“Puasa Plastik” selama Ramadhan
Bulan Ramadhan menjadi waktu yang tepat untuk mulai mengubah gaya hidup jadi lebih ramah lingkungan.
Saat umat Muslim di seluruh dunia bergembira menyambut datangnya bulan Ramadan, seorang imam di Australia mengatakan ada kekhawatiran jika makna bulan puasa bergeser dari bulan puasa atau fasting, menjadi feasting atau bulan berpesta.
Dr Bekim Hasani dari Komunitas Islam Albania di Australia mengatakan masih banyak di antara umat Muslim yang terlalu terfokus pada apa yang harus mereka makan untuk berbuka puasa, siapa yang harus diundang ke buka puasa bersama, hingga memilih restoran untuk berbuka puasa bersama.
“Sayangnya, banyak juga diantara umat Muslim yang berat badannya naik, bukannya pahala di bulan suci ini,” ujarnya Dr Bekim yang juga imam di sebuah masjid di kawasan Carlton, Melbourne.
Menurut Dr Bekim meski tidak ada larangan untuk makan yang enak, terlalu memanjakan diri dengan makanan dan gaya hidup berlebihan dilarang dalam Al Quran.
Sayangnya, menurut sebuah lembaga internasional, Indonesia adalah salah satu negara dengan penghasil sampah makanan terbesar di dunia. Tahun lalu, Pusat Makanan dan Nutrisi Barilla mencatat Indonesia membuang sampah makanan terbesar kedua dengan jumlah mencapai 300 kilogram per orang per tahun.
Sementara Parongpong Waste Management, sebuah pusat daur ulang di Jawa Barat mengatakan kepada ABC bahwa di Jakarta ada tambahan setidaknya 200 ton sampah dalam sebulan saat Ramadan.
Angka ini merujuk pada data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DKI Jakarta yang menyebutkan bahwa selama Ramadhan 2018 tercatat volume sampah meningkat empat persen atau meningkat 289 ton setiap hari dibanding bulan sebelumnya. Volume sampah yang meningkat itu berupa sampah organik rumah tangga, plastik dan pembungkus makanan.
Penambahan volume sampah plastik terjadi akibat meningkatnya pola konsumsi masyarakat saat berbuka puasa dan sahur. Iklan produk makanan dan minuman yang tayang di banyak media massa selama Ramadhan memicu budaya konsumtif tersebut.
“Ini sangat mengkhawatirkan, karena di luar bulan Ramadan saja, Indonesia sudah menjadi salah satu pembuang makanan terbesar di dunia,” kata Gadis Prameswari salah satu pendiri Parongpong Waste Management.
Menurutnya kebanyakan sampah adalah gabungan dari makanan yang tidak habis serta kemasan makanan.
Seperti diketahui, sampah plastik yang diproduksi masyarakat saat ini telah mencemari lautan, air, tanah dan udara. Polusi plastik telah menimbulkan bencana bagi lingkungan.
Sesungguhnya, ada banyak cara sederhana yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengurangi sampah plastik, di antaranya membawa wadah makanan dan botol minuman sendiri saat ngabuburit maupun membeli takjil.
Pegiat gaya hidup nol sampah Siska Nirmala berbagi kiat agar Ramadhan lebih ramah lingkungan, salah satunya adalah menyusun daftar takjil untuk bulan Ramadhan dalam rangka mengurangi makanan berlebih yang akhirnya menjadi sampah.
“Susun pola berbuka yang pas dan tidak bikin begah, misalnya dengan satu atau dua jenis takjil dan air putih sudah cukup. Kalau perlu, bikin daftar menu takjil selama 30 hari dan patuhi menu yang sudah kamu buat,” kata Siska.
Dia menyarankan, agar tidak berbelanja makanan di saat kondisi perut sangat lapar, karena jika perut tidak lapar maka nafsu konsumtif berbelanja makanan dapat dikendalikan.
Kiat Ramadhan yang ramah lingkungan lainnya adalah jangan lupa membawa wadah makan dan botol minum kosong saat membeli takjil, karena ini menghindari semakin menumpuknya sampah plastik.
“Satu wadah saja, dengan bawa wadah makan yang terbatas, kamu juga tidak akan bisa jajan berlebihan,” kata dia.
Dengan membawa wadah sendiri maka takjil yang dibeli tidak berlebihan, sehingga selain dapat menghindari sampah plastik juga sekaligus menghindari makanan mubazir karena tidak termakan. Siska mengingatkan agar muslim selalu mengikuti sunnah rasul dengan berhenti makan sebelum kenyang.
Jika memasak, Siska menyarankan masaklah untuk menu berbuka yang disesuaikan dengan kebutuhan sekali berbuka dan sekalian sahur.
“Menu itu dipastikan habis, biasanya kalau disimpan untuk esok hari justru tidak akan dimakan dan akhirnya dibuang, karena saat puasa biasanya ingin makanan yang baru,” kata dia.
Ia juga menyarankan, ketika berbelanja bahan masakan apalagi sayuran usahakan jangan ditumpuk lebih dari satu minggu. Lebih baik belanja dalam jumlah kecil, tapi sering. Misalnya per 3-4 hari sekali. Hal ini agar bahan masakan dapat dimasak semua tanpa ada yang terbuang.
“Intinya, beli makanan yang terencana. Beli yang kita butuh, bukan yang kita mau,” kata dia.
Ramadhan, menurut dia menjadi waktu yang tepat untuk mulai mengubah gaya hidup jadi lebih ramah lingkungan.
“Karena sejatinya Ramadhan adalah bulan pengendalian diri, menahan segala hawa nafsu, termasuk hawa nafsu konsumtif. Dengan menahan diri dan tak berlebihan, Insya Allah membawa kebaikan. Tidak cuma untuk diri sendiri tapi juga lingkungan,” kata dia.#