Mengangkat Martabat Enceng Gondok
Keindahan bunga eceng gondok yang mendadak viral di jagad maya membuka mata masyarakat bahwa tumbuhan air tersebut memiliki potensi ekonomi salah satunya ekowisata.
Eceng gondok selama ini dikenal sebagai gulma pengganggu dalam lingkungan perairan. Tanaman dengan nama latin Eichhornia crassipes ini juga sering menjadi kambing hitam ketika terjadi pendangkalan air danau atau sumbatan saluran air yang tak jarang mengakibatkan banjir.
Namun tahukah Anda, bila dikelola dengan baik, tanaman enceng gondok bisa mendatangkan nilai ekonomi yang luar biasa. Selain bisa digunakan sebagai aneka kerajinan, ternyata hamparan bunga yang mekar bersamaan bisa dijadikan obyek wisata.
Itulah yang terjadi di Blok Wadas Ilir Desa Tagal Sari, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, beberapa hari terakhir. Kolam penuh eceng gondok yang sedang berbunga di kawasan itu mendadak nge-hits dan ramai dijadikan tempat untuk swafoto ratusan warga yang kebanyakan anak-anak remaja.
Hamparan bunga enceng gondok yang tengah mekar bersamaan ini menjadi spot selfie yang indah ala-ala Korea. Warga mengaku berasa berliburan ke negeri gingseng saat mengunggah swafoto di kolam yang ditumbuhi eceng gondok itu.
Ramainya postingan Cirebon rasa Korea itu membuat balong Blok Wadas Ilir Desa Tegal Sari ramai diburu wisatawan. Keindahan bunga eceng gondok yang mendadak viral di jagad maya akhirnya membuka mata masyarakat bahwa tumbuhan air tersebut memiliki potensi ekonomi salah satunya ekowisata.
“Awal mulanya eceng gondok itu tumbuhan air yang punya keindahan, karena bunganya yang indah,” kata Prof Gadis Sri Haryati, Peneliti dari Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dilansir dari Antara.
Gadis menjelaskan awal mula ditemukan eceng gondok dijadikan sebagai tanaman hias karena memiliki bunga yang indah. Tetapi jarang sekali eceng gondok bisa berbunga secara banyak seperti yang sedang viral di Cirebon dan beberapa daerah lainnya.
“Biasanya berbunga satu atau dua sehingga tidak terlalu jelas terlihat keindahannya dan tidak terlalu signifikan,” kata peneliti Limnologi ini.
Menurut Gadis, eceng gondok bisa berbunga lebih dari satu kali dan warna bunganya dominan ungu. Literatur yang ada menyebutkan eceng gondok berbunga antara bulan Mei-September untuk wilayah temperate. Sedangkan untuk wilayah tropis, bisa berbunga sepanjang tahun.
Eceng gondok lanjut dia, memiliki sifat mudah tumbuh, meskipun dalam kondisi ekstrem. Hal ini menyebabkan eceng gondok menjadi tumbuhan invasif. Hal inilah yang menjadikan Eceng gondok kerap dipandang sebagai gulma atau tumbuhan pengganggu.
Di beberapa perairan misalnya seperti danau atau waduk, keberadaan Eceng gondok dianggap sebagai tumbuhan pengganggu seperti di Danau Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Danau Limboto di Gorontalo, Danau Tempe di Sulawesi Selatan, dan danau-danau lain. Eceng gondok juga jadi pengganggu di sejumlah waduk seperti Waduk Saguling, Waduk Jatiluhur dan lainnya.
Eceng gondok tubuh di perairan yang subur atau mengandung nutrien (nitrogen dan fosfat). Di Indonesia ada perairan yang subur secara alam, perairan tidak subur, dan perairan yang mengalami penyuburan dari lingkungan sekitar. Perairan yang mengalami penyuburan karena lingkungan sekitar bisa disebabkan oleh masuknya nutrien dari aktivitas pertanian yang menggunakan bahan pupuk seperti pestisida dan lainnya.
Gadis menjelaskan, selain sisi negatif, eceng gondok juga memiliki segudang manfaat. Keberadaan eceng gondok memiliki fungsi di perairan yakni menjadi tempat berlindungnya anak-anak ikan, tempat menempel telur ikan atau jasad-jasad renik (organisme renik) yang menjadi tempat makan ikan. Ikan berlindung di akar eceng gondok, mencari makan, bertelur, sehingga oleh masyarakat tradisional, eceng gondok sengaja dikumpulkan agar bisa menangkap ikan.
Selain itu, eceng gondok juga dimanfaatkan sebagai pupuk kompos (biogas), bahan bakar batu bata, kertas, batangnya menjadi jerami, untuk kerajinan tangan seperti souvenir, sandal, bahkan menjadi mebel (furnitur). Nah, viralnya bunga eceng gondok juga menjadi bukti bahwa kawasan perairan yang ditumbuhi enceng gondok bisa menjadi destinasi wisata alternatif jika dikelola dengan baik.
“Selama keberadaan eceng gondok bisa dikelola dengan baik akan mendatangkan manfaat yang bernilai ekonomi bagi masyarakat sekitarnya, tak salah bila tanaman air ini dikembangkan,” jelasnya.
Seperti di luar negeri saat ini bibit eceng gondok dijual dengan harga cukup mahal salah satunya di Jepang dibandrol dengan harga 93 Yen atau setara dengan Rp12 ribu per bibit.
Gadis berharap pemerintah lebih serius untuk mengelola pemanfaatan eceng gondok agar meningkatkan nilai tambah, seperti ekowisata dan produksi rumah tangga. Di sisi lain, perlu ada upaya yang berkelanjutan supaya sisi negatif eceng gondok dapat kendalikan dan sisi positifnya dapat dioptimalkan.#