foto: Infid.org

Rentannya kondisi, tingginya risiko yang dihadapi, dan mulianya tugas mereka dalam menyuarakan hak-hak atas lingkungan sesuai jaminan dalam konstitusi negara Indonesia, menjadikan para pembela lingkungan mutlak mendapatkan perlindungan dari negara baik secara hukum dan HAM.

TOKOH INSPIRATIF – Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya sektor lingkungan sering mengalami ancaman bahkan pembunuhan dalam aksi kemanusiaannya. Padahal mereka memegang peran strategis dalam memajukan dan menyuarakan HAM bagi pihak atau kelompok yang tidak mampu bersuara (the voiceless) termasuk bagi lingkungan hidup yang tidak mampu membela dan menyuarakan dirinya sendiri.

“Saya memang pura-pura mati, Pak Hakim. Kalau tidak gitu, saya mati beneran,” begitulah ungkapan Tosan, seorang pembela HAM atas lingkungan (Environmental Human Right Defender) yang lolos dari maut saat menolak penambangan pasir.

Pernyataan itu disampaikan dalam sidang kesaksian pembunuhan kawannya, petani sekaligus pembela HAM lingkungan bernama Salim Kancil, (Kompas, 25/2/16).

Salim mengalami pembunuhan keji oleh segerombolan orang tidak dikenal sesaat sebelum aksi demonstrasi terkait penolakan tambang pasir yang merusak lingkungan di Desa Selo Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Perisiwa ini merupakan satu dari banyak kasus yang menjadi bayang-bayang dan kerap dialami para pembela lingkungan.

Bahkan setelah hari HAM Sedunia diperingati sebanyak 74 kali pada setiap 10 Desember dan Perjanjian Paris telah diratifikasi pada 22 April 2016, kriminalisasi Pembela lingkungan di Indonesia terus terjadi hingga saat ini.

Menurut data ELSAM, pada tahun 2020 kriminalisasi pembela lingkungan meningkat menjadi 60 kasus dari tahun sebelumnya 27 kasus.

Perlakuan sewenang-wenang, intimidasi, kekerasan fisik dan psikis, pembunuhan, serta ancaman gugatan Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP), tidak lain berkaitan dengan aktiviasnya membela dan memperjuangkan lingkungan, bersuara kritis terhadap pembangunan tidak berkelanjutan teruama sektor indusri, pertambangan, pertanian skala besar, dan proyek pembangunan tenaga listrik.

Ironisnya negara kerap menjadi aktor utama yang melakukan hal tersebut, bahkan lahir aktor-aktor non-negara namun mendapat back-up dari negara, seperti Transnational Corporation dan Multinational Corporaton, milisi bersenjata, kelompok fundamentalis, dan preman.

Rentannya kondisi, tingginya risiko yang dihadapi, dan mulianya tugas mereka dalam menyuarakan hak-hak atas lingkungan sesuai jaminan dalam konstitusi negara Indonesia Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta resolusi 48/13 United Nations Human Rights Council (UNHRC) yang mengakui, bahwa hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan adalah sebagai HAM, menjadikan para pembela lingkungan mutlak mendapatkan perlindungan dari negara baik secara hukum dan HAM.

Komitmen negara melindungi pembela lingkungan terdapat dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tertulis, bahwa “pembela lingkungan tidak bisa dijerat secara hukum baik pidana meupun perdata” tetapi praktiknya masih banyak kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan atas nama negara atau perusahaan milik negara.

Undang-undang ini juga belum disertai penjelasan jenis hak-hak yang diperoleh, perlindungan apa diberikan, serta dalam penjelasan masih terdapat kerancuan dengan bunyi pasalnya.

Sebagai negara hukum dan bagian dari masyarakat internasional, Indonesia perlu menyusun dan memperkuat komitmen untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak-hak pembela lingkungan dan komunitas yang diwakilinya sebagai bentuk tanggungjawab sesuai Deklarasi PBB mengenai Pembela HAM dan resolusi Dewan HAM PBB 40/11.

Komitmen tersebut dapat berupa pembentukan norma hukum, berbagai program nasional, meminimalisir dan menindak tegas pelaku serangan, melakukan pendampingan, adanya keterbukaan informasi, atau membentuk kebijakan lain yang dapat menjadi payung hukum untuk melindungi hak-hak para pembela lingkungan. Tujuannya adalah untuk menekan ancaman dan pembunuhan bagi pembela lingkungan.

Karena, duka pembela lingkungan adalah duka bagi kita dan generasi akan datang yang memiliki hak setara untuk menikmati lingkungan bersih dan sehat.***

Penulis: Widya Rainnisa Karlina, Peserta Green Leaders Indonesia Batch 2