Teknologi Modifikasi Cuaca telah dijalankan di Indonesia sejak 1977, yang dikenal dengan istilah hujan buatan, atas ide besar Presiden Soeharto. Ditujukan untuk memajukan pertanian di Indonesia.

 

 

 

TOKOH INSPIRATIF– Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) baru-baru ini menjadi perbincangan hangat. Bila menengok sejarah, sesungguhnya teknologi modifikasi cuaca bukan barang baru bagi Indonesia.

Teknologi Modifikasi Cuaca telah dijalankan di Indonesia sejak 1977. Ketika itu dikenal dengan istilah hujan buatan.

Ide membuat Teknologi Modifikasi Cuaca muncul saat Presiden Soeharto melihat pertanian di negara Thailand yang cukup maju.

Setelah diamati, majunya pertanian Thailand disebabkan karena suplai kebutuhan air pertanian dibantu oleh Teknologi Modifikasi Cuaca.

Kemudian, Presiden Soeharto mengutus Menristek BJ Habibie untuk mempelajari teTMC. Di 1977, proyek percobaan hujan buatan dimulai, Waktu itu pelaksanaannya masih didampingi asistensi dari Thailand.

Fokusnya untuk mendukung sektor pertanian dengan cara mengisi waduk-waduk strategis baik untuk kebutuhan PLTA atau irigasi.

Melansir Indonesiabaik.id, Kepala Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca BRIN Budi Harsoyo menyebutkan, setelah melakukan percobaan hujan buatan 1977, baru tahun 1978 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berdiri.

Kala itu, proyek hujan buatan saat itu berada pada Direktorat Pengembangan Kekayaan Alam (PKA).

Tahun 1985, berdiri UPT Hujan Buatan berdasarkan SK Menristek/Ka BPPT nomor 342/KA/BPPT/XII/1985.

Lalu pada 2015, mulai dikenal istilah teknologi modifikasi cuaca sesuai dengan Peraturan Kepala BPPT 10/2015 yang mengubah nomenklatur UPT Hujan Buatan menjadi Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca.

Terakhir, yakni pada 2021, setelah terintegrasi ke BRIN, kini pelayanan TMC berada di Laboratorium Pengelolaan TMC di bawah Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset dan Kawasan Sains dan Teknologi.

Dalam satu dekade terakhir, frekuensi bencana hidrometeorologi semakin meningkat, baik kebakaran hutan dan lahan, longsor, dan banjir sehingga pengaplikasian TMC berkembang untuk memitigasi bencana.

Tren permintaan TMC kemudian meluas sesuai kebutuhan, seperti penanggulangan kebakaran hutan dan pembasahan lahan gambut, penanggulangan banjir dan pengurangan curah hujan ekstrem, hingga pengamanan infrastruktur dan acara besar kenegaraan.

Pertama kali, operasi TMC yang bertujuan untuk mengurangi curah hujan diaplikasikan untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan SEA Games XXVI Palembang 2011, kemudian dilakukan untuk penanggulangan banjir Jakarta pada 2013, 2014, dan 2020, MotoGP Mandalika 2022, hingga yang terakhir KTT G20 2022.*