Ocean Heroes Indonesia Menginspirasi Dunia

 

Tiza Mafira

Direktur Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik

Tidak kenal lelah, sosok penerima penghargaan Ocean Heros 2018 ini terus berupaya agar masyarakat Indonesia melakukan pengurangan penggunaan plastik. Tiza Mafira merupakan wanita di balik kebijakan kantong plastik berbayar yang kini mulai diterapkan di berbagai supermarket. Gebrakannya tak hanya menginspirasi Indonesia, tapi dunia.  

Plastik masih menjadi permasalahan sampah utama yang mencermari lingkungan. Sifatnya tidak mudah terurai, membuat sampah plastik selalu meningkat. Bukan hanya di darat, sampah plastik pun sangat mengganggu biota laut.

Laporan UN Environment terbaru berjudul “ Single-use Plastic, A Roadmap for Sustainability” menyebutkan bahwa kantong plastik dan styrofoam adalah produk plastik yang paling bermasalah dalam pencemaran lingkungan. Hal tersebut juga dibuktikan dengan temuan-temuan di lapangan ketika dilakukan “ clean up” di berbagai lokasi. Ocean Conservancy menyebutkan 10 produk plastik yang ditemukan di berbagai pantai, termasuk di antaranya kantong plastik.

Fakta tersebut pun senada dengan kegiatan “waste audit” yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia dalam dua tahun terakhir di  Kepulauan Seribu, Jakarta, menyebut kantong plastik sebagai salah satu produk yang banyak ditemukan terdampar di pantai dan pesisir.

Sebagai salah satu ibukota negara yang memiliki wilayah kepulauan, DKI Jakarta juga tidak luput dari permasalahan ini. Riset yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menemukan bahwa konsumsi kantong plastik mencapai 240 – 300 juta lembar per tahun, atau 1.900 – 2.400 ton per tahun, setara dengan berat 124 bus TransJakarta.

Sayangnya, kesadaran masyarakat Indonesia akan isu ini masih rendah. Tak sedikit yang melempar tanggung jawab kepada pemerintah. Hal ini yang mendorong Tiza Mafira ikut menggagas berdirinya Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik.

Lembaga swadaya masyarakat berbasis komunitas ini berdiri pada 2013. Fokusnya, mengampanyekan perilaku bijak menggunakan kantong plastik.

“Bijak artinya tidak menggunakan kantong plastik kecuali sangat terpaksa. Karena orang memakai kantong plastik tanpa berpikir panjang—butuh tidak butuh dipakai, karena gratis,” terang Tiza yang dipercaya sebagai Direktur Eksekutif GIDKP ini.

Menarik kisah ke belakang, kesadaran Tiza akan pentingnya mengurangi penggunaan kantong plastik dimulai sejak sembilan tahun silam, tepatnya di pada Oktober 2010. “Saya dan teman-teman di Bandung yang memiliki pandangan sama mengenai limbah plastik memulai sebuah kampanye yang bernama Diet Kantong Plastik. Kampanye ini mengajak masyarakat untuk membawa sendiri kantong belanjanya sendiri—baik yang berbentuk tas belanja, maupun plastik bekas yang mereka miliki,” kenang Tiza.

“Pada tahun 2013, saya membuat sebuah petisi Pay for Plastic Bag dan hasilnya ditandatangani oleh 70.000 orang,” kata Tiza yang sejak saat itu bergabung dengan para pendukung untuk membuat gerakan nasional, sampai akhirnya terciptalah Gerakan Diet Kantong Plastik Indonesia.

Isi dari Petisi Pay for Plastic Bag adalah meminta kepada para pedagang dan pengecer untuk tidak lagi memberikan kantung plastik secara gratis. Meskipun mendapat dukungan lebih dari 70 ribu tanda tangan, namun butuh waktu hampir tiga tahun bagi pemerintah dan para pelaku binis ritel untuk mencoba memberlakukan kantong plastik berbayar. 

Pada 2016, uji coba plastik berbayar diberlakukan. Meski nominalnya rendah, kantong plastik berbayar punya efek psikologis. Buktinya, terjadi penurunan sampah plastik hingga 55 persen ketika uji coba selama 6 bulan. Namun sayang, uji coba ini akhirnya dihentikan karena tidak tercapai kesepakatan diantara semua pihak.

Bagi Tiza, persoalan pencemaran plastik sebetulnya solusinya cukup jelas dan ia optimis bahwa kota-kota besar di Indonesia mampu mengambil keputusan tepat dan bijak untuk mengatasi pencemaran plastik. Terbukti, setelah periode uji coba kantong plastik tak gratis, beberapa kota melanjutkan kebijakan itu dengan inisiatif mereka sendiri.

Salah satunya adalah Kota Banjarmasin, yang menunjukkan komitmen dengan menghentikan peredaran kantong plastik di semua ritel. Melalui Peraturan Walikota No.18/2016 yang melarang kantong plastik di toko modern sejak 1 Juni 2016, kota Banjarmasin berhasil mengurangi sampah kantung plastik hingga 5,4 juta lembar per tahun!

Selanjutnya, Kota Balikpapan juga telah menyusul dengan mengeluarkan peraturan penghentian kantong plastik di ritel efektif Juli 2018.  Dengan dorongan aktif dari GIDKP dan dukungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebanyak 24 daerah lain juga menyatakan komitmen mereka untuk merumuskan strategi pengurangan sampah kantong plastik. Langkah ini dilakukan untuk merumuskan strategi nyata mengurangi sampah kantong plastik di ruang-ruang publik, termasuk di laut.

“Pemerintah Daerah dan Kementerian yang telah bekerjasama dengan kami untuk mendorong plastik tidak gratis atau penghentian plastik sekali pakai. Saya optimis kita bisa mencapai tujuan ini bersama-sama,” ucap Tiza.

Perjalanan panjang Tiza Mafira melalui Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik ini berbuah manis. Tiza menjadi satu dari lima tokoh aktivis lingkungan hidup dari lima negara (Indonesia, India, Inggris Raya, Thailand, dan Amerika Serikat) yang mendapat penghargaan Ocean Heroes dari Badan Lingkungan PBB (UN Environment Programe) pada 8 Juni 2018.

​”Saya bersyukur disebut sebagai Ocean Hero oleh PBB. Bukan karena saya merasa paling pantas memerolehnya, tapi karena saya senang apa yang kami perjuangkan dianggap penting oleh PBB. Semoga di dalam negeri pun, pemerintah Indonesia menganggap isu ini sebagai isu yang penting. Sehingga, kita bisa lebih cepat bergerak menuju Indonesia bebas plastik.”

Bagi Tiza, penghargaan yang diterima bersamaan dengan Hari Laut sedunia itu menjadi pelecut baginya dan rekan-rekan di Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik untuk berbuat lebih banyak lagi. Perjuangan untuk mewujudkan Indonesia bebas dari sampah plastik masih membutuhkan waktu dan napas panjang. “Penghargaan ini menjadi tambahan energi bagi kami untuk terus bergerak maju,” cetusnya. 

Bangga tak hanya dirasakan Tiza dan rekan-rekan. Rasa salut juga diungkapkan oleh Brahmantya S. Poerwadi, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Kami bangga anak muda Indonesia seperti Tiza mendapat penghargaan dari UN Environment sebagai salah satu Ocean Heroes 2018. Pencemaran di laut dan samudera Indonesia yang sangat luas membutuhkan champions dan leaders, terutama dari kelompok generasi muda seperti Tiza dan kawan-kawan,” kata Brahmantya.

Novrizal Tahar, Direktur Persampahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berpendapat senada. “Tiza adalah anak muda Indonesia yang punya idealisme dan konsisten dengan visinya. Ide yang fenomenal didorong Tiza bersama kawan-kawannya adalah saat membangun gerakan masyarakat “kantong plastik tak gratis” tahun 2016,” kata Dr. Novrizal Tahar, Direktur Persampahan, KLHK, menyatakan apresiasinya.

Pada saat ide “kantong plastik tidak gratis” diluncurkan, hampir semua media cetak papan atas nasional menempatkan isu dan berita tersebut pada headline dan halaman muka. Menurut Novrizal, baru kali itu ada perhatian media yang demikian intensif terhadap isu kantong plastik sekali pakai.

Novrizal mengungkapkan, isu tentang ‘kantong belanja sekali pakai’ merupakan isu yang tidak ringan, karena banyak mendapatkan tantangan dari pihak-pihak yang terganggu dengan kenyamanan status quonya. “Namun demikian, sebetulnya kita sudah punya perangkat peraturan yang memadai, tinggal pelaksanaan di daerah dan pengawasannya yang harus ditingkatkan.”

***

Tiza Mafira baru saja menggenapi usia 35 tahun pada 21 Januari 2019. Bungsu dari dua bersaudara ini terbiasa dengan pola hidup disiplin dan tanggung jawab sejak belia.

Tiza kecil sudah dilatih untuk membersihkan semua keperluan pribadinya  mulai dari membersikan kamar, membersihkan piring, membersihkan rumah, dan sebagainya oleh kedua orangtuanya. Ia pun tak merasa keberatan dan mengerjakan semua kewajibannya dengan suka cita. Karena baginya, membersihkan rumah sudah menjadi tanggung jawab dan pekerjaan keluarga.

Beranjak remaja, Tiza terbiasa membawa kantong plastik sendiri untuk berbelanja. Awalnya, tak ada yang peduli dengan aksi unik tersebut. Namun karena konsistensinya, banyak rekan Tiza tertarik dan mengikuti kebiasaan tersebut.

“Saya menerapkan prinsip jika perubahan itu memang dimulai dari hal kecil yang dilakukan diri sendiri. Konsisten dalam melakukannya, maka orang lain akan tergerak untuk melakukan hal tersebut,” ucap Tiza yang selalu mengingat besan ibunda untuk menjadi perempuan yang smart dan jadi orang yang berguna.

“Nggak usah mencari popularitas dengan cara-cara aneh, ketika anda berguna, maka orang akan datang kepada anda,” Tiza mengulang petuah ibunda.

Menamatkan pendidikan dasar di Jakarta, Tiza melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 2002 dengan mengambil jurusan hukum internasional.  Peraih Outstanding Student of the Faculty Award ini menamatkan kuliahnya empat tahun kemudian.

Menjadi sarjana jurusan Hukum Internasional yang fokus pada Hukum Lingkungan membuat Tiza sadar betul akan bahaya yang mengancam lingkungan. Apalagi, ia memperdalam studinya dengan mengambil gelar master di Harvard Law School untuk spesialisasi pada Corporate Law, Climate Change, Carbon Trading.

“Meskipun saya keluar dari profesi sebagai pengacara, namun apa yang saya kerjakan kini justru sangat sesuai dengan latar belakang pendidikan saya. Karena itu, saya akhirnya memutuskan untuk fokus ke hukum lingkungan. Selain karier yang sejalan dengan latar belakang pendidikan, apa yang saya kerjakan ini diharapkan bisa bermanfaat untuk Indonesia bahkan dunia di waktu mendatang,” tegas wanita yang pernah bekerja di perusahaan hukum, Makarim & Taira S, selama 6 tahun lebih.

Selain menjadi aktivis lingkungan, Tiza juga tercatat pernah menjadi dosen di Universitas Pelita Harapan pada fakultas hukum. Mata kuliah yang diajarkan adalah “Trade, Environment, and Climate Change”. Tiza juga pernah menjadi dosen tamu pada tahun 2013 untuk kuliah International Court of Justice, di mana ia harus mendesain sidang simulasi internasional.

Meraih penghargaan Ocean Hero 2018 bukan menjadi puncak dari perjuangan Tiza dan rekan-rekannya di GIDKP. Masih panjang jalan yang akan ditempuh sosok inspiratif  ini untuk melanjutkan gerakan membebaskan Indonesia dari tumpukan sampah plastik.

Dengan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik yang telah berjalan baik dan respon pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang cukup bagus, ke depan Tiza berharap pemerintah konsiten menuntaskan apa yang sudah dimulai dalam hal pengurangan sampah plastik di Indonesia.

“Ini permulaan yang bagus dari pemerintah. Jangan tanggung. Momen ini harus dimanfaatkan untuk membenahi hal-hal yang lain termasuk sistem persampahan nasional,” Tiza yang juga berharap semakin banyak kelompok milenial yang ambil peran dalam kampanye reduksi sampah plastik ini.

Khusus kepada generasi muda di Tanah Air, satu pesan Tiza: jangan kebanyakan bermain sosial media (Sosmed). Sosmed, cetus Tiza, terlalu dangkal kontennya. “Kalau mau memperbanyak pengetahuan harus banyak membaca buku dan menulis. Sosmed silakan, tapi jangan lupa  untuk kembali ke buku dengan membaca dan menulis,” pungkasnya.#

 

Riwayat hidup

Nama                 : Tiza Mafira

Tanggal Lahir   : Jakarta, 21 Januari 1984

Kebangsaan     : Indonesia

e-mail                 : tiza.mafira@gmail.com

Jabatan           : Co-Founder dan Direktur Eksekutif Gerakan Diet Kantong Plastik Indonesia, 2013 – sekarang

 

Pendidikan

  • Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia , September 2002 – September 2006
  • Master of Laws (LL.M.), Harvard Law School, Cambridge (United States), Agustus 2009 – Mei 2010.

 

Pengalaman kerja

  1. Maret 2014 – sekarang, Associate Director, Climate Finance, Climate Policy Initiative, Jakarta (Indonesia)
  2. Juni 2013 – Juni 2014, Dosen, Universitas Pelita Harapan, Jakarta
  3. Januari 2008 – Maret 2014, Senior Associate, Makarim & Taira S., Jakarta
  4. Juli 2010 – Agustus 2010, Summer Intern, CERES (Kelompok Lingkungan Amal Nirlaba), Boston (Amerika Serikat)
  5. November 2006 – Januari 2008, Analis, Kantor Staf Khusus Presiden untuk Urusan Internasional, Jakarta (Indonesia)
  6. September 2006 – November 2006, Konsultan Bahasa untuk Strategi Ritel, McKinsey & Company, Jakarta (Indonesia)
  7. April 2006 – Mei 2006, Penerjemah, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jakarta (Indonesia)

 

Organisasi

Co-Founder dan Direktur Eksekutif Gerakan Diet Kantong Plastik Indonesia, 2013 – sekarang#