Kain pantai yang masih dalam bentuk lembaran super panjang itu dibentangkan oleh para pekerja dari atas bukit kecil, kemudian diatur rapi agar semua sisinya tersentuh sinar matahari secara langsung.

Bagi anda penggemar traveling plus fotografi, sepertinya wajib mengunjungi sentra produksi kain pantai di Mojolaban, tepatnya di Desa Laban, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Desa yang berada di tepian Sungai Bengawan Solo ini menjadi basis perajin kain warna-warni berbahan shantung yang tengah naik daun beberapa tahun terakhir.  Kain shantung atau lebih dikenal dengan kain pantai ini jadi langganan kota-kota besar Indonesia, seperti Bali, Bandung, dan Jakarta.

Bagi masyarakat di sekitaran Jawa Tengah, kain warna berbahan dasar shantung ini akrab disebut kain jumputan. Nama ini muncul dari cara pembuatannya yang ‘dijumput’ atau diambil sebagian.

Wardhi (45), salah satu perajin kain jumput menjelaskan, pada pembuatan beberapa motif, sebagian kain akan diikat ke arah atas atau ‘dijuput’ serupa kuncup dengan karet, agar tidak terkena warna atau untuk diberi warna berbeda.

 “Kain shantung putih akan digelar memanjang, lalu bagian-bagian yang ingin diberi warna berbeda akan diikat ke atas (dijumput) dengan karet untuk diwarnai belakangan. Lalu dengan spon, warna dioleskan ke kain dengan warna dan motif yang disesuaikan pesanan. Kemudian kain diberi pelapis warna agar tidak luntur. Terakhir, kain dicuci lalu dijemur dengan sinar matahari,” tutur Wardhi menjelaskan sembari sesekali memeragakan teknik jumputan.

Kain jumputan ini sering berubah nama seiring bentuknya yang dapat dikreasikan menjadi kaos, kain pantai, daster, dan lainnya. Namun, bagi masyarakat umum, kain jumputan ini lebih sohor disebut kain pantai dengan pelbagai warna dan motif, seperti sinaran, pelangi, untiran, kembang, serta gajahan.

Kain ini diproduksi dalam ukuran panjang 20–30m dengan lembar 110–120cm, sesuai permintaan. Panjang kain inilah yang menjadikannya butuh ruang lapang saat proses pengeringan.

Kegiatan selama proses pengeringan kain ini menjadi momen menarik untuk diabadikan. Kain pantai yang masih dalam bentuk lembaran super panjang tersebut dibentangkan oleh para pekerja di atas bukit kecil. Kemudian kain-kain ini diatur rapi agar semua sisinya tersentuh sinar matahari secara langsung. Proses pembentangan kain inilah yang kemudian seringkali diabadikan dalam tangkapan gambar oleh para wisatawan.

Deretan kain pantai ini sangat eyecatching, karena punya corak abstrak dan warna-warna yang sangat mencolok. Warna khas kain pantai yang identik dengan nuansa musim panas yang cerah.

Pemandangan deretan kain pantai inilah yang menjadikan Mojolaban seolah jadi desa warni-warni. Tak ayal, Mojolaban kini jadi destinasi yang dilirik wisatawan, terlebih bagi mereka yang suka hunting foto.

Nah, jika main ke Solo, tak ada salahnya mampir ke Mojolaban. Kawasan ini juga tidak jauh dari Kota Solo, hanya berjarak sekitar 30 menit menggunakan kendaraan bermotor.

Apalagi saat ini daerah Sukoharjo dan sekitarnya masih dalam musim kemarau. Sehingga pemandangan deretan kain warna-warni ini tidak akan sulit dijumpai. #