Masril Koto

 

Masril Koto adalah pendobrak kebekuan fungsi intermediasi industri perbankan di bidang pertanian. Bersama para rekannya, pada 2007, petani yang tak tamat sekolah dasar ini mendirikan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Prima Tani di Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Kini telah ada lebih dari 580 LKMA yang tersebar di se-antero Sumbar dengan aset mencapai Rp100 miliar dan berjalan dengan baik.

 

 

Perawakannya kecil, berkulit sawo matang, berkumis lebat, bertampang jenaka, itulah Masril Koto. Di kampung halamannya, layaknya kebanyakan warga Agam, Sumatera Barat, sulung dari delapan bersaudara ini menyandang profesi sebagai petani dan peternak. Namun, sejak 2006, dia menyandang profesi tambahan, menjadi bankir.

Sejatinya bukan bankir atau orang yang bekerja di bank-bank. Tapi, pria murah senyum ini merupakan salah seorang bidan terbentuknya Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Prima Tani, sebuah lembaga keuangan tempat para petani bisa mendapatkan pinjaman untuk tambahan modal usaha.

Alih-alih Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Prima Tani, Masril lebih suka menyebut lembaga itu sebagai bank petani. Lebih gampang. “Kalau bilang Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Prima Tani, bisa bingung dia (petani, Red) tuh,” kata Masril yang mengaku hanya sekolah sampai kelas 4 Sekolah Dasar.

Banyaknya petani yang sulit mencari pinjaman modal menginspirasi Masril untuk membentuk lembaga keuangan para petani tersebut. Dibanding pihak lain, petani merupakan sosok yang sering kurang mendapat kepercayaan dari bank untuk mendapatkan suntikan dana. Masalah klasik, mereka tak punya jaminan sebagai agunan pinjaman.

Karena itu, ketika peralatan bersawah rusak, para petani biasanya akan sibuk mencari pinjaman ke sana-kemari dan belum tentu bisa mendapatkan uang dengan cepat. “Itulah kesulitan riil yang dihadapi petani di lapangan,” ungkap pria 48 tahun tersebut.

Menurut dia, lembaga keuangan khusus petani perlu ada karena masalah petani lainnya seperti soal bibit atau pupuk akan bisa diselesaikan sendiri oleh petani. Kegelisahan itu, tampaknya, mendapat banyak respons dari rekan sesama petani.

Lagu Kemandirian Petani

Dan, proses panjang perjuangan Masril mendirikan LKMA pun diawali pada 2003. Pertemuannya dengan Rumzi Sutan, seorang seniman sekaligus petani, yang mendendangkan lagunya tentang cita-cita kemandirian petani, membakar semangatnya untuk melakukan sesuatu demi mendobrak kebuntuan yang selama ini dialami.

Sejak itulah Masril bertekad memajukan petani. Ia lalu mengikuti sekolah lapangan (SL) petani dari Dinas Pertanian Sumbar di Nagari Tabek Panjang, Baso, Agam. Di sekolah lapangan itu, ia tersadar bahwa persoalan utama petani adalah permodalan. Hal ini tak bisa dipecahkan industri perbankan. Maka, tercetus ide untuk membuat bank petani, demi memenuhi kebutuhan mereka.

Seusai mengikuti sekolah lapangan, ia mengumpulkan sejumlah rekan dan membentuk tim beranggotakan lima orang. Tugasnya, mencari tahu seluk-beluk pendirian bank petani.

Masril dan teman-temannya sesama petani mulai bergerilya membangun lembaga tersebut. Dalam bayangan Masril, mendirikan bank bakal tidak ribet. Tinggal cari orang yang mau memberikan pelatihan, merekrut anggota, jadilah bank.

Masril bertugas mencari info pelatihan tersebut. Ayah satu anak itu rajin mengumpulkan brosur dari tiap bank. “Saya masuki semua bank. Setiap saya menanyakan informasi mengenai pelatihan membuat bank, yang saya tanyai hanya tertawa,” ungkapnya saat tampil di acara talkshow KickAndy.

Empat tahun kemudian, pada 2006, usaha itu membuahkan hasil. Masril dan kawan-kawan kemudian bertemu Yayasan Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA). Yayasan AFTA adalah lembaga yang turun ke kenagarian (desa) di Sumatera Barat (Sumbar) untuk memberikan penyuluhan pertanian.

Yayasan AFTA memfasilitasi dengan memberikan pelatihan keuangan. Yang diajarkan adalah akuntansi sederhana seperti mencatat uang yang masuk dan keluar. Seluruh anggota mendapat pelatihan itu, meski nanti yang menjadi petugas hanya beberapa orang. Sejak itu, LKMA resmi didirikan.

Supaya seperti bank betulan, para anggota juga sepakat menerbitkan saham untuk modal pendirian lembaga keuangan tersebut. Petani boleh membelinya. Para anggota langsung bergerak cepat melakukan sosialisasi saham. Satu lembar saham dihargai Rp 100 ribu.

“Jangan tanya, sangat banyak yang masih bingung soal saham. Masak kertas begini harganya seratus ribu,” ujarnya.

Sosialisasi dilakukan dalam rapat kelompok tani, masjid, sampai lampo (warung kopi, Red) yang memang banyak bertebaran di wilayah Agam. “Warung-warung kopi di daerah kami sering dijadikan tempat rapat. Orang-orang di DPR baru mulai rapat, di lampo kami sudah selesai bahas,” tegasnya.

Setahun berdiri, banyak yang mulai merasakan manfaat bank petani tersebut. Yang utama adalah kemudahan mengakses modal. Petani yang membutuhkan dana bisa langsung meminjam. Termasuk untuk kebutuhan lain seperti biaya sekolah anak, biaya pernikahan, hingga membeli kendaraan.

Membangun Kepercayaan Diri Petani

Manfaat lain adalah mengatasi pengangguran anak-anak petani lulusan SMA. Di antara mereka banyak yang direkrut menjadi karyawan LKMA. Rata-rata tiap LKMA memiliki lima karyawan. Banyak juga karyawan yang bisa melanjutkan kuliah dengan meminjam uang dari LKMA dan membayar cicilan pinjaman dari gaji mereka.

Di sisi pendidikan, para petani serta anggota menjadi tahu cara mengelola lembaga keuangan karena semua diikutkan training saat awal pembentukan. LKMA juga menjadi sarana penyebaran informasi terkait pertanian dengan cara mengorganisasi petani guna mengikuti training pertanian.

Meski demikian, ada pula kendala yang harus dihadapi Masril. Terutama dalam membangun rasa percaya diri para petani. Awalnya, mereka merasa tidak mampu untuk membuat serta mengelola lembaga keuangan untuk diri sendiri. “Perlu beberapa kali pertemuan untuk memotivasi mereka.”

Selain itu, ketika lembaga telah terbentuk dan berjalan dengan baik, kerap terjadi gesekan antaranggota. Ada yang ingin menjadi pengurus, pengelola, dan sebagainya. Hal tersebut diatasi dengan pengaturan yang tegas soal pengurus, pengelola, serta badan pengawas. “Pengurus adalah wakil pemilik saham, pengelola adalah anak-anak para petani. Sementara itu, badan pengawas diambilkan dari tokoh masyarakat setempat,” jelas Masril.

Sebagai nasabah, petani juga tak selamanya tertib. Ada saja yang berulah nakal seperti menunggak bayar kredit. Mengingatkan mereka, kata Masril, tak gampang. Selalu ada saja alasan untuk berkelit. Tapi, dia tak kurang akal. Layaknya bank resmi, yang berulah mendapat surat teguran. “Suratnya diketik seperti surat-surat dari bank. Karena harus hemat, surat teguran dibuat dari satu kertas folio dibagi empat,” ujarnya.

Langkah itu ternyata tidak selalu. Banyak yang masih membangkang. Bila sudah sampai tahap itu, Masril terpaksa menggunakan jurus andalan. Dia mencatat nama-nama nasabah bandel, lalu mengumumkannya melalui pengeras suara masjid. “Biasanya, kalau sudah diumumkan di masjid, malu dia,” tegasnya.

Sukses LKMA Diadopsi Kementan

Dengan keberhasilan tersebut, ide itu diadopsi Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi program nasional dengan mencanangkan pembentukan 10 ribu lembaga keuangan pertanian di seluruh Indonesia. “Saya yang bukan orang sekolahan diundang tim menteri pertanian untuk mendiskusikan hal itu di Jakarta dan Padang,” ungkap Masril mengenang.

Melalui program pengembangan usaha agrobisnis pedesaan (PUAP), akhirnya Kementan mengucurkan bantuan pembentukan LKMA melalui gabungan kelompok tani (gapoktan) sebesar Rp 100 juta per unit. Dana tersebut diambilkan dari program PMPN Mandiri di bidang pertanian.

Saat ini, Masril berhasil mendirikan kurang lebih 580 LKMA yang tersebar di se-antero Sumatera Barat dengan aset mencapai Rp100 miliar yang sampai sekarang berjalan dengan baik. Di luar itu, masih ada 50 unit LKMA yang didirikan dengan modal swadaya para petani.

“LKMA terkecil saat ini beraset Rp 200 juta, sedangkan yang terbesar mencapai Rp 2 miliar,” kata Masril.

Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Jawa Barat, Bengkulu, dan Bali bahkan mengundang Masril untuk berbagi cerita tentang pengelolaan LKMA. “Banyak juga undangan langsung dari petani,” ujarnya.

Bank Indonesia Sumbar juga mengundang Masril untuk memberikan training kepada karyawan lembaga keuangan mikro (LKM) tentang pendekatan baru dalam melayani nasabah. Dia merasa bangga idenya berjalan baik dan dapat membantu para petani.

Berkat prestasinya tersebut, Masril Koto mendapat penghargaan ‘Man of the Years From West Sumatera’ pada tahun 2010. Kemudian, dia mendapat penghargaan ‘Danamon Awards’ dan tampil di acara ‘Kick Andy’.

Tapi dia tak mau berpuas diri. Masril yang kini sering tak sempat mengurus kebun, sawah, dan ternaknya, masih memiliki banyak ide lain yang ingin direalisasikan. Di antaranya, membuat asuransi dan dana pensiun untuk para petani. Dia juga ingin membuat skim khusus pembiayaan untuk pertanian organik.

 

(Berbagai sumber)