Melihat Kampung Tematik Desa Doudo di Gresik

Keinginan kuat warga Desa Doudo, Gresik, Jawa Timur, untuk menciptakan lingkungan asri dan layak huni berbuah manis. Mereka sukses mengembangkan desanya dengan konsep kampung tematik dan meraih berbagai penghargaan.

Perkembangan desa-desa di Indonesia masa kini memang patut diacungi jempol. Makin banyak orang-orang yang mau berbenah demi mengembangkan daerahnya jadi lebih maju. Bahkan saat ini bermunculan desa wisata yang menawarkan potensinya buat dinikmati banyak orang dan menghasilkan uang. Hebatnya, mereka semua kreatif dan inovatif.

Salah satu contoh nyata adalah Desa Doudo di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Mereka mengembangkan desanya dengan konsep kampung tematik.

Dikutip dari National Geographic, tiap Rukun Tetangga alias RT punya kewajiban buat membuat temanya sendiri dan fokus mengembangkan hal itu. Ada yang sengaja membuat kampung sayuran, kampung tanaman obat, hingga kampung lidah buaya. Hasilnya, berbagai penghargaan sudah pernah mereka raih.

Awalnya, warga Desa Doudo, Gresik, mendapat tantang untuk menciptakan kampung yang asri. Dengan kreativitas mereka, akhirnya terwujudlah kampung tematik berbasis lingkungan. Tiap tingkatan Rukun Tetangga alias RT diharuskan membuat temanya sendiri. Contohnya saja di RT 1B yang pekarangan rumah warganya ditanami sayuran, RT 2 yang menanam tanaman obat untuk jamu, serta RT 5 memilih menanam lidah buaya yang perawatan dan budidayanya mudah. Tak cuma bikin asri, tanaman itu juga bermanfaat buat kehidupan sehari-hari.

Mereka juga ingin lingkungannya bebas dari nyamuk dan ancaman penyakitnya. Akhirnya, RT 1A memutuskan untuk membuat kampung Si Cantik Cerdas yang merupakan akronim dari Siap Cari Jentik Cegah Demam Berdarah Sekarang. Tanaman seperti lavender, serai, dan jahe ditanam di pekarangan sebagai penghalau nyamuk alami.

Rasa cinta terhadap lingkungan juga diwujudkan melalui kampung yang punya pengolahan air limbah, biopori, dan pembuatan pupuk kompos sendiri. Pembuatan biopori dilakukan secara mandiri. Tidak hanya untuk menyimpan air, biopori juga digunakan untuk membuat pupuk kompos.

Ada juga kampung yang membuat pengolahan air limbah rumah tangga sendiri bernama Kampung E-Link (Edukasi Lingkungan Inovatif dan Kreatif). Kebutuhan air buat menyiram tanaman dan budidaya lele diambil dari hasil Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal. Nggak hanya itu, mereka juga mewajibkan tiap rumah di RT 4 punya tiga biopori. Biopori itu berfungsi sebagai tempat pembuatan pupuk kompos dari limbah rumah tangga.

Masalah sampah pun berusaha diselesaikan oleh mereka. Ada kampung khusus yang menerapkan pemanfaatan sampah dan prinsip 3R.

Di RT 3, warganya berusaha selalu melakukan daur ulang serta memanfaatkan sampah. Ini sesuai dengan prinsip Reuse, Reduce, dan Recycle alias 3R. Pot tanaman yang ada di pekarangan warga menggunakan bekas botol plastik atau kaleng. Nggak hanya itu saja, asbak juga dibuat dari barang bekas. Semua sampah yang masih bisa dimanfaatkan, dimanfaatkan terlebih dahulu sebelum dibuang.

Hebatnya, sampah di sana juga bisa dijadikan uang. Ya, mereka punya bank sampah yang dikelola bersama. Bank sampah itu bernama Bank Sampah Harapan.

Ada petugas yang keliling untuk mengambili sampah dari warga. Nantinya sampah ditimbang lalu dihargai dengan uang. Harga per kilo sampah berbeda-beda tergantung jenisnya. Misalnya saja botol plastik dihargai Rp 1.500,00 per kilogram. Hasil penjualan diakumulasi dan dicatat dalam buku tabungan. Hasilnya memang cuma ratusan ribu per tahun, tapi itu lumayan lo buat menambah uang merayakan hari raya. 

Dengan semua usaha warga dan keinginan kuat mereka menciptakan lingkungan yang asri, mereka sering dapat penghargaan ketika ikut kompetisi. Misalnya saja, Kampung E-Link memenangkan Best of The Best Pengelolaan Kawasan Lingkungan Berbasis Hijau pada ajang Gresik Berhias Tahun 2017.#