Maurilla Sophianti Imron pendiri komunitas bernama Zero Waste Indonesia (Dok. pribadi)

Meski tak memiliki latar belakang pendidikan lingkungan, namun tak menjadi alasan bagi Maurilla untuk bergerak menyelamatkan bumi dengan mempelopori gaya hidup zero waste, yakni sebuah gaya hidup berkelanjutan yang minim sampah dan ramah lingkungan. Simak perjalanan inspiratif Maurilla di sini.

TOKOH INSPIRATIF – Isu lingkungan telah lama didengungkan dan menjadi hal krusial bagi kehidupan planet bumi dan seluruh isinya. Sayangnya, tak sedikit yang cuek dengan pertanda bahwa bumi kita sedang tidak baik-baik saja.

Namun, bukan berarti tidak ada yang peduli. Saat ini makin banyak masyarakat yang mulai sadar dan memberikan contoh nyata agar bumi kita tetap lestari hingga masa mendatang. Salah satunya adalah dengan menerapkan gaya hidup zero waste, yakni sebuah gaya hidup berkelanjutan yang minim sampah dan ramah lingkungan, yang dipelopori oleh Maurilla Sophianti Imron.

Mauril, demikian perempuan berhijab ini biasa disapa, mendirikan komunitas bernama Zero Waste Indonesia pada akhir 2017.

Zero Waste Indonesia merupakan one stop platform dengan beragam informasi untuk membantu seseorang memulai atau melanjutkan gaya hidup minim sampah yang sudah mereka lakukan. Banyak sekali insight yang mereka berikan melalui kelas, workshop, hingga IG live supaya ada interaksi.

Tujuan dari Komunitas Zero Waste Indonesia (ZWID) adalah untuk memberikan solusi bagi orang-orang yang ingin berkontribusi terhadap lingkungan, tapi masih bingung bagaimana caranya. Lewat komunitas ini, dia ingin menyediakan platform gaya hidup minim sampah dari hulu ke hilir, mulai dari mencegah hingga mengolah sampah, dengan bahasa yang mudah dicerna.

“Aku sadar mengubah gaya hidup bukan sesuatu yang mudah, jadi kami ada untuk menjadi sistem pendukung. Karena melakukan secara bersama-sama lebih mudah dan terlihat signifikan daripada melakukan sendiri,” kata Mauril.

Perjalanan Zero Waste Indonesia sebagai komunitas dan bisnis sosial dimulai dari dua orang sampai akhirnya berkembang menjadi 24 orang. Akun Instagram komunitas ini kini sudah memiliki 160.000 pengikut.  Seiring waktu berjalan, semakin banyak orang-orang yang tertarik untuk secara tulus bertumbuh bersama dalam bersama-sama mencintai bumi.

Maurilla Sophianti Imron, Founder Komunitas Zero Waste Indonesia (dok. Pribadi/Maurilla Sophianti)

Ibu dari dua anak yang juga content creator ini mengatakan setiap tahun ZWID fokus kepada kampanye dengan satu topik besar. Maurilla pun mencontohkan kampanye tentang limbah medis yang gencar dilakukan dua tahun lalu. Fokus kampanye diarahkan tentang bagaimana cara mengurangi dan mengelola limbah medis agar tidak berbahaya untuk makhluk lain.

“Kita juga baru membuat dua program baru di platform kami yaitu Carbon Calculator untuk menghitung emisi karbon yang kita hasilkan setiap harinya dan juga Forum di mana sobat ZWID dapat berinteraksi,” jelasnya.

Tahun sebelumnya, komunitas ini juga mengajak orang-orang untuk berkomitmen tidak membeli pakaian baru selama tiga bulan sebagai implementasi slow fashion untuk mengurangi sampah fesyen dan limbah tekstil dalam gerakan Mulai Dari Lemari.

Orang yang ikut berpartisipasi diajak untuk mencari alternatif baju baru, seperti meminjam, menyewa, bertukar, menjahit sendiri, atau membeli baju bekas.

Membeli baju baru sama sekali tidak dilarang bila memang butuh, yang penting adalah memahami bahwa berbelanja baju baru bukan sekadar tergiur tren. Akan lebih baik bila membeli dari label fesyen berkelanjutan atau label lokal untuk mendukung wirausaha yang terdampak pandemi COVID-19.

Komunitas ini juga punya gerakan Tukar Baju yang disambut secara antusias. Dia mengungkapkan, dari 16 kali acara di enam kota berbeda, ada lebih dari 13.500 baju ditukar dalam kampanye yang diharap bisa membantu mengurangi sampah industri fesyen. Dengan menukar baju yang masih layak pakai, diharapkan usia baju bertambah sehingga tidak berakhir di tempat sampah saat pemiliknya merasa bosan.

Mauril yang kini berdomisili di Nusa Dua, Bali, mengatakan ada semakin banyak orang yang mengerti tentang gaya hidup minim sampah. Informasi gaya hidup minim sampah kian banyak ditemukan, banyak juga yang mempraktikkan. Selebritas-selebritas juga kian vokal menyuarakan ajakan untuk mencintai lingkungan dengan meminimalkan sampah.

“Kita mulai bergerak ke arah yang baik, ditunjukkan oleh banyaknya bisnis yang menggunakan sustainable approach, juga hasil riset yang membuktikan bahwa masyarakat mau mengeluarkan uang lebih untuk membeli barang yang eco dan holistik.”

Awali dari yang sederhana

Gaya hidup minim sampah bisa diawali oleh setiap individu, dimulai dari niat dan alasan yang kuat. Dia menyarankan untuk mencari alasan itu lewat asupan informasi dari dokumenter hingga webinar soal lingkungan. Setelah itu, mulailah merefleksikan sampah apa saja yang dihasilkan dan cari tahu apa yang bisa dikurangi.

“Putuskan untuk mengurangi dari satu hal dan konsisten,” kata Founder & Head of Digital Activation Zero Waste Indonesia ini.

Hal kecil bisa dimulai dari mengurangi sedotan plastik, sendok garpu plastik, tas plastik sekali pakai hingga air botol mineral dalam kemasan. Mulai biasakan diri membawa kotak makan serta kantong sendiri ketika berbelanja, mengganti pembalut sekali pakai dengan pembalut kain atau menstrual cup, memilah sampah di rumah juga belajar membuat kompos.

“Juga terapkan 6R: Rethink, Refuse, Reduce, Reuse, Recycle and Rot. Ketika itu ada di dalam pola pikir, kita akan jadi orang yang lebih kritis dalam membuat keputusan sehari-hari.”

Tak punya latar belakang pendidikan lingkungan, sempat insecure

Maurilla Sophianti Imron sedang membuat kompos (dok. Pribadi/Maurilla Sophianti)

Bila Anda berpikir bahwa Maurilla memiliki latar belakang dunia lingkungan, maka jawabannya adalah tidak.

Ia adalah lulusan International Business and Management dari Hogeschool Inholland, Rotterdam dan pernah berkecimpung di industri fesyen selama lima tahun.

“Tapi justru itu yang membuat aku bisa relate dengan banyak orang. Untuk menunjukan bahwa siapapun bisa berkontribusi untuk menjaga lingkungan.”

Usai lulus kuliah, Mauril mulai tertarik dengan gaya hidup minimalis. Mulai mengurangi barang-barang yang tidak terpakai dan aktif membuat video seputar travelling sejak di Belanda.

Sampai sekarang pun, Maurilla aktif menggunakan platform Youtube sebagai wadahnya untuk berbagai informasi seputar zero waste, hidup minimalis, dan proses belajar hidup berkesadaran (mindful living). Contohnya berbagai tips melakukan kegiatan tanpa harus ada sampah.

Kesadarannya untuk bergerak melakukan sesuatu bagi kelestarian lingkungan juga dipicu ketika dirinya melihat video seorang penyelam di Nusa Penida Bali yang merekam sampah plastik bertebaran di wilayah perairan yang yang diagung-agungkan bagi surga peselam dunia.

“Aku nggak nyangka tempat yang dibilang paradise ternyata penuh dengan sampah. Itu adalah hal yang membuatku harus melakukan sesuatu.”

Maurilla mengatakan harus ada pola pikir baru untuk menyederhanakan diri sendiri pada gaya hidup ini. “Kita harus berfokus pada hal yang terkontrol,” cetus Mauril yang mulai tertarik dengan gaya hidup minimalis setelah lulus kuliah.

Kegelisahan dari pengalaman Maurilla saat di Bali menjadi salah satu alasan yang kuat bagi Maurilla Sophianti Imron untuk lebih memperhatikan lingkungan.

Perempuan 31 ini terdorong untuk belajar lebih dalam mengenai apa yang terjadi di muka bumi, termasuk kerusakan-kerusakan akibat sampah yang dilakukan oleh manusia. Dia kemudian menemukan banyak fakta memprihatinkan, salah satunya adalah Indonesia jadi kontributor sampah plastik terbesar kedua di dunia.

“Kemudian aku mencari tahu apa yang individu seperti aku bisa lakukan dan menemukan gaya hidup yang bernama zero waste. Itu awal mula tranformasiku menjadi seperti sekarang,” kata Maurilla melansir ANTARA.

Maurilla kemudian mendirikan komunitas berbasis daring bersama Kirana Agustina bernama Zero Waste Indonesia (ZWID) yang bertujuan mengajak orang-orang menjalani gaya hidup tanpa sampah. Setiap orang diajak meminimalkan sampah yang dihasilkan dalam kehidupan sehari-hari demi menjaga lingkungan.

Menjadi sebuah proses yang panjang sekaligus tantangan, ketika seorang Mauril yang notabene tak memiliki latar belakang pendidikan lingkungan kemudian bisa aktif mengedukasi atau menyuarakan pendapatnya terkait gaya hidup zero sampah.

Awalnya dia sempat merasa insecure. Terlebih isu lingkungan hidup seringkali didentikkan dengan climate change dan disampaikan dengan bahasa akademis oleh kalangan cendekiawan, pemerintah, alih-alih para aktivis lingkungan.

“Untuk orang yang gak punya background seperti aku, rasanya ketinggian. I just wanna know what i can do tapi dulu aku belum dapet jawaban itu,” ujar Maurilla melansir dari IDNtimes.

Menurutnya perjalanannya berproses dengan gaya hidup minimalis ini membuat Mauril bisa hidup lebih mindful. Ia merasa lebih berkesadaran dengan semua hal dan keputusan yang diambilnya.

Maurilla menyadari bahwa pilihan hidup untuk berdampingan dengan alam adalah perjalanannya berproses sebagai manusia. Mulai dari hanya tertarik saja hingga menerapkannya dalam hidup sehari-hari. Tentu, Maurilla tidak hanya berbagi informasi dan edukasi secara daring saja.

Mindful living

Maurilla Sophianti Imron, Founder Komunitas Zero Waste Indonesia (instagram.com/murielimron)

Sebagai penggiat gaya hidup nol sampah atau ramah lingkungan, Maurilla merasa semua hal yang dilakukannya sudah menjadi kegiatan sehari-hari yang normal. Dimulai dari pagi hari setelah bangun, ia menggunakan AC dengan timer atau mematikan AC pada waktu shubuh.

Bahkan, penggunaan air saja juga sangat mindful. Maurilla memanfaatkan air sisa guna menyiram tanaman di rumah.

“Kami juga menampung air, saat ini sedang menampung air AC. Tapi sedang membangun tampungan air hujan jadi untuk menyiram karena aku berkebun di rumah, punya tanaman,” tambahnya.

Selain itu, Mauril juga selalu mengompos makanan sisa konsumsi sehari-hari. Sisa-sisa buah juga kerap diubah menjadi air serbaguna. Setiap hari, Maurilla mengaku bahwa ia harus selalu mencari ide atau memikirkan cara agar tidak ada yang terbuang dengan sia-sia.

“Zero waste itu kan memaksimalkan apa yang ada, baru kita mikirin untuk beli. Misalnya buat alas masak ada daun pisang, ya, aku pake daun pisang. Aku gak punya baking paper. Aku gak pake tisu toilet di rumah, kecuali untuk tamu,” lanjutnya sambil terkekeh.

Intinya, Maurilla masih berusaha memanfaatkan secara maksimal apa yang ada di rumah. Masak pun juga dari kebun pribadi. Kalau memang harus belanja, ia selalu membuat planning hingga siap sedia tempat dan tas pribadi.

Apa pun yang ia lakukan, semua berhubungan dengan mindful living sebagai akar dari gaya hidup zero waste. Apalagi sebagai masyarakat urban, kita seringkali tergoda untuk mengikuti banyak hal atau tren baru yang sebenarnya tidak begitu penting.

“Dulu kalau aku mau beli sesuatu, ya, aku gak mikir itu diproduksi di mana, siapa yang memproduksi, nanti bisa terurai gak, bisa didaur ulang gak. Aku gak mikir soal itu. Nah, sadar itu secara keseluruhan sehingga hidup minimalis itu akan terjadi secara otomatis,” lanjutnya.

Menurutnya, zero waste itu bukan sekadar tindakan untuk mengurangi sampah. Akan tetapi, kecintaan dan kesadaran manusia terhadap lingkungan. Dengan zero waste, Anda akan memahami bahwa semua memiliki dampak.

Misalnya, sampah yang tidak terkelola dengan baik bisa merusak lingkungan. Sampah plastik yang tidak bisa terurai dan dimanfaatkan dengan baik akan menambah isu polutan plastik. Semua ini adalah bentuk kesadaran sebagai manusia.

Maurilla memiliki kebiasaan setiap pagi untuk mengajak anaknya jalan berdua melihat alam sekitar. Dari alam dan mindful walking, ia berusaha menanamkan mindset pada putri kecilnya bahwa kita bukan makhluk superior.

“Kita bukan siapa-siapa. Ada makhluk atau tanaman lain yang juga saling ketergantungan. Kalau mereka gak ada, kita bisa jadi juga gak ada. Jadi, mindset itu memang perlu ditanamkan setiap hari,” tegasnya.

Makin dekat dengan Tuhan

Bagi Maurilla, gaya hidup mindful dan minim sampah ini adalah spiritual journey. Perempuan yang saat ini fokus menjadi ibu rumah tangga ini menyadari bahwa ia semakin dekat dengan Tuhan.

Banyak hal-hal kecil yang membuatnya lebih sadar bahwa di balik ini semua ada pencipta yang luar biasa. Di sisi lain, ia tumbuh menjadi pribadi yang tahu batas “titik cukup” dalam hidupnya.

“Sebagai individu, aku pun jadi lebih mengetahui ‘titik cukupku’ itu di mana. Tentunya kebutuhan dan keinginan tiap orang berbeda. Ada garis yang agak blur antara keinginan dan kebutuhan tapi semakin melakukan perjalanan ini semakin bertumbuh. Aku makin tahu mana yang yang esensial atau gak. Gimana caranya aku bisa ‘i am okay’ dan gak harus mengikuti banyak hal. Itu ngaruh ke mental juga,” jelas Muriel.

Sebagai pamungkas, Maurilla mengingatkan, gaya hidup nol sampah perlu dilakukan secara kolektif atau bersama untuk memberikan dampak yang signifikan baik pada alam maupun lingkungan sendiri. Dalam bahasanya, ia mengatakan sustainability starts with you.

“Tidak harus menjadi satu orang yang sempurna melakukan zero waste tetapi perlu orang banyak yang melakukanya secara tidak sempurna,” tutup dia.

Itulah kisah inspiratif Maurilla Sophianti dengan gaya hidup nol sampah dan perjalanannya membangun Komunitas Zero Waste Indonesia (ZWID). Semoga bisa mengispirasi kita semua.***

Sumber: Antara, National geographic, IDNtimes