Di tangan sekelompok anak muda Makassar, Sulawesi Selatan, yang menamakan dirinya GenOil, minyak jelantah bisa diolah menjadi biodiesel.

Sisa minyak goreng atau jelantah yang seringkali dianggap limbah sehingga dibuang begitu saja. namun di tangan sekelompok anak muda Makassar, Sulawesi Selatan, yang menamakan dirinya GenOil, minyak jelantah bisa diolah menjadi biodiesel.

Hebatnya, biodiesel yang dihasilkan GenOil kini telah diakui dan membawa para inovator muda itu meraih omzet Rp300 juta per bulan. Lebih dari itu, upaya GenOil telah turut membantu mengurangi emisi karbon penyebab perubahan iklim, mengurangi paparan limbah jelantah yang dibuang sembarangan, pun menangkal bahaya kesehatan akibat pemakaian jelantah.

GenOil berhasil menciptakan biodiesel hemat biaya namun berkualitas tinggi yang membantu nelayan Indonesia tak kesulitan lagi mendapat bahan bakar untuk melaut.

Menukil Good News from Indonesia, jauh sebelum GenOil berdiri pada tahun 2015, salah satu pencetusya yang bernama Andi Hilmy Mutawakkil punya keinginan membuat energi terbarukan dari minyak jelantah.

Mimpi laki-laki kelahiran Maros yang juga lulusan Jurusan Antropologi di Universitas Negeri Makassar itu didukung fakta bahwa pembuangan minyak jelantah oleh warga justru menimbulkan beragam masalah. Jelantah yang dibuang ke badan air akan menyumbat saluran air atau got, dan yang dibuang ke tanah mampu mencemari lingkungan.

Sejumlah riset yang dilakukan GenOil menemukan secara total ada lebih dari 17 ton minyak bekas pakai yang keluar setiap harinya dari hotel, restoran, dan rumah tangga di wilayah Makassar. Menurut GenOil, setiap satu dari sekitar 300 ribu rumah tangga menghasilkan minimal 250 ml jelantah, dengan total 60 ribu liter per hari.

Lebih parah, hasil penelitian di tempat-tempat wisata dan kuliner menunjukkan dari 111 hotel, untuk sarapan saja bisa menghasilkan 20 liter jelantah per hari. Jika ditambah pabrik mi dan restoran, estimasi mencapai 17 ton minyak bekas setiap hari. Jumlah sebesar itu belum termasuk pabrik lain dan industri kuliner skala kecil.

GenOil juga menemukan jelantah dalam jumlah banyak seperti dihasilkan restoran cepat saji biasanya dibuang begitu saja. Mirisnya lagi bila minyak jelantah diolah ulang dan dikonsumsi lagi. Mengonsumsi minyak jelantah dapat menyebabkan penyakit degeneratif seperti hipertensi, kanker, dan jantung.

Berderet fakta di atas mendorong GenOil membuat inovasi dengan mendaur ulang minyak jelantah. Cara kerja GenOil dalam menghasilkan 30 liter biodiesel dari 30 liter jelantah cukup sederhana.

Pertama, jelantah disaring kasar dan disaring kembali hingga menjadi sangat halus menggunakan pompa. Untuk menguji tingkat keasaman, jelantah halus akan ditampung dan dipanaskan dalam reaktor.

Kemudian minyak tersebut dipindahkan pada separator yang mampu menghasilkan pendapatan biodiesel (90 persen) dan gliserol (10 persen), yang selanjutnya diumpan ke evaporator untuk menghilangkan zat pengotor dan menstabilkan Ph. Terakhir, biodiesel siap ditampung dan dipakai pada mesin diesel.

Setelah jatuh bangun yang panjang dengan percobaan yang berkali-kali gagal, GenOil yang berfokus pada bidang energi akhirnya berdiri dengan modal awal sekitar Rp 3,5 juta. Sayang, produksi biodiesel meleset jauh dari perkiraan awal.

Tak pantang menyerah, GenOil menyurvei wilayah Pelabuhan Paoetere Makassar. “Waktu itu saya ke pasar jalan-jalan. Lalu ada tiga hal yang menarik perhatian saya. Penjual gorengan, ikan yang dijual kadang tak ada, dan preman di pasar,” kata Hilmi dikutip Media Indonesia.

Lalu, terciptalah ide merekrut preman-preman sebagai agen pengumpul jelantah dengan untung sampai Rp2.000 per liter, untuk dijual pada nelayan.

GenOil menjual biodiesel ke para nelayan seharga Rp5 ribu per liter, lebih murah ketimbang harga eceran Pertamina. Itu pun masih ada selisih Rp500 per kilogram untuk pengecer.

“Kalau solar hanya mampu menjangkau jarak 800 meter laut per liternya, maka biodiesel bisa mencapai lebih dari satu kilometer laut,” ujar Hilmi.

Tentu, nelayan tak langsung percaya. Selain harga murah, warna berbeda jadi masalah. Solar subsidi dari pemerintah berwarna kuning agak kebiru-biruan, sedangkan produk GenOil kuning murni.

Agar nelayan percaya, GenOil memberi garansi mengganti mesin kapal andai rusak.#