Pengalaman di-bully dan hobi menggambar, menjadi pintu gerbang bagi Rizka Raisa Fatimah Ramli memenangi kontes komik super hero yang diadakan UNICEF dan Comic United Nation.

Pengalaman dirisak saat baru masuk bangku SMA mendorong Rizka Raisa Fatimah Ramli, remaja 17 tahun asal Makassar, Sulawesi Selatan, terus menggambar. Pengalaman buruk dan hobi menggambar yang telah ditekuninya sejak kelas tiga sekolah dasar inilah yang membawa perempuan tahun akhir SMA tersebut, masuk ke sebuah pengalaman baru yang tidak dia duga.

Tahun lalu, tepatnya Oktober 2018, Rizka mengikuti kontes komik superhero yang diadakan badan kesejahteraan dan pendidikan anak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), UNICEF dan Comics Uniting Nations. Dalam lomba ini anak di seluruh dunia diminta membuat komik dengan fokus cerita karakter superhero yang bisa mengalahkan tokoh jahat, yang selalu membungkam anak-anak yang ingin berbicara melawan kekerasan di sekolah.

Rizka menciptakan dan mengirimkan karakter superhero bernama ‘Cipta’, yang kemudian dipilih UNICEF sebagai juara, mengalahkan lebih 3.600 karya dari sekitar 130 negara di dunia. ‘Cipta’ memenangkan 23.000 suara yang ikut memberikan voting di situs internet.

Cipta yang dibuat Rizka memiliki kekuatan super menghidupkan dan mengontrol benda-benda yang digambar di buku sketsa ajaibnya. Buku tersebut diberikan Cipta kepada anak-anak yang takut bersuara melawan kekerasan di sekolah.

Selain berdasarkan pengalaman pribadinya, karakter superhero ini dibuat Rizka dengan mengambil inspirasi dari berbagai karakter kartun idolanya: di antaranya Velma dari Scooby Doo, Dora the Explorer serta Chara dan Frisk.

“Inspirasinya berasal dari banyak sumber. Dari kecil saya suka main game, baca komik. Semua ingatan itu bergabung menjadi satu. Semuanya tercampur aduk,” tutur Rizka.

Rizka merasa anak-anak seusianya butuh inspirasi. Terutama mereka yang seperti dirinya, yang suaranya jarang didengar atau terpaksa diam.

“Kan nggak semua anak jago bicara. Ada anak pemalu, merasa nggak nyaman ngomong langsung. Mesti ada cara lain di mana mereka tak harus ngomong secara verbal. Mereka bisa menggunakan berbagai macam media. Misalnya Cipta, dengan mengungkapkan perasaan lewat menggambar itu salah satu cara buat dia speak up setidaknya untuk dia sendiri.”

Perisakan menjadi fokus berbagai lembaga pendidikan belakangan ini. Berdasarkan data UNICEF, 21 persen pelajar Indonesia berusia 13-15 tahun pernah mengalami kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar rumah.

Rizka mengaku begitu kaget dan langsung stress saat mengetahui bahwa dia memenangkan kompetisi komik dunia ini. Karena, setelah diumumkan sebagai pemenang, Rizka harus menyelesaikan cerita dan ilustrasi komiknya sebelum dicetak pada Juli 2019. Dan membayangkan seluruh proses pembuatan komik itu sempat membuatnya merasa kewalahan. Namun akhirnya Rizka menyelesaikan semuanya dengan baik.

Pada Selasa, 16 Juli 2019 komik tersebut dipamerkan di Forum Politik Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan di Markas Besar PBB, New York. Tidak hanya itu, buku komiknya juga dicetak dan disebarkan ke lebih dari 100.000 sekolah di seluruh dunia.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, yang hadir dalam acara tersebut, mengatakan bahwa kaum muda adalah agen perubahan yang dapat menjadikan sekolah tempat yang aman untuk belajar.

“Salah satu contohnya adalah buku komik Rizka yang memenangkan Kontes Superhero Sekolah UNICEF 2019,” kata Yohana.

“Kita harus lebih aktif mendukung anak muda seperti Rizka untuk berbicara tentang kekerasan di sekolah.”

Pada saat yang sama, direktur eksekutif UNICEF Henrietta Fore mengatakan Cipta adalah metafora yang kuat untuk pahlawan super muda di seluruh dunia dalam menghadapi kekerasan dan intimidasi di dan sekitar sekolah. “Sehubungan dengan peringatan 30 tahun adopsi Konvensi Hak-Hak Anak, saya tidak ragu bahwa para pemuda di seluruh dunia, termasuk Rizka, akan menginspirasi para pemimpin dunia untuk mengambil tindakan demi hak-hak anak,” kata Fore.

Bagi Rizka, prestasi ini menjadi untuk meraih cita-citanya sebagai ilustrator. Dia ingin berkuliah di Insitut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta atau Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB). Pilihan untuk berkuliah di luar negeri juga dipertimbangkannya.

“Setelah komik Cipta keluar, semoga bisa menginspirasi teman-teman jadi kreatif. Karena mengekspresikan diri, selain bisa mengembangkan bakat juga bisa melepaskan stress. Saya juga berharap mereka bisa speak up buat diri mereka sendiri,” pungkas Rizka. #