Mahasiswa Institut Teknologi Surabaya menemukan kombinasi jamur Aspergillus oryzae dan Trichoderma viride untuk mendegradasi sampah medis padat, khususnya yang terbuat dari plastik.
Limbah medis menjadi persoalan serius pengelola rumah sakit, puskesmas maupun klinik kesehatan, karena tidak semua fasilitas layanan kesehatan ini memiliki sarana pengolahan limbah medisnya. Limbah medis berupa plastik infus dan suntikan, banyak terbuang tanpa penanganan yang baik dan aman karena sering ditemukan bercampur dengan sampah domestik lainnya.
Tiga mahasiswa Intitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menawarkan solusi baru pengelolaan limbah medis padat Rumah Sakit. Tidak lagi menggunakan teknik suhu tinggi untuk mengurai limbah, pengolahan limbah medis padat inovasi tiga mahasiswa ITS Surabaya tersebut menggunakan jamur.
Mereka adalah Anne Dwi Tsamarah, Lely Dwi Astuti dan Ulfa Miki Fitriana. Tergabung pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), ketiganya menggunakan kombinasi jamur Aspergillus oryzae dan Trichoderma viride untuk mengurai limbah medis padat, terutama berbahan plastik.
“Dua jamur ini berperan sebagai agen pendegradasi limbah medis padat berupa wadah infus yang merupakan limbah terbesar rumah sakit,” kata Anne Dwi Tsamarah.
Anne menjelaskan, jamur dengan kombinasi T viride mampu mendegradasi limbah medis padat lebih baik dibandingkan hanya menggunakan jamur A. oryzae saja.
“Massa limbah medis padat yang terdegradasi menggunakan kombinasi dua jamur lebih besar daripada degradasi menggunakan satu jamur saja,” kata dia.
Limbah plastik infus dipilih sebagai salah satu bahan yang diuji coba karena jumlahnya yang cukup banyak, namun penangananya lebih banyak dengan memanaskan dengan suhu tinggi.
Adi Setyo Purnomo, selaku dosen pembimbing di Departemen Kimia ITS mengatakan, penggunaan kombinasi dua jamur yaitu Aspergillus oryzae dan Trichoderma viride bila berhasil akan dapat membantu penanganan limbah plastik secara umum, terutama dengan masuknya sampah plastik impor yang sedang menjadi perhatian nasional.
“Infus ini paling banyak sehingga kita putuskan kita ambil infusnya dulu. Jadi, botol infus kita coba untuk degradasi, sekaligus masalah plastik juga sedang menjadi masalah yang besar. Jadi, sekaligus kita sekalian menguraikan limbah medis juga sekalian limbah plastik,” kata Adi Setyo Utomo.
Anne Dwi Tsamarah bersama dua rekannya yaitu Lely Dwi Astuti dan Ulfa Miki Fitriana menyebut penggunaan kombinasi dua jamur cukup efektif mendegradasi limbah plastik medis, meski penelitian yang dilakukannya masih terus dikembangkan agar lebih optimal. Pada uji laboratorium yang dilakukan hingga delapan minggu, terjadi pengurangan massa limbah plastik hingga 40 persen.
“Terdapat pengurangan massa memang, dari setiap minggunya itu massa yang berkurang semakin bertambah (banyak), namun memang pada titik waktu tertentu jumlah (plastik limbah medis) yang terdegradasi juga semakin menurun, kenapa, karena masa hidup jamur itu juga ada waktunya,” lanjutnya.
Adi Setyo Purnomo menambahkan, metode biodegradasi ini telah terbukti mampu memecah senyawa berbahan plastik, yang sangat merugikan berbahaya bagi lingkungan bila dibiarkan dibuang sembarangan atau tanpa diproses secara aman.
“Biodegradasi itu merupakan proses untuk memecah senyawa-senyawa yang berbahaya menjadi senyawa yang lebih sederhana atau menjadi yang tingkat toksisitasnya menjadi lebih berkurang, dengan menggunakan mikroorganisme. Jadi pada dasarnya kita menggunakan bakteri atau bisa menggunakan jamur, kemudian bisa kombinasi dari keduanya,” imbuh Adi.
Tim yang tergabung pada PKM penelitian eksakta itu menceritakan telah melakukan penelitian sejak April 2019. #