Kemiri Sunan, Pesaing Sawit untuk Biodiesel

Masyarakat biasa memakai buah ini untuk membasmi tikus di sawah. Namun ternyata buah beracun ini mengandung minyak yang bisa dipakai untuk biodiesel dengan kualitas lebih unggul dibanding sawit.

Buah kemiri sunan bentuk dan warnanya hampir seperti buah kecapi. Bedanya, bentuk kemiri sunan persegi dan mengerucut di ujungnya. Masyarakat menyebutnya kemiri sunan atau reutealis trisperma (blanco) airy shaw. Tanaman ini dikenal sebagai buah beracun, sehingga dijauhi.

Dahulu minyak kemiri sunan sering dipakai sebagai pernis dan pengawet kayu kapal. Belakangan baru diketahui minyaknya bisa menjadi pengganti bahan bakar fosil. Dengan kemampuannya menjadi minyak nabati pengganti solar, kemiri sunan semakin dilirik para periset. Menjadikannya salah satu tanaman pilihan selain kelapa sawit yang selama ini sangat diandalkan sebagai biodiesel.

Apalagi sawit telah dinilai para aktivis lingkungan sebagai perusak hutan Indonesia, yang luas tanam totalnya mencapai 14,31 juta hektare, dengan CPO yang dihasilkan untuk kebutuhan biodiesel pada 2019 sebesar 10,25 juta ton.

Kebutuhan ini memang makin meningkat karena sejak September 2018, Indonesia memberlakukan penggunaan solar yang mengandung 20 persen biodiesel (B-20) dari sawit dalam negeri untuk mengekang impor migas.

Kebijakan yang memicu protes Greenpeace, dengan alasan pemberlakuan B20 tersebut akan membuka peluang deforestasi baru sebesar 4,5 juta hektare pada 2030 dengan permintaan biofuel yang diprediksi sampai 67 juta ton.

Tidak seperti sawit yang memerlukan lahan dengan kondisi lingkungan tropis yang bagus, kemiri sunan cenderung mudah beradaptasi di lahan marjinal, seperti lahan kering relatif ekstrem dan berbatu, tanah kering masam hingga tanah pasir.

“Jadi untuk menanam kemiri sunan tidak perlu membuka hutan seperti halnya sawit,” kata Dr Syafaruddin Deden, Kepala Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian dilansir dari Antara.

Balittri sudah mengujicobakannya di lahan bekas tambang timah di Bangka Belitung, bekas tambang bauksit di Bintan, Kepulauan Riau, bekas tambang emas di Pulau Buru, Maluku dan bekas tambang batu bara di Kalimantan Timur dengan hasil bagus. Karena kemampuannya berkembang di lahan kritis, kemiri sunan sangat potensial mensubstitusi sawit sebagai biodiesel.

“Apalagi lahan kritis di Indonesia sangat luas, sampai 14 juta hektar,” ucap Syafaruddin.

Lebih unggul

Peneliti biofuel Balittri Dibyo Pranowo mengatakan, kemiri sunan memiliki banyak keunggulan, bukan saja dari kemampuan tumbuh dan berkembang di lahan rusak dan miskin hara, tapi juga dari produktivitasnya dan sifat lainnya.

Dibyo telah meneliti 21 tanaman penghasil biofuel dan membanding-bandingkannya, antara lain kelapa (Cocos nucifera), kesambi (Schleichera oleosa), bintaro (Cerbera manghas), jarak pagar (Jatropha curcas), kepuh (Sterculia foetida L.), kipahang laut (Pongamia pinnata), nyamplung (Calophyllum Inophyllum L) dan tentu saja sawit (Elaeis guineensis).

Dari berbagai tanaman yang ditelitinya, rendemen (perbandingan antara minyak mentah yang dihasilkan dan buahnya) kemiri sunan adalah yang tertinggi, bisa lebih dari 50 persen.

Bandingkan dengan sawit yang selama ini dinilai paling unggul, dengan rendemennya tidak sampai 20 persen. Selain itu usia produktif pohon kemiri sunan sangat panjang, bisa sampai 75 tahun, bahkan bisa hidup ratusan tahun.

Dari hasil riset, kemiri sunan semakin dewasa semakin produktif, dari mulai berbuah di usia 5 tahun seberat rata-rata 7,5 ton biji/ha/tahun menjadi 22 ton biji pada usia 10 tahun. Pada usia 25 tahun, produksi kemiri sunan mencapai 43 ton/ha/tahun dalam bentuk biji. Pada umur ini, tinggi pohon kemiri sunan ini bisa mencapai 15 meter.

“Kalau dihitung sampai selesai diolah, kemiri sunan bisa menghasilkan rata-rata 8-9 ton minyak kasar /ha/tahun atau setara dengan 6-8 ton biodiesel /ha/tahun, cukup produktif,” katanya.

Usia produktif sawit, mulai usia sekitar 2 tahun sampai 25 tahun saja dengan produktivitas tak sampai 25 ton tandan buah segar (TBS) /ha/tahun atau hanya 2-6 ton CPO/ha/tahun, yang harus diolah lagi menjadi biodiesel.

Rinciannya, satu pohon kemiri sunan bisa menghasilkan sekitar 150 kg biji kering per tahun. Dari 1 kg buah kemiri sunan bisa menghasilkan 0,48 kg biodiesel, dan 1 ha lahan bisa ditanami sampai 150 pohon.

Produktivitas kemiri sunan ini dinilainya juga sebagai yang terbaik dibanding tanaman penghasil biodiesel lainnya seperti kelapa, kesambi, nyamplung hingga jarak pagar.

“Sawit memang sudah lama diunggulkan untuk menghasilkan biodiesel, tapi kan pasar lebih menginginkan sawit jadi minyak goreng daripada jadi solar. Ini membuat kebijakan biodiesel selama ini terhambat. Sementara kemiri sunan tidak bisa dimakan, jadi ini juga kelebihannya, tak bersaing dengan pangan,” katanya.

Balittri telah mulai meneliti tanaman kemiri sunan ini sejak 2008 dan telah mengeluarkan empat varietas unggul, kemiri sunan 1 dan 2 serta kermindo 1 dan 2 yang kegunaannya beragam.

Kelebihan lainnya, tanaman kemiri sunan tahan terhadap penyakit seperti hama daun (ulat kantung), tahan tanaman pengganggu, dan juga tahan busuk. Selain itu, buah kemiri sunan juga tidak perlu dipetik, karena berguguran dengan sendirinya untuk kemudian bisa langsung diolah, sehingga biaya memanennya juga bisa lebih dihemat.

Serbaguna

“Kemiri sunan ini selain bijinya menjadi biodiesel, kulit sabutnya bisa untuk pupuk dan pestisida alami, bungkilnya untuk pakan ternak, dan produk sampingnya gliserol bisa untuk produksi sabun, serta terpentin untuk cat dan bahan oleokimia lainya, seperti halnya sawit,” katanya.

“Kemiri sunan ini selain bijinya menjadi biodiesel, kulit sabutnya bisa untuk pupuk dan pestisida alami, bungkilnya untuk pakan ternak, dan produk sampingnya gliserol bisa untuk produksi sabun, serta terpentin untuk cat dan bahan oleokimia lainya, seperti halnya sawit,” katanya.

Soal pengolahannya, Dibyo mengatakan, Balittri juga sudah membuatkan sejumlah prototipe mesinnya, dari mulai pengupasan dari tempurung, pengepresan untuk mengeluarkan minyak dari biji, hingga mesin pengolahan dari minyak kasar ke biodiesel dan pemurnian biodiesel.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas biodiesel yang dihasilkan dari minyak kemiri sunan telah memenuhi standar SNI-04-7182-2006, ujarnya, sehingga layak untuk dikembangkan lebih lanjut.

Saat ini prototipe reaktor untuk mengolah dari minyak kasar ke biodiesel tersebut telah mencapai generasi VI dengan produksi 1.500 liter per hari dan akan ditingkatkan menjadi 10.000 liter per hari mulai tahun ini.

Artinya, hasil panen kemiri sunan yang telah diuji coba tanam Kementerian Pertanian ribuan hektare di sejumlah daerah itu sudah bisa diproses untuk menjadi biodiesel dan sudah siap jika diproduksi massal menyaingi sawit.

Tampaknya sungguh disayangkan jika pohon rimbun berakar dalam dengan dahan kayu keras yang tingginya bisa sampai 15 meter itu hanya dijadikan hiasan peneduh di pemakaman.#