Tak hanya tentang tradisi rantangan, lebih dari itu, penggunaan wadah ternyata mampu mereduksi sampah karena wadah rantang bisa digunakan berulang kali.

TOKOH INSPIRATIF – Masyarakat memiliki cara unik untuk merayakan Idul Fitri di daerahnya. Mengambil contoh masyarakat Betawi yang memiliki tradisi unik rantangan atau membawa makanan dalam wadah rantang untuk merayakan Lebaran.

Seperti dilakukan oleh warga Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, Kota Depok, pada akhir April 2023 lalu. Sebuah acara halal bihalal digelar dengan tradisi unik rantangan. Di mana setiap warga yang datang diharuskan membawa makanan dalam wadah rantang, kemudian menggelar tikar, dan menyantap makanan bersama-sama.

Tak hanya tentang tradisi rantangan, lebih dari itu, penggunaan wadah ternyata mampu mereduksi sampah karena wadah rantang bisa digunakan berulang kali.

Menurut Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputran, tradisi berbagi makanan ini sudah ada sejak zaman dulu kala. Tradisi ini bertujuan untuk tali silaturahmi antarsesama. Tradisi ini diberikan kepada orang-orang yang kita hormati seperti orang tua dan guru. Kearifan lokal ini biasanya ada saat Lebaran.

Masyarakat Betawi akan membawa wadah ini berisi aneka makanan ke rumah keluarga dan kerabatnya. Setelah itu, mereka saling tukar makanan. Biasanya, makanan dalam rantang berisi nasi, semur, ketupat, dodol, dan sayur pepaya.

Dulu, tradisi ini disebut “nyuguh” atau sajen. Namun, seiring berjalannya waktu, Islam pun datang dan masyarakat mengembangkan kebiasaan “nyuguh” saat Lebaran. Hal ini adalah simbol perayaan hari besar dan kekuatan persaudaraan.

Adapun tentang rantang sendiri, wadah ini mulai digunakan masyarakat sejak tahun 1960an. Sebab, tempo dulu belum ada wadah sekali pakai seperti sekarang.

“Tahun 60an isu lingkungan belum merebak karena memang alat dan wadah yang masyarakat gunakan pada saat itu adalah rantang,” kata Yahya.

Tidak hanya rantang, masyarakat Betawi tempo dulu juga mengandalkan wadah dari bahan alam, karena ekosistem masih terjaga kuat. Wadah ini kita kenal dengan besek dan bongsang yang terbuat dari bambu.

Besek biasanya untuk wadah kue kering atau makanan mentah, sedangkan bongsang wadah untuk buah-buahan.Wadah kuno ini populer pada era tahun 1960an dan telah berikan manfaat untuk mendukung tren ramah lingkungan karena dapat dipakai ulang.

Membawanya kembali ke era kekinian, tak salah bila tradisi rantangan ini dihidupkan kembali. Karena tradisi tak hanya tentang merekatkan silaturahmi, lebih dari itu, tradisi rantangan sekaligus untuk menjaga bumi.

Dengan menggunakan wadah guna ulang seperti rantang dan sejenisnya, maka akan membantu mengurangi tumpukan sampah sehingga polusi terkurangi.***