Dalam setiap langkahnya, Hening Parlan membawa visi besar untuk mempertemukan ajaran agama dengan solusi konkret terhadap krisis lingkungan. Hening telah menunjukkan bagaimana nilai-nilai spiritualitas dapat menjadi landasan untuk mendorong perubahan yang berkelanjutan.
TOKOH INSPIRATIF – Di tengah kompleksitas isu global seperti perubahan iklim, keinginan lingkungan, dan keadilan sosial, Hening Purwati Parlan muncul sebagai sosok inspiratif yang menyelaraskan nilai spiritualitas, aksi nyata, dan advokasi lingkungan.
Hening Parlan saat ini dipercaya sebagai Koordinator GreenFaith Indonesia, yang merupakan bagian dari GreenFaith, sebuah organisasi lintas agama internasional yang sejak 1992 bekerja untuk keadilan iklim di akar rumput, di 13 negara di Afrika, Asia, Eropa dan Amerika. GreenFaith bekerja dengan misi untuk membangun gerakan lingkungan dan lintas iklim agama di seluruh dunia dan visi untuk membangun komunitas ekonomi yang tangguh dan peduli yang memenuhi kebutuhan semua orang dan melindungi planet ini.
Hening juga merupakan Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana PP Aisyiyah, sekaligus seorang aktivis lingkungan dan pengurangan risiko bencana yang mempunyai pengalaman di komunitas serta kebijakan.
Dalam setiap langkahnya, Hening membawa visi besar untuk mempertemukan ajaran agama dengan solusi konkret terhadap krisis lingkungan. Hening telah menunjukkan bagaimana nilai-nilai spiritualitas dapat menjadi landasan untuk mendorong perubahan yang berkelanjutan.
Hening lahir pada 9 Oktober di Desa Manjung, Wonogiri, Jawa Tengah. Sejak kecil, ia tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan nilai-nilai organisasi. Kakeknya adalah seorang Masyumi tulen, sementara ayahnya yang seorang guru juga aktif di Muhammadiyah. Ketertarikannya di dunia aktivisme terlihat sejak usia delapan tahun ketika ia menjadi pengurus masjid dan kemudian dipercaya menjadi Ketua Ikatan Remaja Masjid.
Semasa kuliah di Universitas Sebelas Maret, Hening semakin aktif di berbagai organisasi, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Islam, dan Pers Mahasiswa. Kesibukannya di organisasi tidak pernah mengganggu akademik, bahkan ia lulus sebagai mahasiswa terbaik.
Kariernya dimulai sebagai surat kabar, tetapi dunia aktivisme kemudian menariknya lebih dalam. Setelah bergabung dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), ia merambah isu-isu lingkungan, pencegahan bencana, hingga advokasi kebijakan.
Mengangkat Spiritualitas dalam Advokasi Lingkungan
Sebagai seorang Muslim, Hening percaya bahwa agama memiliki peran penting dalam mengatasi krisis global. Konsep Islam tentang khalifah fil ard (pemimpin di bumi) menjadi dasar etis bagi Hening untuk tekanan tanggung jawab manusia terhadap alam. Melalui Muhammadiyah, ia mendorong penerbitan fatwa tentang pertambangan dan transisi energi yang berkeadilan.
Salah satu inisiatif inovatifnya adalah program Hutan Wakaf . Program ini memadukan konsep wakaf dengan pelestarian lingkungan, menciptakan dampak positif bagi ekosistem sekaligus memberdayakan masyarakat secara ekonomi.
“Agama tidak hanya mengajarkan tentang hubungan dengan Tuhan, tetapi juga dengan alam dan sesama,” ungkap Hening.
Hening meyakini bahwa cara kita berbicara tentang krisis iklim sangat mempengaruhi penerimaan masyarakat. Alih-alih narasi apokaliptik, ia memilih pendekatan optimistis yang berbasis harapan. Bersama GreenFaith dan Muhammadiyah, ia menggunakan cerita lokal, budaya, dan tradisi untuk menyampaikan pesan yang relevan dan menginspirasi.
“Ketika kita menyentuh nilai-nilai terdalam manusia melalui agama dan budaya, pesan kita menjadi lebih kuat,” ujarnya.
Dalam keinginannya sebagai Ketua Divisi Lingkungan Hidup di Aisyiyah, Hening memandang perempuan dan pesantren sebagai motor perubahan. Perempuan, yang sering menjadi pengelola utama rumah tangga, memiliki peran strategis dalam mengurangi limbah dan mendukung inovasi kesejahteraan. Sementara itu, pesantren memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pembelajaran lingkungan melalui praktik seperti penghijauan dan energi terbarukan.
Pada bagian lain, Hening menyadari pentingnya strategi komunikasi yang efektif. Dengan pendekatan narasi berbasis harapan, ia mampu menyentuh hati banyak orang.
“Menjaga pesan tetap optimis membantu masyarakat tetap termotivasi meski menghadapi tantangan besar,” ujarnya.
Pendekatan ini diwujudkan melalui penceritaan budaya, ritual, dan diskusi komunitas yang relevan dengan konteks lokal.
Dari Lokal ke Global
Hening aktif membawa perspektif Islam ke panggung internasional, seperti Conference of the Parties (COP). Berbicara di forum ini, ia menegaskan bahwa kolaborasi lintas agama dapat menciptakan solusi nyata untuk krisis iklim.
Di forum COP, Hening membawa perspektif Indonesia sebagai negara berpopulasi Muslim terbesar kedua di dunia. Ia menunjukkan bagaimana nilai-nilai agama dapat menjadi kekuatan global dalam menghadapi perubahan iklim.
“Ketika agama, budaya, dan kemiskinan bersatu, solusi tidak lagi terasa mustahil,” tegas Direktur GreenFaith Indonesia ini.
Dalam berbagai kesempatan, Hening juga selalu menekankan pentingnya keyakinan sebagai fondasi dari semua aksi. Setiap langkah kecil, mulai dari menanam pohon hingga mengurangi sampah plastik, adalah bagian dari tanggung jawab moral terhadap bumi.
“Kolaborasi adalah kunci, tetapi keyakinan mendalam pada tanggung jawab kita terhadap bumi adalah fondasinya,” tutupnya.
Hening Parlan adalah sosok yang membuktikan bahwa krisis lingkungan tidak hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang hati, keyakinan, dan nilai-nilai spiritual. Dengan keteguhan dan visi yang ia bawa, ia membuka jalan bagi dunia yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.***