Limbah air perasan tahu sering dibuang begitu saja dan mencemari lingkungan ternyata bisa diolah menjadi pakaian, sepatu, dan sebagainya.

Lima dara asal Yogyakarta yakni Irene Agrivina, Asa Rahmana, Attina Rizqiana, Eka Jayani Ayuningtyas, dan Ratna Djuwita yang tergabung dalam XXLab sukses membuat kain yang dibuat dengan bantuan bakteri dan ampas tahu. Karya yang berawal dari coba-coba itu, telah diwujudkan menjadi pakaian dan sejumlah kerajinan, termasuk sepatu.

Berkat inovasi ini, penghargaan internasional di ajang Prix Ars Electronica 2015 di Austria pun diraih. Mereka berhasil menyisihkan ribuan peserta dari 75 negara.

Penemuan berawal dari keingintahuan mereka dalam mengekplorasi ilmu pengetahuan. Meski berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, anggota XXLab yakin bahwa sains tidak memiliki jarak dengan manusia.

Sebelumnya XXLab sempat mencoba membuat kain dari air rebusan singkong. Namun karena metode tersebut tidak memecahkan masalah masyarakat, mereka pun mencari bahan lain yang lebih urgent untuk dimanfaatkan.

“Setelah berkunjung ke beberapa tempat, akhirnya kami memutuskan untuk membuat kain dari limbah perasan air tahu,” tutur Ratna Djuwita beberapa waktu lalu.

Eka Jayani menambahkan, proyek ini juga berawal dari kegelisahannya melihat limbah tahu di kota Yogyakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia.

“Karena di kota Jogja dan pastinya kota-kota lain di Indonesia cukup banyak pabrik tahu yang letaknya di tengah-tengah perkotaan dan selama ini limbah cair dari produksi tahu itu dibuang begitu saja di sungai sungai terdekat,” ujar Eka yang juga anggota XXLab.

Melihat limbah tahu yang begitu saja dibuang, lima dara yang tergabung dalam XXLab ini tergerak untuk mengubah limbah yang tidak bernilai menjadi sesuatu yang berharga. Caranya dengan menambahkan bakteri pada limbah itu sehingga menjadi nata.

Proses pembuatan limbah tahu menjadi nata de soya dilakukan dengan cara memberdayakan ibu-ibu di sekitar pabrik tahu. Dalam hal ini, XXLab menampung limbah tersebut dari para pengrajin tahu di Srandakan, Bantul.

Butuh waktu 10 hari untuk mengolah limbah air perasan tahu menjadi menjadi nata de soya. Setelah itu, barulah XXLab membawanya ke laboratorium mereka di Jalan Taman Siswa, dan mengubah bahan tersebut menjadi kain.

Menurut Ratna, saat ini nata de soya masih dijual murah oleh masyarakat Srandakan. Lantaran bahan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang tidak memiliki nilai guna tinggi. Padahal selain dapat diolah menjadi kain, nata de soya juga dapat dikembangkan sebagai bio fuel dan bahan-bahan arsitektur.

Di sisi lain, pemanfaatan nata de soya sangat ramah lingkungan. “Produk ini zero waste. Karena residunya pun bisa digunakan sebagai pupuk organik,” papar Ratna.

Begitu pun dengan irisan kain dari nata de soya yang tidak terpakai, dapat langsung dimanfaatkan sebagai bahan penyubur tanaman.

XXLab tidak menampik adanya tawaran kerja sama dari berbagai pihak untuk mengembangkan inovasi mereka. Tawaran tersebut salah satunya datang dari brand fashion ternama, Cartier. Namun mereka menolak, lantaran ingin mengembangkan inovasi ini sebagai kekayaan publik yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai kalangan masyarakat. Bukan hanya oleh satu pihak perusahaan yang pemilik modal besar.

“Pada dasarnya kami ingin menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan bisa dipraktikkan oleh siapa saja, tanpa ada batasan pendidikan,” papar Ratna.

Satu lagi, mereka juga berharap kelak material yang digunakannya saat ini dapat menjadi material pengganti kulit binatang. #