Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Brawijaya, 2019 – 2023

Mutiara dari Kampus Brawijaya

Meskipun semua jenjang karir dan capaian yang gemilang yang telah diraih, hal yang tak berubah dari diri Profesor Ahmad Erani Yustika adalah sikap rendah hati dan pantang menyerah dalam meraih cita-cita. Kecintaannya pada buku dan kegemarannya menulis, menjadi bagian lain yang tak terpisahkan dari kehidupannya. Saat ini yang paling utama bagi sosok yang selama 1,5 tahun menjadi Staf Khusus Presiden bidang ekonomi ini adalah bergerak di dalam dunia ilmu pengetahuan dan pemberdayaan masyarakat yang bisa melakukan perubahan-perubahan berarti.

Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sorotan. Target pertumbuhan ekonomi meleset dari target, bahkan lembaga internasional pun merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terbaru, Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen.

Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China atas ketegangan perang dagang kedua negara tersebut menjadi faktor utama yang akan menghambat arus investasi dan menganggu rantai dagang internasional, termasuk Indonesia.

Prof. Ahmad Erani Yustika memandang, perkembangan ekonomi Indonesia saat ini masih pada jalur yang tepat, meskipun terguncang dampak dari perang dagang. “Saya kira perkembangan ekonomi nasional pada jalur yang tepat, meski ada guncangan dari eksternal,” kata Erani.

Sebagai bagian dari rantai pasok global, perang dagang antara AS dan China memang akan memberikan pengaruh bagi Indonesia. Namun, bukan berarti pemerintah tidak melakukan apa-apa. Erani mengatakan, pemerintah akan terus memaksimalkan potensi dan sumber pertumbuhan ekonomi baru terutama dari pariwisata dan ekonomi kreatif untuk menopang pertumbuhan.

“Kita memiliki potensi besar dan dapat menjadikannya tulang punggung pertumbuhan ekonomi ke depan. Sehingga kita bisa mendiversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi, yang selama ini bertumpu pada manufaktur,” ucap Prof Erani yang selama 1,5 tahun, terhitung sejak Mei 2018 hingga Oktober 2019, ditunjuk sebagai Staf Khusus Presiden (SKP) bidang Ekonomi.

Menjadi Staf khusus Presiden jelang kontestasi politik Pemilu dan Pilpres 2019, Erani menghadapi dinamika yang luar biasa dalam menjalankan tugas. Sosok yang mengaku jatuh cinta pada ilmu ekonomi kelembagaan ini mengatakan, berbagai macam isu seperti soal tenaga kerja asing, utang luar negeri, angka kemiskinan, hingga pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya tidak pernah dipersoalkan, begitu memasuki era kontestasi politik, semua diperdebatkan. Sayangnya, informasi tentang berbagai persoalan itu dinarasikan tidak seperti apa adanya oleh pihak-pihak yang sedang berusaha mendulang suara dari masyarakat.

Hal ini tentu bertentangan dengan idealisme dan disiplin ilmu yang dia tekuni selama ini. Erani tak mau terpengaruh dengan gemuruh riak politik yang tak jarang membolak-balik fakta. Sebagai seorang teknokrat, dia terbiasa melihat semua berdasarkan data dan membacanya dengan pendekatan akademik.

Itulah yang menurutnya sebagai sebagai tantangan. Pada satu sisi harus memadukan antara aspek teknokratis dan mengomunikasikan kepada publik dalam situasi kontestasi politik  saat itu pada sisi lain.

“Saya tidak mencoba untuk menampilkan sisi baik pemerintah maupun menyembunyikan. Tapi lebih menyajikan apa yang sebenarnya terjadi. Perkara nanti bisa disetujui atau dinilai buruk, terserah saja. Tapi yang penting kita membaca dengan menggunakan data yang benar. Itu tantangan selama kurang lebih 1,5 tahun  di SKP,” Erani saat berbincang dengan tokohinspiratif.id di sebuah warung kopi di Jalan Sabang, Jakarta Pusat, pertengahan Oktober 2019.

Baginya, publik berhak untuk mendapatkan narasi yang benar tentang pembangunan yang telah dan akan berlangsung di negeri ini. Sehingga kritik yang bertujuan untuk menyesatkan informasi harus diluruskan.

“Makanya saya insyaallah sampai sekarang, walaupun sudah tidak di SKP lagi, saya terus berada pada satu jalur itu.”

Sebelum ditunjuk sebagai Staf Khusus Presiden, Erani berdinas di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sepanjang 2016-2018. Tepatnya dua tahun sebagai Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) dan menggawangi Dirjen Pemangunan Kawasan Pedesaan (PKP) selama setahun.

Banyak pengalaman selama hampir tiga tahun berdinas di kementerian ini. Salah satunya adalah pengalaman mengelola aparatur sipil negara dan membentengi diri agar terhindar dari praktik rasuah. Terlebih di Ditjen PPMD dia mengelola anggaran yang luar biasa besar, sekitar Rp 3 triliun. Sehingga, selain harus hati-hati, dia harus membentengi diri dari jebakan-jebakan birokrasi yang terkadang bisa menyeret seseorang melakukan korupsi.

Untuk terhindar dari semua itu, dia punya tiga kunci utama. Pertama, soal hukum dan anggaran. Erani mempunyai dua orang kepercayaan yang paham seluk beluk hukum dan anggaran. Setiap kali harus membuat tanda tangan, bikin SK dan sebagainya, dia selalu mendiskusikan dengan orang tersebut.

“Saya orang makro ekonomi, bukan ahli hukum dan bukan akuntan. Begitu mereka sudah memberikan lampu hijau, tidak ada masalah substansi, saya baru tandatangan.”

Kedua, membebaskan diri dari kepentingan pribadi dan tidak boleh punya ekspektasi untuk mengambil lebih dari aturan yang ada.

“Karena hanya dengan begitu kita bisa bersikap hitam putih kepada birokrasi yang ada di sekeliling kita. Tapi kalau kita ikut main, maka kredibiltas kita hancur dan aturan main yang benar tidak pernah bisa ditegakkan. Disiplin kepada birokrasi tidak bisa kita lakukan,” tuturnya.

Resep ketiga adalah mendorong semua birokrat di bawahnya untuk bisa mengelola semua program dan mengambil keputusan dengan basis pengetahuan. Knowledge base program harus jalan.

“Jadi jangan lagi ada keputusan yang diambil semata karena faktor preferensi pimpinannya atau karena ada kekuatan lain dari luar yang bekerja.”

Untuk mewujudkannya, pengetahuan para birokrat harus ditingkatkan, riset-riset harus dibuka kembali. Erani juga membuat standart atau alat ukur untuk menentukan apakah program yang dilakukan sudah berjalan pada koridor yang benar. Dengan dasar itu, dia meyakini akan memiliki kerangka yang lebih utuh untuk bisa mengenali wilayah otoritas dimiliki.

“Itu yang saya kembangkan. Saya merasa bahwa hanya dengan cara itu maka tujuan besar dari kebijakan maupun program-program yang kita lakukan akan sesuai dengan yang diharapkan.”

Tahun pertama menjabat di Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Erani membuat gebrakan dengan membuat Indeks Desa Membangun (IDM). IDM bertujuan untuk mengukur kondisi desa-desa pada saat ini sehingga treatment yang diberikan untuk membangun desa-desa tersebut lebih terukur dan terarah.

“Dengan sistem ini, staf-staf saya terutama yang muda merasa makin tertantang dan bersemangat dalam bekerja. Kultur semacam ini yang saya bangun,” Erani yang akhirnya mampu menampik anggapan bahwa siapapun masuk dalam intitusi korup, maka  dia akan larut.

Untuk persoalan korupsi dan turunannya, Erani tegas mengatakan semua tergantung pemimpinnya. “Ini persoalan kredibilitas dan itu yang selalu saya tekankan,” ucap Erani.

***

Ahmad Erani Yustika lahir di Ponorogo, 22 Maret 1973. Sulung tiga bersaudara ini menikmati masa kecil yang bahagia di kampung halamannya di Desa Ngunut, Kecamatan Babadan, sekitar 60 km dari pusat kota reog.

Sang ayah yang berprofesi sebagai guru, memberi anak-anaknya ‘kemewahan’ luar biasa dengan memberikan sebuah perpustakaan mini di pojok rumah. Beraneka buku bacaan, mulai yang serius hingga cerita ringan disediakan. Bermacam media cetak pun dilanggan, mulai koran Kompas, Jawa Pos, tabloid olahraga, majalah Kartini dan Femina yang menjadi langganan ibunda, dan tak terkecuali majalah anak-anak, Bobo.  Untuk ukuran desa di era 80-an, itu menjadi sesuatu yang istimewa.

Karena di rumah  punya sekian banyak bacaan, lama-lama akhirnya tersugesti untuk melakukan aktivitas membaca seperti dilakukan kedua orangtuanya.

“Le, kita nggak masalah hanya makan nasi lauk tempe dan tahu, tapi yang penting sekolah dan kita punya buku,” itu pesan yang selalu diingat Erani dari sang ayah untuk selalu membaca dan menulis.

Erani kecil punya cita-cita menjadi insinyur pertanian. Ini karena memang dia hidup di desa,  dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Memori bawah sadarnya selalu mempunyai passion yang kuat di bidang pertanian. ”Lingkungan saya lingkungan sawah.”

Karena itulan Erani mempunyai keingin kuat untuk kuliah di fakultas pertanian. Sayang, dia tak diterima di fakultas impian. Erani justru diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang. Meski kuliah di fakultas ekonomi, namun hasratnya untuk mempelajari pertanian tidak hilang. Terbukti, tema skripsi, tesis, hingga disertasinya tidak lepas dari atmosfir pertanian.

Selama menjadi masiswa, Erani yang terkenal kutu buku ini cukup aktif. Selain menjadi ketua pers mahasiswa Fakultas Ekonomi UB, Indikator, dia juga aktif di penerbitan majalah kampus Ketawang Gede. Dua tempat itulah yang menjadi ”pelarian” Erani dari kejenuhan kuliah.

Erani mengaku tak suka dengan gaya dosen yang menerangkan kuliah secara leterleg, persis buku. Untuk tipe dosen seperti itu, ia lebih suka titip absen. ”Kenapa saya harus masuk, saya bisa baca buku saja, toh sama saja. Lebih baik saya habiskan waktu di kantor Indikator untuk diskusi, baca buku, atau menyiapkan rapat,” katanya berkilah.

Itulah mengapa, ketika ia menjadi dosen, ia tak memaksa mahasiswanya untuk masuk kuliah. Ia selalu menekankan kepada mahasiswanya untuk menikmati proses. ”Kalau prosesnya benar, nilai itu akan ikut dengan sendirinya,” katanya.

Karena itu pula ia memberi insentif nilai A kepada mahasiswa yang artikelnya dimuat di media massa tanpa perlu mengikuti kuliah. ”Karena saya tahu untuk bisa menulis di media massa itu bisa melewati proses yang sangat berat. Dia harus mentiapkan membaca buku-buku, mencari data, menuliskannya dalam sebuah kalimat yang terstruktur dan itu jelas tidak mudah bagi mahasiswa. Belum lagi persaingan di media. Kalau dia bisa menulis itu, artinya proses yang dia lakukan leih berat ketimbang mengikuti kuliah saya. Makanya saya kasih insentif nila A tanpa harus mengikuti kuliah saya,” urainya panjang lebar.

Menamatkan S-1 pada 1996, Erani mengabdikan diri sebagai sebagai pengajar di kampus alamater. Tahun 1998, dia mendapatkan beasiswa kuliah S-2 di Institute fuer Rurale Entwicklung, Universitaet Göttingen, Jerman, setelah sempat empat kali gagal.  Lulus tiga tahun kemudian, tak lama berselang, dia pun kembali ke kampus yang sama, Universitaet Göttingen, untuk melanjutkan program doktoral.

Kembali ke Malang pada 2005, Erani menerjuni lagi ke dunia kampus,  mengajar dan aktif menulis jurnal serta artikel di berbagai media massa. Kini, lebih dari 750 tulisannya tersebar di surat kabar dan majalah nasional (juga internasional). Sudah lebih dari 30 buku karyanya diterbitkan. Salah satunya, Ekonomi Kelembagaan (Bayumedia, 2006) yang layak disandingkan dengan buku-buku panduan teori ekonomi lainnya. Sebuah buku kajian mendalam dan komprehensif tentang salah satu cabang ilmu ekonomi, yang di Indonesia sendiri masih terbilang langka. Peraih penghargaan Best Paper Award 2009 – Journal of Indonesian Economic and Business, FE-UGM, ini  juga aktif sebagai pembicara di berbagai seminar di dalam dan luar negeri.

Menulis memang aktivitas yang telah digeluti Erani sejak lama. Tulisannya adalah gabungan antara kajian ekonomi ilmiah dengan kontemplasi humaniora filosofis. Banyak dari tulisannya menyangkut nasib rakyat yang terpinggirkan oleh kekuatan modal dan kekuasaan yang mengatasnamakan industrialisasi dan pembangunan.

Pada Maret 2008, Erani dipercaya sebagai Direktur Eksekutif Institute for Development Economics Finance (INDEF). Sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat nasional yang cukup kritis dalam mengkaji kebijakan pemerintah, dan cukup berpengaruh dalam diskursus strategi pembangunan ekonomi, keuangan dan pertanian nasional, maka jabatan ini signifikan bagi Erani menyuarakan apa yang selama ini menjadi uneg-unegnya tentang pembangunan kerakyatan.

Pamor Erani makin moncer ketika ia terpilih sebagai anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) selama dua periode (2010-2017). Direkomendasikan namanya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Erani mendapat apresiasi dari Komisi XI DPR RI saat menjalani fit and propper test karena menawarkan konsep yang berani. Diantaranya, kebijakan BI harus kembali konsentrasi di perkreditan, bukan banyak bermain di obligasi maupun investasi.

Di luar itu, dia terpilih menjadi Ketua Focus Group Infrastruktur Pengurus Pusat ISEI (2012-2015) dan Ketua Focus Group Ekonomi Kreatif PP ISEI (2016-2019).

Nama Dosen Berprestasi I Universitas Brawijaya dan dosen berprestasi tingkat nasional ini juga mencuri perhatian publik saat Komisi Pemilihan Umum menunjuknya sebagai moderator debat jilid II pada Minggu 15 Juni 2014. Tema yang diusung pada debat kedua kala itu adalah Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.

Rekam jejaknya yang konsisten mengkritisi kebijakan pemerintah di sektor pertanian, masyarakat pedesaan, dan keahliannya di bidang ekonomi kelembagaan, membuatnya dipilih sebagai Dirjen PPMD (Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa) pada 2015 – 2017 dan Dirjen PKP (Pembangunan Kawasan Perdesaan), Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi pada 2017-2018.

Sejak Mei 2018 sampai Oktober 2019 menjadi Staf Khusus Presiden bidang ekonomi.

Dengan jadwal yang padat dan kesibukan yang luar biasa, Erani bersyukur memiliki istri yang begitu pengertian dan mensupport semua kegiatannya dengan mengambil alih seluruh urusan keluarga. Meskipun selama tiga tahun terakhir, kesibukan Erani begitu menggila, namun Rukavina Bakhs, sang istri, dengan ikhlas ”menggantikannya”.  Rukavina yang juga berprofesi sebagai dosen tetap memiliki perhatian yang besar terhadap keluarga dengan kelembutan dan kasih sayangnya.

Sang istri, menurut Erani, telah memberinya kemewahan yang luar biasa untuk mengeksploitasi minat dan kemampuan secara penuh baik sebagai dosen, peneliti, dan saat bertugas di BSBI, di Kementerian Desa, di SKP, dan di semua posisi yang diamanahkan kepadanya. ”Sehingga, kalau semua yang saya kerjakan ini ada keberhasilnya, sebetulnya mereka yang lebih layak mendapatkan award itu, bukan saya,” kata Erani yang berjumpa kali pertama dengan istrinya saat menempuh program S2 di Jerman.

Meskipun semua jenjang karir dan capaian yang gemilang yang telah diraih, hal yang tak berubah dari diri Erani adalah sikap rendah hati dan pantang menyerah dalam meraih cita-cita. Kecintaannya pada buku dan kegemarannya menulis, menjadi bagian lain yang tak terpisahkan dari kehidupannya.

“Saya itu kalau urusan yang terkait dengan riset, membaca atau bikin tulisan, itu sudah seperti bagian dari DNA saya. Saya nggak ada beban apapun. Saya selalu terobsesi untuk mengerjalan sesuatu dengan cepat. Nggak mau menunda pekerjaan dalam bidang apapun, terlebih bidang yang saya sukai,” terangnya.

Tak salah, bila Erani mampu menyelesaikan program doktoralnya hanya dalam kurun waktu 2,5 tahun. Dan mendapatkan gelar Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya pada usia yang relatif masih muda, yakni 38 tahun. Erani diangkat sebagai Guru Besar Ilmu Ekonomi Kelembagaan di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya pada 1 Juni 2010, pengukuhan dilakukan pada 30 Desember 2010.

Menukil kalimat bijak dari Thomas Alfa Edison: there is no subtitute of hard work – tidak ada pengganti dari kerja keras, Erani meyakini tidak ada keberhasilan yang didapat dengan cara instan. Semua harus diraih dengan kerja keras.

“Nggak ada kemewahan kita untuk bermalas-malasan kalau ingin berhasil. Kalau orang lain kerja 4 jam, kita harus kerja 8 jam. Orang lain kerja 8 jam kita harus 16 jam. Kalau bisa diselesaikan sehari, kenapa harus harus sepekan!” ucap Erani yang sejalan langgam kerja Presiden Jokowi yang selalu ingin cepat, tidak menunda pekerjaan, membuat target dan membangun standart kerja paling tinggi yang bisa dilakukan.

Kini, selepas dari SKP, Erani rehat sejenak dari hiruk pikuk pemerintahan. Ia ingin kembali ke kampus dan menikmati profesinya sebagai dosen. Erani juga baru terpilih sebagai Ketum Umum IKA UB (Ikatan Alumni Universitas Brawijaya) periode 2019 – 2023.

Saat ramai perbincangan tentang pemilihan calon menteri dan wakil menteri, nama Erani Yustika sempat digadang-gadang menjadi wakil menteri dan beberapa posisi penting di pemerintahan. Bahkan sejak sepuluh tahun lalu, sudah banyak yang melamar menjadi caleg dan bahkan bertarung dalam pemilihan kepala daerah.  Namun, ia merasa dunia politik praktis bukanlah pilihan hidupnya, setidaknya untuk saat ini.

Katanya, dalam hidup, dia tidak pernah bermimpi menjadi pejabat, apalagi Staf Khusus Presiden. Baginya yang paling utama adalah bergerak di dalam dunia pengetahuan, akademik, pemberdayaan masyarakat yang bisa melakukan perubahan-perubahan.

“Selebihnya saya anggap bagian dari kebutuhan-kebutuhan yang nanti bisa sandingkan dengan kita. Misalnya nanti diminta membantu dan saya merasa ini satu paket dengan mimpi saya untuk membuat daya ubah kepada masyaraat, tentu akan saya pertimbangkan,” ucapnya.

Terakhir, untuk generasi milenial, satu kalimat bijak yang dia titipkan: keterbatasan yang diperjuangkan akan mendekatkan kita pada keberhasilan. Sebaliknya, kelimpahan yang disia-siakan adalah jalan menuju pada kekalahan.

“Bagi anak-anak muda, jangan pernah merasa berkecil hati dengan ketidaksempurnaan maupun keterbatasan yang kita miliki hari ini. Apapun bentuk ketidaksempurnaan itu, jadikan sebagai kekuatan yang bisa menjadi pelecut kita untuk mewujudkan mimpi!”

Namun, bila telah sukses mengejar mimpi, jangan lupa untuk berbagi. Prof Erani mengatakan, sukses adalah hak setiap orang, sedangkan menjadi lebih bermanfaat dengan mendistribusikan kesuksesan kepada orang yang lain adalah pilihan yang istimewa. Itulah seutuh-utuhnya keberhasilan.

“Saya berharap mimpi itu juga dimiliki oleh generasi milenial. Jadi keberhasilan kolektif itu yang harus dijalankan. Bukan sekedar mengejar keberhasilan pribadi,” pungkas Erani.

SWU

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi
Nama                           : Ahmad Erani Yustika
Tanggal lahir               : Ponorogo, 22 Maret 1973
Jabatan Akademik      : Guru Besar Ilmu Ekonomi Kelembagaan, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
Nama Istri                   : Rukavina Baksh
Nama Anak                 : Amartya Iqra Akhlaqi dan Nayaka Iqra Aufklara
Alamat Kantor            : Jl. M.T. Haryono 165, Malang, 65145

 Riwayat Pendidikan

1985 MI Syuhada’ Ngunut, Babadan, Ponorogo
1988 SMP Ma’arif I Ponorogo
1991 SMAN I Ponorogo
1996 Sarjana (SE) – Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
2001 Master (MSc) Institute fuer Rurale Entwicklung – Universitaet
Göttingen, Jerman
2005 Doktor (Ph.D) Institute fuer Rurale Entwicklung – Universitaet
Göttingen, Jerman

Riwayat Jabatan

  1. Ketua Biro Kajian Ilmiah PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Göttingen– Jerman, 2004-2005
  2. Ketua Pusat Dokumentasi dan Publikasi Ilmiah (PDPI) dan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE) Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 2005– 2007
  3. Direktur Eksekutif ECORIST (The Economic Reform Institute), 2005 – 2008
  4. Direktur PHK A3 Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 2006 – 2008
  5. Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 2007 – 2009
  6. Direktur Eksekutif INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), 2008 – sekarang
  7. Pembantu Dekan I (Akademik), Fakultas Ekonomi – Universitas of Brawijaya, 2009 (Agustus) – 2010 (April)
  8. Ketua Departemen Fiskal dan Anggota (merangkap sekretaris) Staf Ahli KADIN Jawa Timur, 2009 – sekarang
  9. Anggota BSBI (Badan Supervisi Bank Indonesia), 2010 – sekarang
  10. Direktur Eksekutif INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), Jakarta, 2008 – 2015
  11. Anggota BSBI (Badan Supervisi Bank Indonesia), 2010-2017
  12. Ketua Focus Group Infrastruktur Pengurus Pusat ISEI, 2012-2015
  13. Ketua Focus Group Ekonomi Kreatif PP ISEI, 2016-2019.
  14. Anggota Dewan Nasional FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), 2011-2017.
  15. Dirjen PPMD (Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa), 2015 – 2017
  16. Dirjen PKP (Pembangunan Kawasan Perdesaan), Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, 2017-2018
  17. Staf Khusus Presiden bidang ekonomi, Mei 2018 –Oktober 2019.
  18. Ketum Umum IKA UB (Ikatan Alumni Universitas Brawijaya) periode 2019 – 2023.

Tanda Penghargaan

  1. Penghargaan sebagai penerima beasiswa GTZ dari pemerintah Jerman pada 1999 – 2001 (studi master)
  2. Penghargaan sebagai penerima beasiswa DAAD dari pemerintah Jerman pada 2002 – 2005 (studi doktoral)
  3. Penghargaan sebagai dosen berprestasi I Universitas Brawijaya pada 2006
  4. Penghargaan sebagai penulis buku paling produktif di Fakultas Ekonomi – Universitas Brawijaya pada 2007
  5. Penghargaan sebagai dosen berprestasi I Universitas Brawijaya dan dosen berprestasi tingkat nasional pada 2009
  6. Best Paper Award 2009 – Journal of Indonesian Economic and Business, FE-UGM
  7. Satyalancana Karya Satya, 2010

Keanggotan Profesi

  1. Anggota ISNIE (International Society for New Institutional Economics)
  2. Anggota dan Pengurus ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia)
  3. Anggota IRSA (Indonesian Regional Science Association)
  4. Deklarator dan anggota AEPI (Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia)#