Sebagai bagian dari NU, Banser selalu menyatakan eksistensinya sebagai pembela dan benteng ulama, tetapi di pihak lain, mereka juga selalu dengan tegas menyatakan komitmen nasionalismenya untuk selalu mempertahankan NKRI.

 

TOKOH INSPIRATIF – Nama Barisan Ansor Serbaguna (Banser), salah satu organisasi sayap Nahdlatul Ulama (NU), tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.

Banser merupakan barisan pemuda yang dikenal dengan penampilannya yang khas, mulai dari pakaian, sepatu, topi, hingga atribut-atribut lainnya, yang mirip dengan pasukan militer.

Berdiri pada 1930, empat tahun setelah Nahdlatul ULama (NU) didirikan, Banser merupakan lembaga semi-otonom dari Gerakan Pemuda Ansor.

Sebagaimana namanya yakni barisan serba guna, Banser menjalankan berbagai fungsi yang biasanya dijalankan oleh polisi, seperti pengaturan lalu lintas atau pengamanan sebuah acara, dan tenaga relawan dalam peristiwa-peristiwa yang membutuhkan bantuan segera seperti dalam sebuah bencana.

Ini seperti terlihat pada acara Harlah 1 abad NU yang digelar 7 Februari 2023, di Sidoarjo, dimana ribuan anggota Banser bersiaga membantu berlangsungnya acara yang juga dihadiri Presiden Joko Widodo dan tokoh-tokoh nasional lainnya.

Melansir NU online, peran Banser tidak hanya terbatas di kalangan NU, mereka juga sering kali terlibat dalam penjagaan, pengaturan, dan pengamanan acara-acara keagamaan dan sosial di luar yang digelar NU.

Sebagai bagian dari NU, Banser selalu menyatakan eksistensinya sebagai pembela dan benteng ulama, tetapi di pihak lain, mereka juga selalu dengan tegas menyatakan komitmen nasionalismenya untuk selalu mempertahankan NKRI.

Hal ini tercermin dari komitmen mereka untuk membantu siapa pun, tanpa mengenal perbedaan agama, suku, maupun golongan.

Salah satu yang mencuatkan nama Banser yakni meninggalnya Riyanto, salah seorang anggota Banser,  yang gugur saat mengamankan acara malam natal di Gereja Eben Heizer, Mojokerto, Jawa Timur, akibat serangan bom para teroris, pada 2000.

Belakangan ini Banser banyak memainkan peran sebagai relawan dalam berbagai bencana, baik bencana alam seperti banjir, gempa, letusan gunung berapi, maupun bencana yang diakibatkan oleh konflik sosial.

Dalam hal ini mereka memainkan peran yang mirip dengan dan mendekati peran Search And Rescue (SAR).

Sejarah Banser

Melansir Ensiklopedia NU, Banser berdiri pada 1962, atau 32 tahun setelah pendirian GP Ansor. Ketika itu, tujuan pendirian Banser adalah untuk memberikan pengamanan pada kegiatan-kegiatan yang digelar oleh Partai NU.

Namun, diyakini bahwa pendirian banser juga berkaitan dengan semakin keras dan menghangatnya persaingan politik pada waktu itu, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional.

Di era 60-an, di tingkat internasional, Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia yang melahirkan program politik Ganyang Malaysia, sedangkan di tingkat nasional dan regional, konflik antar-partai, yang melibatkan juga NU sebagai salah satu partai, semakin tajam dan keras.

Nama Banser mencuat ketika pecah peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang berujung pada pemakzulan Presiden Soekarno.

Diyakini bahwa Banser berperan dalam penangkapan dan penumpasan para aktivis PKI dan berbagai onderbouw-nya, terutama di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Barat.

Peristiwa tersebut didahului oleh letupan-letupan kecil akibat tajamnya konflik kepentingan dan ideologi di antara kalangan kiri yang terutama diwakili oleh PKI dan golongan kanan yang diwakili oleh partai-partai nasionalis dan keagamaan, termasuk NU, di dalam sistem politik kepartaian yang liberal.

Berdiri sebelum tahun 60-an

Menurut sumber lain, Banser diyakini sudah ada jauh sebelum tahun 1960-an.

Dalam Kongres Ke-2 pada 1937 di Malang, Jawa Timur, Gerakan Pemuda Ansor atau ANU (Ansor Nahdlatul Ulama) namanya saat itu, mengembangkan sebuah organisasi gerakan kepanduan yang disebut Barisan Ansor Nahdlatul Ulama (BANU).

Keberadaan BANU memperoleh lampu hijau dengan adanya pengakuan NU pada Muktamar Ke-14 di Magelang, Jawa Tengah.

Pada Muktamar NU ke-15 di Surabaya, NU bahkan mengesahkan AD/ART BANU, seragam, mars resmi Al-Iqdam, atribut-atribut, serta yang paling penting diperbolehkannya mereka memainkan terompet dan genderang.

Diyakini bahwa BANU inilah yang menjadi cikal-bakal Banser NU yang dikenal sekarang. Pendirian BANU merupakan respons terhadap kemunculan organisasi-organisasi kepanduan saat itu. Sifatnya yang menitikberatkan pada aspek kebangsaan dan pembelaan tanah air juga memperlihatkan respons nasionalistis NU.

Jika ANU adalah organisasi pemuda, maka BANU adalah organisasi kepanduan.

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, banyak anggota Gerakan Pemuda Ansor umumnya dan Banser khususnya yang direkrut dalam pelatihan militer.

Laskar Hizbullah yang kemudian dikenal sebagai salah satu laskar penting dalam perang kemerdekaan diisi oleh banyak anggota Gerakan Pemuda Ansor dan Banser.

Periode Jepang ini diyakini turut membentuk watak paramiliter sekaligus watak nasionalistis dari Banser.

Jumlah anggota Banser

Menurut survei, pada akhir 1990-an, anggota Banser berjumlah sekitar 500.000. Namun, para pengurus Banser sendiri meyakini bahwa anggota mereka berjumlah tiga jutaan di seluruh Indonesia.

Yang jelas, di mana ada Gerakan Pemuda Ansor maka dipastikan di situ juga ada Banser, yang merupakan organisasi semi-otonomnya.***

Sumber: NU Online