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) ini selalu sibuk dengan berbagai kegiatan, mulai dari memerangi hoax di dunia maya dengan berbagai dinamikanya, hingga  berbagi makan dan sembako kepada ribuan orang yang membutuhkan, bahkan berbagi rejeki kepada kucing-kucing jalanan. Baginya, kebaikan adalah universal, harus ditebar kepada semua makluk ciptaan Tuhan.

SELALU ada kesibukan tak biasa di sebuah rumah di kompleks perumahan Taman Rempoa Indah, Tangerang Selatan. Sebelum adzan Subuh berkumandang, puluhan kucing telah berkumpul di depan teras rumah berwarna putih itu. Rupanya, mereka minta jatah sarapan setelah sepanjang malam ‘membantu’ satpam kompleks berjaga.

Si pemilik rumah pun menerima tamu-tamu berbulu itu dengan suka cita. Puluhan mangkok telah disediakan. Sejurus kemudian, makanan kering telah berpindah ke mangkok-mangkok kecil lengkap dengan air bersih untuk mereka minum dalam baskom terpisah.

“Habis dinas malam, lapar,” demikian Judith Lubis, pemilik rumah, berkelakar.

Bersama suami, Robertus Banovski, dibantu beberapa asisten rumah tangga, keluarga ini memang akrab dengan kucing-kucing tak bertuan yang kebanyakan orang mengistilahkannya sebagai kucing jalanan. Kuncing-kucing dalam kondisi ekstrim pun sering datang dan mereka rawat. Bahkan sampai menginap di klinik hewan hingga lebih dari sebulan, mereka biayai.

Tak jarang, Judith menerima “amanah” merawat kucing-kucing ras yang dibuang begitu saja oleh pemiliknya dengan alasan sudah tak bisa merawat. Khusus untuk kasus seperti ini, Judith  tak sungkan menegur pemilik kucing. Judith selalu menegaskan kepada mereka bahwa kucing juga adalah makluk bernyawa, bukan seperti barang yang dilempar begitu saja saat pemilik sudah bosan.

“Tega sekali mereka,” Judit dengan suara geram.

Selain puluhan kucing teras yang merasa nyaman datang dan pergi ke kediaman Judith, di dalam rumahnya juga ada setidaknya 11 anabul (anak berbulu). Semuanya juga hasil rescue. Nama Chico, Cathy, Cindil, Oscar, hingga Tejo kerap menghiasi laman media sosial salah satu pendiri organisasi nirlaba Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) ini.

Itu hanya satu dari sekian banyak kesibukan di rumahnya. Siapa sangka, rumah Judith yang berada di kawasan elit ini juga menjadi markas pagi para pasukan ojek online (ojol). Mereka sengaja dipilih untuk menyalurkan bantuan sembako ke berbagai penjuru wilayah Tangerang Selatan, Jakarta, dan daerah lain.

Demi berbagi sembako, rumah besar itu pun tak jarang lebih mirip gudang aneka kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, sabun mandi, mi instan, sarden, dan sejenisnya ketimbang rumah tinggal. Judith pun tak jarang memaksakan diri untuk turun langsung ke lapangan untuk berbagi, walau seringkali setelah itu dia terpaksa ‘berurusan’ dengan rumah sakit karena penyakit langka yang telah lama diderita tak membolehkannya terlalu lelah dan banyak terpapar di lingkungan terbuka.

Di satu waktu, Judith dan suami tak jarang mengajak anak-anak jalanan memborong aneka kebutuhan di sebuah mini market. Pada kesempatan lain, pasangan suami istri ini pun tak ragu mengajak pasukan kuning untuk makan bersama di sebuah restoran yang boleh dibilang cukup mahal untuk ukuran kantong mereka.

“Selagi masih bisa, tak ada salahnya sedikit membahagiakan mereka,” ucapnya ringkas.

Tertampar Pengorbanan Seorang Satpam

Saat banjir bandang menerjang kawasan Jabodetabek, Januari 2019 lalu, banyak korban yang tinggal di tenda-tenda penampungan. Tak tega melihat kondisi ini, Judith berinisiatif membuat dapur umum di rumahnya.

Awalnya hanya Judith dan suaminya, dibantu oleh beberapa asisten rumah tangganya yang turun langsung ke dapur. Namun, lambat laun banyak koleganya yang ikut berpartisipasi. Para relawan pun menyediakan diri untuk membantu masak, membungkus makanan, hingga membagikannya ke para korban banjir di kawasan Rempoa dan Ciledug, Tangerang Selatan.

Saat mengetahui kabar seorang petugas keamanan lebih sibuk mengamankan korban banjir padahal rumahnya sendiri telah tergenangi air, nurani Judith begitu tertampar. Padahal, kata Judith, bapak Satpam ini meninggalkan istri dan tujuh orang anaknya di rumah.

Tak pikir panjang, Judith menelepon Polsek Ciputat untuk meminjam mobil pick up. Dia mengirimkan kasur miliknya untuk gotong ke rumah penampungan keluarga satpam itu.

“Pengorbanan bapak satpam itu benar-benar menampar akal sehat saya. Bayangkan, ketika rumahnya terendam banjir, dia justru masih sibuk mengamankan warga-warga lain dari kepungan banjir,” kata Judith yang kondisi kesehatannya sesungguhnya juga sedang tidak baik-baik saja. Sudah beberapa tahun belakangan dia harus keluar-masuk rumah sakit karena suatu masalah kesehatan yang yang ingin dia sebutkan.

Inspirasi Berbagi

Kegiatan berbagi makanan dan sembako yang dimotori Judith dan suami mendapat sambutan positif dari banyak pihak. Walhasil, kegiatan ini tumbuh subur hingga sekarang, bahkan dengan jangkauan lebih luas lagi.

Saat pandemi berlangsung hingga saat ini, alih-alih sepi, rumah ini bahkan juga menjadi dapur umun yang selalu menyiapkan nasi bungkus untuk dibagi kepada orang-orang yang membutuhkan dan petugas-petugas polisi yang berada di lapangan. Tentu saja semua dilakukan dengan protokol keamanan yang ketat.

Namun, akhir-akhir ini, Judith dan suami lebih memilih memborong nasi di warung-warung yang sepi pembeli untuk dibagikan. Tujuannya agar mereka juga mendapatkan penghasilan di masa paceklik akibat pandemi.

Di kesempatan lain, tumpukan kotak berisi ratusan roti manis yang masih hangat, siap diantarkan ke berbagai penjuru lokasi di kawasan Tangerang dan sekitarnya. Pasukan kebersihan dan para pemulung menyambutnya dengan suka cita. Roti itu juga sengaja dia pesan dari UMKM yang terdampak pandemi.

“Pandemi ini membuat dagangan mereka sepi, semoga ini bisa sedikit meringankan,” kata Judith.

Kegiatan berbagi sembako dan makanan ini sengaja menggunakan pasukan ojek online yang selama pandemi sangat mengalami penuruan jumlah penumpang. Pasukan ojol ini tampak begitu antusias, karena selain mendapatkan orderan, mereka dan tentangganya juga kebagian sembako dengan isi yang sama.

Kegiatan Judith rupanya menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk melakukan kebaikan yang sama di tempat berbeda. Jejaring Judith di Mafindo, juga mencotoh gerakannya untuk wilayahnya masing-masing. Maklum, anggota Mafindo telah tersebar di seluruh penjuru Tanah Air.

“Saya selalu bilang kepada teman-teman Mafindo, kita memerangi hoax di dunia maya, tapi juga harus diiringi dengan berbagi kebaikan di dunia nyata,” katanya.

Satu hal, kata Judith, semua gerakan berbagi ini bisa terus berjalan karena dukungan luar biasa dari para koleganya, terutama teman-teman di institusi Polri yang tak mau disebut namanya. Mereka adalah orang-orang baik yang selalu ingin berbagi dalam senyap.

“Saya menghaturkan terima kasih tak terhingga kepada mereka.”

Masyarakat Rukun, Hoax Tidak Mudah Beredar

Bjudith perangi hoaxerbicara tentang berita bohong atau hoax, Judith punya pendapat sederhana namun logis. Katanya, jika masyarakat yang rukun dan saling pengertian maka berita bohong atau hoax tidak akan mudah beredar. Hal ini karena hoax, misinformasi, dan disinformasi hanya akan tumbuh subur di tengah ketidakpercayaan, di tengah kecurigaan, dan di tengah ketidakrukunan.

“Kalau masyarakatnya rukun, saling pengertian maka secara umum hoaks itu juga tidak akan mudah beredar,” kata Judith.

Di tengah masa pandemi Covid-19, kata Judith, media sosial harusnya diisi dengan konten yang menyejukkan, meneduhkan, dan mendamaikan. Menurut dia, sangat fatal jika medsos justru digunakan untuk menyebar hoax, provokasi, kebencian, dan memecah belah masyarakat.

Sejak berdiri enam tahun lalu, Mafindo sudah menangani lebih dari tiga ribu kasus hoaks di Indonesia dan di situs laman turnbackhoax.id. Situs laman tersebut dibuat Mafindo agar masyarakat dapat dengan mudah mengakses klarifikasi dari berita hoaks.

Dilansir dari laman mafindo.or.id, organisasi ini diluncurkan pada 1 Desember 2016, setelah secara resmi dibentuk oleh Harry Sufehmi bersama dengan Judith Lubis, Catharina Widyasrini, Aribowo Sasmito, Eko Juniarto, Faisal Aditya, dan Septiaji Eko Nugroho. Pembentukan organisasi ini dinyatakan oleh dokumen hukum Notaris No. 1 tanggal 19 November, 2016 oleh SK (Surat Keputusan) Pendirian Perkumpulan NOMOR AHU-0078919.AH.01.07.TAHUN 2016] (PDF) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Bekerjasama dengan jurnalis di cekfakta.com, Mafindo dan jurnalis melakukan verifikasi berita hoaks. Selain itu Mafindo juga melakukan edukasi publik melalui training dan workshop ke berbagai daerah untuk melawan bahaya hoaks.

Dedikasi Mafindo yang konsisten membasmi hoax membuatnya terpilih mendapatkan penghargaan Tasrif Award pada September 2018. Penghagaan ini diberikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Dewan juri menilai, apa yang selama ini dikerjakan Mafindo merupakan suatu usaha yang konsisten dan gigih memerangi masifnya sebaran konten bohong atau hoaks. Dalam setahun sejak berdiri, Mafindo sudah memverifikasi setidaknya 2.000 konten hoaks di media sosial.

Kerja ‘fact checking’ ini dilakukan secara sukarelawan dan melibatkan banyak relawan yang tersebar di sejumlah kota di Indonesia. Bahkan, kini telah menjadi gerakan sosial tersendiri. Mafindo juga dinilai melakukan kerja-kerja literasi yang menyasar semua kalangan masyarakat untuk mengenali konten hoaks, memverifikasi, serta mengedukasi lingkungan sekitar.

Salah satu yang menjadi nilai tambah, ibu-ibu rumah tangga hingga anak sekolah juga menjadi sasaran dari literasi media yang dikampanyekan Mafindo. Selain itu, Mafindo juga berkolaborasi dengan banyak media massa profesional dalam platform ‘cek fakta’.

Gerakan Mafindo ini tak sekadar melibatkan partisipasi publik, namun juga memecut awarness media dalam memerangi hoaks.

Sumber: sisibaik.id