Syaifuddin Zuhri
Pendiri Komunitas Merah Putih, Batu, Malang
Suluh di Lereng Panderman
Menurut Gus Udin, kedekatannya dengan alam adalah bagian dari pendekatannya kepada Sang Pencipta. Dia prihatin karena luas hutan semakin menyempit akibat penggundulan dan pembalakan liar. Baginya, hutan harus kembali ijo royo-royo agar negeri ini bisa selamat dan tegak sebagai negara.
Nama Syaifuddin Zuhri, yang akrab disapa Gus Udin, amat lekat dengan kepedulian terhadap keselamatan lingkungan di Kota Batu dan sekitarnya. Tokoh masyarakat yang tinggal Desa Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Kota Batu, itu tak keberatan tanahnya seluas 5.500 meter persegi di Gunung Bale, Desa Songgokerto, digunakan untuk mengatasi penggundulan hutan.
Dia pun ikhlas menggadaikan rumah dan tanahnya sebagai jaminan untuk pengadaan sapi-sapi potong bagi masyarakat Toyomerto dan sekitarnya. Gus Udin berharap masyarakat tak lagi merusak hutan untuk mengepulkan periuk nasi.
“Saya mewakafkan tanah milik saya untuk menyelamatkan lingkungan,” katanya.
Program penghijauan yang dicanangkan Gus Udin dikaitkan dengan program ketahanan pangan dan kemandirian energi. Metodenya sederhana. Setiap pembeli atau donatur harus lebih dulu mempunyai niat beramal dengan menyisihkan rezeki Rp 250 ribu, dengan imbalan sebidang tanah 1 meter persegi untuk menanam pohon. Donatur dibebaskan memilih pohon yang ia sukai, tetapi pohon utama yang disediakan adalah pohon beringin.
“Jenis pohon sesuai dengan keinginan donatur dan silakan diberi nama, yang penting harus tanaman berusia panjang,” ujar pria kelahiran Batu, 4 April 1967 itu.
Donatur diwajibkan menandatangani kontrak lingkungan yang disebut “Perjanjian Pohon Kebijaksanaan”. Isinya antara lain pohon tidak boleh ditebang, donatur harus berkomitmen pada masalah lingkungan, tidak boleh merusak hutan, dan menghibahkan tanah yang dibeli untuk konservasi hutan.
Donatur pun mendapat sertifikat kepemilikan yang mencantumkan pohon yang ditanam atas nama diri sendiri atau lembaga. Mereka mendapat laporan tahunan dalam kegiatan Komunitas Merah Putih, sebuah perkumpulan para pegiat lingkungan yang didirikan Gus Udin pada 1998. Mayoritas anggota komunitas bekerja sebagai petani dan peternak sapi perah.
“Biasanya kami menyebutkan nama donatur untuk didoakan dalam setiap upacara keagamaan yang kami lakukan,” ujarnya pula.
Hingga saat ini, tercatat 400 donatur pohon beringin di kawasan itu. Para donator ini, mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Mulai dari aktivis lingkungan, kalangan pengusaha, masyarakat kecil, pelajar, anak yatim, pejabat tinggi negara, hingga tokoh partai politik.
“Meski ada yang berasal dari partai politik, kami tidak mencatatnya sebagai partai politik. Tapi, atas nama pribadi. Karena sejak awal kami sudah komitmen akan menuntaskan rencana besar ini,” tegasnya.
Gus Udin menjamin, pohon yang ditanam tidak akan dijual atau ditebang jika kelak sudah besar. Ribuan pohon itu dibiarkan menyatu menjadi sumber kehidupan dalam menjaga mata air serta keberlangsungan anak cucu generasi penerus bangsa nanti.
Komunitas Merah Putih
Komunitas Merah Putih berakar dari masyarakat yang bermukim di sekitar Gunung Panderman. Komunitas ini mengusung misi menyelamatkan lingkungan melalui kegiatan penghijauan dan solusi atas krisis energi yang diatasi dengan memberi bantuan sapi.
Ribuan sapi pedaging dibagikan pada masyarakat melalui kredit bergulir dengan jangka waktu satu sampai 1,5 tahun tanpa agunan. Modalnya hanya kepercayaan. Gilanya, dana bersumber dari hasil menggadaikan sertifikat tanah dan rumah pribadi Gus Udin senilai Rp 1,6 miliar.
Gus Udin tak kenal lelah melatih masyarakat memanfaatkan biogas dari kotoran sapi. Dia meyakini, dengan beternak sapi, masyarakat tidak lagi menebang pohon karena sapinya bisa mendatangkan keuntungan. Dengan beternak sapi, masyarakat bisa mendapatkan gas gratis dari mengelola kotoran sapi.
Program pengadaan biogas di Toyomerto dirintis sejak 2003. Setelah mulai kelihatan hasil, beberapa lembaga swadaya masyarakat dan perusahaan mulai datang membantu. Tercatat, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) ikut mendukung kegiatan ini. Pada 2005, PT Petrokimia Gresik juga membantu dana Rp 23 juta.
Uniknya, jumlah penduduknya malah lebih kecil, 275 keluarga, dibanding jumlah sapi, sekitar 3.600 ekor. Warga yang tak mempunyai ternak bisa meminta pada tetangga yang lain. Pemerintah Kota Batu pun meniru program biogas ala Gus Udin dan mengembangkannya di masyarakat secara gratis. Bahkan, diadopsi juga oleh warga Subang, Jawa Barat.
Kerja keras Gus Udin dengan Komunitas Merah Putih menuai sukses. Periuk warga terisi, akhirnya mereka, warga di sembilan desa, mengikuti langkah Gus Udin menanam beringin.
Setelah program penghijauan dan pengadaan sapi berjalan, masyarakat pun diajak membangun masjid yang difungsikan sebagai tempat ibadah, pusat diskusi, dan musyawarah. Masjid yang terletak di Desa Bunder, Pujon, ini diberi nama Masjid Merah Putih.
Masjid dibangun dengan swadaya masyarakat di atas tanah yang dihibahkan Sholeh Hadi, warga setempat. Untuk bahan fondasi, warga bergotong-royong memecah batu di sungai yang berjarak sekitar 500 meter. “Meski didera kemiskinan, masih ada warga yang berkeyakinan membangun bangsa ini,” ujarnya.
Selain Komunitas Merah Putih, Gus Udin mendirikan Komunitas Hamba Allah Bale Agung Kawitan di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Komunitas ini membina 25 anak yatim-piatu. Mereka diajari mencintai lingkungan dan manusia, serta dilatih agar mandiri setelah dewasa. Dana untuk membina anak-anak didapat dengan patungan atau swadaya masyarakat.
“Kami juga tak menolak kalau ada donatur dan dermawan yang mau bantu asal tak pakai syarat aneh-aneh, misalnya minta dukungan politik dan sejenisnya,” ujar bapak dua anak ini.
Dedikasi Komunitas Merah Putih berbuah beberapa penghargaan. Dua di antaranya penghargaan Zamrud Khatulistiwa dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan penghargaan Pusaka Penunggu Mata Air Gunung Semeru dari Padepokan Sawung Nalar. Gus Udin sendiri pernah didukung Walhi agar bisa menerima penghargaan Kehati 2009 dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia.
Gus Udin mulai belajar mengenal lingkungan tanpa pamrih sejak belia. Gus Udin mengatakan alam merupakan karunia Tuhan, sehingga kita wajib bersyukur. Tuhan juga sudah memberikan air hujan, sehingga seluruh tanaman di muka bumi juga dapat tumbuh subur. Dengan itu, manusia pun juga bisa menikmati air untuk berbagai kebutuhan.
Karena itulah Gus Udin tak pernah lelah mengajak untuk mencintai alam, selalu menjaga lingkungan, menanam pohon dan tidak merusaknya. “Saya mencintai gunung, saya mengajak menanam. Itulah sebagai wujud dari kecintaan pada Rasul dan bersyukur pada Tuhan.”
Baginya, hutan harus kembali ijo royo-royo agar negeri ini bisa selamat dan kembali tegak sebagai negara. Dia prihatin karena luas hutan semakin menyempit akibat penggundulan dan pembalakan liar. Apa yang dilakukannya, disebutnya sebagai ikhtiar kecil untuk tegaknya Merah Putih di bumi pertiwi.
Tidak pernah terpikir oleh pria paruh baya ini, untuk mendapatkan penghargaan lingkungan dari pemerintah, seperti pernah diajukkan oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat di Kota Batu. Apa yang dilakukannya hanyalah berasal dari keyakinannya, bahwa agama menganjurkan agar umat menyelamatkan alam dengan cara merawatnya. Oleh karena itu, saat akan mendapatkan penghargaan ia menolaknya.
Itu pula yang dia lakukan saat mendirikan Masjid Jowo yang saat ini sudah hampir selesai pembangunannya. Masjid yang berada di Desa Sumberejo, Kecamatan Batu, ini bernuansa Jawa dan penuh filosofi hidup.
“Masjid Jowo sebentar lagi selesai, sudah saya serahkan kepada msyarakat agar menjadi milik mereka, agar mereka yang merawat,” ucap Gus Udin sembari mengatakan saat ini menonaktifkan sementara komunitas Merah Putih.
Katanya, sekarang semua dikait-kaitkan dengan urusan politik. Bahkan urusan agama sudah diseret-seret ke ranah politik. “Saya tidak mau seperti itu. Saya tidak mau diklaim partai apapun. Karena yang saya lakukan adalah ikhlas Lillahi Ta’ala.”
Untuk generasi milenial Gus Udin berpesan untuk selalu menjaga persatuan umat dan keutuhan bangsa. Merah Putih akan luntur bila semua merasa benar sendiri dan tak bisa mengendalikan nafsu berkuasa. Partai politik, berjuanglah untuk kepentingan rakyat dengan cara-cara yang baik dan bermartabat. “Semua masyarakat bangsa harus rukun agar negeri ini bisa ditata dan pemerintah bisa bekerja dengan baik.”
Kepada pemerintah Gus Udin berharap untuk lebih peduli terhadap keselarasan pembangunan dengan alam. “Membangunlah yang tidak merusak hutan, tidak merusak lingkungan. Karena hutan adalah sumber kehidupan, masa depan anak cucu kita ada di sana,” Gus Udin memungkasi.
Boks:
Biodata
Nama : Sayifuddin Zuhri (Gus Udin)
Tempat tanggal lahir : Batu, 4 April 1967
Istri : Nur Chalim Putri
Anak : Dea dan Ari
Alamat : Jalan Cempaka, Desa Pesanggrahan, Batu, Jawa Timur.