Merawat Bumi dari Dapur
“Satu orang vegetarian yang mengendarai SUV lebih ramah lingkungan daripada pemakan daging yang naik sepeda.”
Meski terasa berlebihan, namun kalimat di atas sangat relevan dengan isu pemanasan global belakangan menjadi narasi besar untuk mengemas berbagai hal. Tak ketinggalan di dunia konsumsi. Gaya hidup vegetarian memang sungguh relevan dengan isu tersebut: berbuat baik untuk bumi dapat dimulai dari dapur dan piring kita.
Berbagai permasalahan serius terkait masa depan bumi sudah sangat sering dibicarakan. Sebut saja mengenai terbatasnya akses air bersih, kekeringan, krisis energi, pencemaran air, udara, dan tanah, hingga pemanasan global.
Salah satu penyebab terjadinya berbagai permasalahan tersebut adalah faktor peningkatan populasi. Semakin bertambah jumlah manusia, tentunya diikuti oleh naikknya kebutuhan konsumsi, air, energi, dan sebagainya.
Lantas apa hubungannya global warming dengan gaya hidup vegetarian? Coba simak laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) berjudul Livestcok’s Long Shadow, yang dipublikasi 29 November 2006 di situsnya. Ternyata, 18 persen pemanasan global yang terjadi kini karena peran seluruh industri peternakan di dunia. Angka ini lebih besar dari pemanasan akibat seluruh (jenis) transportasi di dunia yang hanya 13 persen.
Aktivitas di sektor peternakan juga menyumbang 9 persen gas karbon dioksida, 65 persen nitro oksida, dan 37 persen gas metana. Gas nitro oksida—dihasilkan oleh kotoran ternak—296 kali lebih berpotensi menimbulkan gas rumah kaca ketimbang CO2. Gambaran ini belum termasuk kontribusinya pada polusi tanah dan air.
Sektor peternakan sebagai penghasil daging dan protein hewani lainnya juga disebut telah memboroskan penggunaan air. Memproduksi sekilo daging dibutuhkan 13.000-100.000 liter air. Sedangkan untuk memproduksi gandum dalam jumlah yang sama hanya membutuhkan 1000 – 2.000 liter air.
Sebuah studi yang dilakukan di California, Amerika Serikat, tahun 2009 melaporkan bawa untuk memproduksi pangan di sana telah digunakan lahan dari total luas wilayah, 80 persen air bersih, dan 17 persen energi fosil. Angka-angka ini menunjukkan bahwa urusuan perut teryata memiliki relasi yang kuat dengan sustainability.
Riset oleh Gidon Eshel dan Pamela Martin dari Universitas Chicago berkesimpulan, dengan mengganti pola makan hewani menjadi vegetarian, 50 persen lebih efektif mencegah global warming daripada mengganti mobil SUV dengan mobil hibrida. Lantas selorohannya, seorang vegan yang mengendarai SUV Hummer masih lebih ramah lingkungan ketimbang seorang pemakan daging yang mengayuh sepeda!
Oxford University melalui hasil penelitiannya menyebutkan bahwa manusia bisa mencegah kerusakan alam lebih lanjut, lewat perubahan gaya hidup. Mengutip Daily Meal, studi tersebut menyimpulkan bahwa diet berbasis tumbuhan bisa membuat harapan hidup manusia lebih panjang dan menghemat trilunan dolar dalam upaya melawan pemanasan global.
Studi yang dipublikasikan di Jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America itu memperkirakan dunia bisa mengurangi angka kematian hingga 7,3 juta jiwa di 2050 mendatang dan memangkas emisi karbon hingga 63 persen, jika manusia berpindah ke pola makan vegetarian.
Tidak hanya itu, perubahan pola makan manusia ini bisa menghemat pengeluaran hingga US$1 triliun (Rp13,2 kuadriliun) per tahun, hanya dari penurunan biaya kesehatan.
Para peneliti mengungkapkan, penghematan itu bisa memberikan keuntungan tersendiri bagi negara-negara berkembang yang membutuhkan bantuan kesehatan.
Dengan berbagai alasan tersebut, tak ada salahnya untuk mulai lebih memprioritaskan makanan yang berasal dari tetumbuhan (plant base diet). Jika ini menjadi gerakan yang mengglobal, maka akan besar kontribusinya terhadap kelestarian bumi.
“Apa yang kita makan memberi pengaruh besar terhadap kesehatan pribadi serta lingkungan,” kata penulis studi, Marco Springmann dari Oxford Martin Program on the Future of Food.
Karenanya tak salah bila saat ini mulai banyak orang yang dengan sadar memilih melakukan pola makan vegetarian, tak hanya untuk urusan kesehatan, tapi juga karena faktor dukungan untuk kelestarian lingkungan.
Ternyata untuk merawat bumi bisa dimulai dari urusan perut. Dan itu bisa dimulai dari dapur. Sesederhana itu. #