Kehadiran NU selama 1 abad ini turut mewarnai dinamika berkehidupan dan bermasyarakat di antara orang-orang Indonesia. Tak cuma dari segi agama, NU juga turut berkontribusi dalam berbagai hal, baik itu ekonomi, sosial, maupun budaya.
TOKOH INSPIRATIF – Hari ini, Selasa 7 Februari 2023 yang bertepatan dengan 16 Rajab 1444 H, Nahdlatul Ulama (NU) genap berusia satu abad.
Hal ini tentu menjadi suatu momen penting tersendiri bagi para anggota atau pengikut dari organisasi massa dengan jumlah pengikut terbesar di Indonesia ini.
Terhitung sampai dengan tahun 2021, jumlah pengikut dari Nahdlatul Ulama sudah berada di angka 95 juta orang. Jutaan pengikut NU tersebar di seluruh penjuru negeri, bahkan sampai mancanegara. Artinya, dengan jumlah anggota yang sebanyak ini, NU juga turut menjadi salah satu organisasi massa dengan anggota yang paling banyak di seluruh dunia.
Selama 100 tahun perjalanannya, NU telah banyak berkiprah di Tanah Air, terutama di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi.
NU didirikan di Surabaya, Jawa Timur pada 16 Rajab 1344 H yang bertepatan dengan 31 Januari 1926. Berdirinya NU tidak terlepas dari peran ulama khususnya dari kalangan pesantren.
Tokoh pendiri NU terkenal adalah KH Hasyim Asy’ari yang menjadi Rais Akbar NU. Meskipun sebenarnya banyak tokoh pendiri lain seperti KH Abdul Wahab Hasbullah dan KH Bisri Syansuri yang menjadi Rais ‘Aam NU pada masanya.
Bermula dari pembentukan Komite Hijaz
Melansir dari laman NU Online, awal mula sejarah terbentuknya Nahdlatul Ulama adalah karena berangkat dari pembentukan Komite Hijaz.
Komite Hijaz adalah sebuah kumpulan panitia yang dibentuk oleh K.H Hasyim Asy’ari untuk dikirimkan ke Muktamar Dunia Islam. Tujuannya yaitu untuk melindungi kebebasan bermazhab dari kebijakan Raja Arab Saudi tentang mazhab.
Permasalahan keagamaan ini dihadapi oleh para ulama pesantren ketika Raja Arab Saudi dari Dinasti Saud ingin membongkar makam Nabi Muhammad SAW. Hal ini disebabkan karena makam tersebut menjadi tujuan ziarah banyak umat Muslim yang dianggap sebagai bid’ah.
Selain itu, Raja Arab pun menerapkan kebijakan untuk menolak praktik mazhab dalam agama Islam. Dia ingin agar hanya mazhab Wahabi yang digunakan sebagai mazhab resmi kerajaan.
Rencana dari Raja Saud tersebut akhirnya di bawa ke Muktamar ‘Alam Islami atau Muktamar Dunia Islam.
Kebijakan tersebut tentu menjadi masalah karena ulama pesantren menganggap hal tersebut sebagai upaya memberangus tradisi dan budaya dalam Islam yang selama ini telah berkembang.
Selain itu, rencana tersebut pun dapat menjadi menjadi ancaman bagi peradaban Islam sendiri.
Saat itu, K.H Abdul Wahab Chasbullah yang tergabung dalam Centraal Comite Chilafat (CCC) menyampaikan jika delegasi CCC untuk Muktamar Dunia Islam harus mampu mendesak Raja Ibnu Saud untuk memberikan kebebasan bermazhab.
Sistem mazhab yang selama ini berjalan di tanah Hijaz harus dilindungi dan dipertahankan. Hal tersebut disampaikan K.H Abdul Wahab dalam Kongres Islam Keempat di Yogyakarta.
Sayangnya, diplomasi tersebut selalu berakhir dengan kekecewaan. Akhirnya, dia pun melakukan langkah strategis dengan membentuk panitia sendiri yang bernama Komite Hijaz.
Untuk menyampaikan pemikirannya di Muktamar Dunia Islam, Komite Hijaz menunjuk K.H Raden Asnawi sebagai delegasinya.
Pertanyaan baru pun muncul, dari institusi mana Raden Asnawi tersebut dikirim? Akhirnya dengan persetujuan K.H Hasyim Asy’ari sebagai guru dari K.H Abdul Wahab, dibentuklah organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama atau yang saat ini dikenal dengan Nahdlatul Ulama saja pada 16 Rajab 1344 Hijriah.
Tanggal terbentuknya Nahdlatul Ulama tersebut bertepatan dengan 31 Januari 1926 Masehi.
Para Pendiri Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama tidak mungkin ada hingga saat ini jika tidak memiliki orang-orang hebat sebagai pendirinya. Terdapat tiga orang tokoh yang memiliki peran penting dalam sejarah terbentuknya Nahdlatul Ulama ini. Ketiga orang tersebut adalah K.H Hasyim Asy’ari, K.H Abdul Wahab Chasbullah, dan K.H Bisri Syansuri.
Kala itu, K.H Hasyim Asy’ari ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi pertama Nahdlatul Ulama atau disebut juga sebagai Rais Akbar.
Kemudian, disusul oleh K.H Abdul Wahab sebagai Rais Aam Kedua, dan K.H Bisri Syansuri sebagai Rais Aam ketiga.
Itulah rangkuman informasi mengenai sejarah terbentuknya Nahdlatul Ulama (NU) beserta para pendirinya. Kepemimpinan NU terus diestafetkan dari generasi ke generasi sampai akhirnya kini menginjak usia ke 100.
Kehadiran NU selama 1 abad ini juga turut mewarnai dinamika berkehidupan dan bermasyarakat di antara orang-orang Indonesia. Tak cuma dari segi agama saja, NU juga turut berkontribusi dalam berbagai hal, baik itu ekonomi, sosial, maupun budaya.
Artinya NU tidak sekedar organisasi massa saja, namun kiprahnya selama ini juga menjadi salah satu bagian dari sejarah kehidupan keberagamaan di Indonesia.***
Sumber: NU Online