Hujan yang mengguyur pada malam tahun baru Imlek ternyata memiliki makna tersendiri. Inilah mitos dan fakta seputar datangnya hujan pada malam Tahun Baru Imlek bagi masyarakat Tionghoa.
TOKOH INSPIRATIF – Bagi etnis Tionghoa, air dianggap sebagai sumber kehidupan yang mampu mendatangkan banyak rezeki. Karena itu datangnya air (hujan) yang melimpah di malam pergantian tahun, dipercaya akan berlimpah pula rezeki dan keberuntungan untuk setahun ke depan.
Namun ada pula sebagian masyarakat Tionghoa yang kurang percaya pada mitos hujan. Turun dan tidaknya hujan di Tahun Baru Imlek tidak identik dengan keberuntungan, karena Tahun Baru Imlek memang tanggalnya bertepatan dengan musim hujan.
Diketahui, Imlek tahun ini jatuh pada Minggu 22 Januari 2023. Perhitungan hari dalam imlek merupakan gabungan berdasarkan fase bulan mengelilingi Bumi dengan bumi mengelilingi matahari yang juga bisa disebut sebagai “lunisolar”.
Sehingga penanggalan dalam tahun imlek tidak sama dengan kalender Masehi ataupun Hijriah.
Mitos
Turunnya hujan saat perayaan Imlek dipercaya sebagai tanda turunnya Dewi Kwan Im yang tengah menyirami bunga Mei Hwa, yang berarti turun berkah dari langit.
Masyarakat Tionghoa mempercayai bahwa hujan merupakan simbol keberuntungan, rezeki, dan berkah yang berlimpah.
Mei Hwa sendiri, dalam kepercayaan orang Tionghoa, adalah bunga yang ditanam oleh Dewi Kwam Im menjelang hari raya Imlek. Ini mengapa, turunnya sang dewi kemudian dipercaya membawa berkah yang berlimpah dan keberuntungan untuk tahun yang baru ini.
Jika melihat dari budaya asli masyarakat Cina sendiri, awalnya mayoritas penduduknya adalah petani yang mengandalkan penghidupan dari bercocok tanam. Maka tak heran tentu jika hujan yang datang selalu dianggap berkah, karena membantu menyiram tanaman yang ditanam oleh mereka.
Tahun Baru Imlek sekaligus menandai dimulainya musim semi, sehingga perayaan Imlek adalah perayaan musim semi. Musim semi merupakan kabar gembira dan pengharapan bagi petani, karena akan memulai kegiatan bercocok tanam, pasca musim dingin yang menyebabkan aktivitas bekerja mereka terhenti dan tak ada rezeki.
Meski di zaman sekarang orang Tionghoa banyak yang berprofesi di luar petani, mereka tetap melanggengkan tradisi.
Penjelasan menurut BMKG
Di negeri asalnya, Tahun Baru Imlek dirayakan oleh semua kalangan, tak peduli apa status dan agamanya. Sama seperti Lebaran, sanak saudara akan berdatangan dan berkumpul.
Sebenarnya terdapat penjelasan ilmiah mengapa Imlek selalu hujan.
Secara ideal, periode bulan Desember, Januari dan Februari merupakan puncak musim hujan untuk sebagian besar wilayah Indonesia. Wilayah yang dimaksud adalah pulau Jawa hingga ke bagian timur di Nusa Tenggara.
Tak ayal, kondisi hujan saat Imlek kemudian cukup mudah dijelaskan secara ilmiah, karena secara alami perayaan Imlek jatuh pada musim penghujan.
Hujan memang tidak selalu terjadi saat atau menjelang Imlek, namun potensi terjadinya hujan sangat besar, terlebih pada Januari dan Februari ini. Adanya dinamika dan perubahan di bagian atmosfer menjadi pemicu terjadinya hujan di bulan Januari dan Februari ini.
Dengan fenomena Monsun Asia, dampak tidak langsung kemudian terjadi dan memicu terjadinya pertumbuhan awan dan hujan di periode tersebut.
Jadi, itulah berderet alasan mengapa hujan identik dengan imlek. Pada akhirnya mitos dan fakta ini dikembalikan kepada Anda.***