Nursalim
Pemimpin Pesantren dan Tokoh Masyarakat Way Lunik, Bandar Lampung.
Lentera di Way Lunik
Merangkul anak-anak yang pernah terjebak di lembah hitam, mendampingi, dan membekali mereka dengan ilmu agama dan ketrampilan sehingga bisa mandiri di tengah masyarakat adalah hal luar biasa yang dilakukan Nursalim sejak dua dasawarsa terakhir. Dengan modal sendiri, Nursalim yang sehari-hari bekerja sebagai buruh pabrik mampu mendirikan pondok dan memiliki ratusan santri. Baginya, tidak ada anak yang dilahirkan sebagai pendosa. Yang ada hanyalah anak yang tersesat oleh pola asuh yang salah dan lingkungan yang tak layak bagi tumbuh kembang mereka.
Perjalanan panjang Nursalim sebagai pekerja sosial bermula pada tahun 1980. Ketika itu, pria kelahiran Bandar Lampung namun berdarah Serang ini telah aktif sebagai Pekerja Sosial Masyarakat yang merupakan kepanjangan tangan dari Dinas Sosial Provinsi Lampung.
Pada masa itu, Bandar Lampung sebagai kota terbesar dan jumlah penduduk terpadat ketiga di Pulau Sumatera setelah Medan dan Palembang, telah menghadapi permasalahan sosial kependudukan yang cukup kompleks. Mulai dari kenakalan remaja, penggunaan narkoba, hingga prostitusi.
“Pekerjaan kami membina mereka,” kenang Salim, demikian pria ramah ini biasa disapa.
Pekerjaan Nursalim sangat terbantu dengan dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi Bandar Lampung yang menyediakan gedung sebagai lokasi pelatihan ketrampilan untuk mereka. Selama tiga bulan, orang-orang yang sering dicap sebagai penyakit sosial ini diberi pelatihan ketrampilan, motivasi, dan bimbingan agama. Harapannya, setelah lulus pelatihan, mereka dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat.
Mereka, kata Nursalim, kebanyakan berasal dari kalangan ekonomi lemah, berpendidikan rendah, dan keterbatasan pengetahuan. Pemerintah Provinsi Bandar Lampung memfasilitasi mereka yang ingin sekolah, bekerja, atau bahkan pulang kampung.
“Kalau ada yang mau sekolah, disekolahin sama pemerintah, ada yang mau kerja, dikasih pendidikan kursus ketrampilan untuk disiapkan bekerja. Ada yang ingin menjahit, dikursuskan menjahit. Yang mampu dagang, dilatih dagang. Sesuai dengan kemampuan mereka itu nanti dikasih bantuan oleh pemerintah. Kalau mau pulang juga diongkosin sama pemerintah. Pokoknya kita bantu,” ucap Nursalim.
Waktu berjalan, kegiatan sosial yang dilakukan Nursalim makin meluas. Meskipun tak lagi bekerja atas dukungan pemerintah, Nursalim secara mandiri telah melakukan hal serupa di lingkungan tinggalnya di Kampung Sawah, Kelurahan Way Lunik, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung.
Kebetulan, rumah tinggalnya berdekatan dengan bekas lokalisasi yang telah dibubarkan. Meski secara resmi telah dihapus, namun praktik-praktik terselubung prostitusi masih kerap dilakukan oleh para mucikari dan pekerja seks komersial yang kehilangan lapak dagangan. Inilah yang membuatnya jengah.
Nursalim yang mempunyai bekal ilmu agama yang kuat dan pengalaman panjang sebagai pekerja sosial, mulai mendekati mereka perlahan-lahan. Anak-anak menjadi perhatiannya. Pertimbangan bapak tiga anak ini, mereka masih mempunyai masa depan yang luas dan jalan yang panjang, sehingga ilmu agama sangat dibutuhkan sebagai bekal hidup mereka. Akhlak yang baik menjadi benteng pertama untuk kehidupan mereka.
Lebih dari itu, terang Nursalim, di Kota Bandar Lampung juga banyak anak nakal dan anak korban perkosaan karena kurangnya pembinaan dan pengawasan dari orangtua. Orangtua tak peduli dengan pendidikan anak karena tingkat pendidikan mereka yang rendah dan ekonomi lemah.
“Karena itulah perlahan-lahan saya beri pengajian, kita bangun akhlaknya. Kalau akhlaknya, bagus insyaallah ke depan akan bagus.”
Kabar tentang sepak terjang Nursalim yang sukses membina anak-anak nakal dan korban kekerasan seksual ini berhembus sampai ke Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (Samin) yang satu arah dengan perjuangannya untuk melindungi anak-anak korban kekerasan dan perdagangan anak.
Ringkas cerita, pada 2015, Samin mengunjungi pondok Nursalim untuk memberikan dukungan melalui Program Peduli. Nursalim pun dipercaya sebagai kader program Peduli di sana.
“Alhamdulillah, saya berterimakasih dengan Program Samin ini dan sampai sekarang tetap jalan. Kami masih terus menangani masalah perdagangan anak, korban pemerkosaan di bawah umur, anak nakal, kemudian anak ngelem yang jumlahnya cukup banyak di daerah kami.”
Seiring berjalannya waktu, kolaborasi antara Nursalim dan Children Crisis Center bersama Program Peduli membuahkan hasil manis. Nursalim bahkan menghibahkan tanah seluas 12 x 8 meter untuk dijadikan sanggar bagi anak-anak dan masyarakat di Kelurahan Way Lunik. Sanggar ini dinamakan Sanggar Pelangi. Di sanggar inilah anak-anak bisa bermain dan para orang tua bisa mendapatkan pengetahuan mengenai pola asuh yang tepat bagi anak.
Dengan dukungan CCC dan Program Peduli, Nursalim pun kini aktif melakukan mediasi bagi permasalahan-permasalahan sosial yang ada di Kelurahan Way Lunik. Setiap malam Jumat, dia mengadakan pengajian rutin bagi ibu-ibu dan memberikan ceramah di masjid atau mushala. Bukan hanya ceramah tentang ilmu agama, Nursalim juga memberikan ceramah tentang pola asuh anak dan hak-hak anak yang harus dipenuhi. Harapannya, para orang tua dapat menjalankan pola asuh yang tepat bagi anak sehingga anak-anak mereka bisa terhindar dari masalah sosial yang kini masih menjadi persoalan di Way Lunik.
Dalam waktu beriringan, keterlibatan Nursalim dalam kepengurusan Komite Pendidikan Masyarakat (KPM) Way Lunik menjadikannya aktif berkontribusi menangani permasalahan sosial yang ada, mulai dari pelecehan seksual, kenakalan remaja, hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
***
Nursalim mengatakan, dia dilahirkan sekitar tahun 1950an. Ia tak tahu persis tanggal berapa dan tahun berapa dilahirkan, karena orangtuanya yang tidak bisa baca tulis. Salim tinggal di hutan bersama orangtuanya yang menjadi petani berpindah di Provinsi Lampung.
“Karena hidup berpindah-pindah, kami anak-anaknya tidak ada yang mencicipi bangku sekolah. Kami hanya sebatas Sekolah Dasar dan hanya bisa baca tulis,” kata anak keempat dari 12 bersaudara ini. Meski tak sempat menikmati bangku sekolah formal, namun orangtua Nursalim membekali ilmu agama untuk memperkuat jiwa dan akhlak anak-anaknya. Tiap jam empat sore, keduabelas anaknya diwajibkan belajar mengaji Al-Quran kepada ustad di kampung.
“Seminggu sekali abah ngontrol ke guru ngaji benar-benar belajar apa tidak. Kalau sampai ketahuan gak belajar, kami dihukum nggak dikasih makan,” kenangnya.
Hasilnya, duabelas kakakberadik itu kini semua telah ‘jadi orang’. Semua dari mereka kini memiliki pondok pesantren. Bahkan, aku Nursalim, adiknya nomor lima telah memiliki pondok pesantren lumayan besar dengan jumlah santri cukup banyak. “Alhamdulillah kami 12 bersaudara nggak ada yang jadi preman atau pengangguran,” ucapnya penuh syukur.
Belajar dari pengalaman orangtuanya, agama dan akhlak menjadi hal paling dasar yang diajarkan kepada para santri dan anak-anak asuhnya. “Bila pendidikan formal tidak terkejar, maka pendidikan agama harus diperkuat untuk mengisi jiwa-jiwa mereka dengan iman.”
Nursalim mendirikan pondok pesantren pada awal tahun 1990 saat dirinya berusia sekitar 40 tahun. Dengan modal nekat dan atas ijin Allah, Nursalim memenuhi semua kebutuhan pondok dengan jerih payah dari keringat sendiri. Meskipun hanya bekerja sebagai buruh pabrik dengan upah harian, Nursalim bersyukur seluruh kegiatan di pondok dapat berjalan dengan lancar tanpa kekurangan yang berarti.
“Alhamdulillah rejeki nggak ke mana. Kebutuhan pondok sehari-hari tercukupi. Karena saya lillahi ta’ala,” ucap Nursalim yang juga sangat bersyukur atas dukungan istri dan anak-anaknya.
Satu pengalam mencekam pernah dialami Nursalim selama mendampingi anak-anak korban kekerasan seksual. Seorang bocah perempuan, sebut saja namanya Gadis, diperkosa oleh pria dewasa dan sudah beristri. Si pemerkosa yang berkantong tebal itu ingin kasusnya diselesaikan secara kekeluargaan, tanpa diproses hukum.
Pihak keluarga korban yang telah terintimidasi, minta pertolongan Nursalim untuk menyelesaikan kasus asusila yang menimpa anaknya. Ketika proses hukum berjalan, si pelaku pemerkosa menebar ancaman: Nursalim dan keluarga korban harus menghentikan kasus yang telah dilaporkan ke polisi atau nyawanya yang jadi taruhan. Kasus yang terjadi bertepatan pada bulan Ramadhan itu sungguh membuat keluarga Nursalim tercekam rasa takut. “Keluarga saya sampai diteror. Didatangai dibawakan golok. Saya mau dibunuh. Rumah mau dibakar. Saya mah nekat saja,” kata Nursalim. Alih-alih surut langkah, Nursalim tetap membawa kasus itu ke ranah hukum sampai si pelaku mendapat ganjaran yang seimbang. Ia tak ingin lelaki bejat itu memakan lebih banyak korban bila tak diberi efek jera.
“Alhamdulillah, akhirnya orang itu diproses hukum dan dipenjara, “ ucap Nursalim yang akan mengingat pengalaman itu sampai akhir hayat.
Berjuang tanpa pamrih selalu dilakukan Nursalim meskipun tak jarang didera masa-masa sulit. Dengan keikhlasannya berbagi, saat ini sudah ada ratusan anak di Bandar Lampung yang terentaskan dari kehidupan malam, dunia keras anak jalanan, dan anak-anak yang mengalami kekerasan seksual yang dia dampingi. Tak salah bila nama Nursalim begitu dihormati di kampungnya. Kini, di usianya yang beranjak senja, Nursalim berharap tak ada lagi kekerasan terhadap anak terjadi di bumi ini. Ia ingin semua anak sejahtera, mendapatkan pendidikan yang layak, dan terpenuhi semua hak-haknya. Nursalim ingin lentera harapan bagi anak-anak malang ini tetap menyala dan menyemangati mereka untuk merebut masa depan yang gemilang.
Memang butuh waktu yang lama dan proses yang panjang untuk bisa mengubah kegelapan menjadi jalan terang. Namun, Nursalim tak pernah menyerah. Bersama warga sekitarnya, Nursalim terus berjuang menanamkan kesadaran pada masyarakat bahwa anak mempunyai hak untuk hidup, mendapatkan pendidikan yang cukup, dan diperlakukan dengan layak. Baginya, tidak ada anak yang dilahirkan sebagai pendosa. Yang ada hanyalah anak yang tersesat oleh pola asuh yang salah dan lingkungan yang tak layak bagi tumbuh kembang mereka.#
Riwayat Hidup
BiodataNama : Nursalim
Tempat Lahir : Bandar lampung
Umur : 68 tahun
Alamat : Kampung Sawah LK II RT 028 Kelurahan Way Lunik, KecamatanPanjang, Kota Bandar Lampung, Propinsi Lampung
Motto : Membuat Orang Lain Bahagia
Pendidikan: Tidak tamat Sekolah Dasar
Pekerjaan: Bekas Buruh Pabrik#