Hutan makin menipis. Kayu, yang biasa jadi bahan baku pembuatan kapal pun makin sulit. Kondisi ini seperti dialami perajin kapal kayu di bebera daerah. Adakah solusi mengatasi kesulitan bahan baku ini?

Dr. Heri Supomo, dosen Teknik Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) datang dengan solusi cerdasnya. Heri berhasil membuat inovasi dengan memanfaatkan bambu sebagai bahan dasar pembuatan perahu.

Perahu bambu yang dibuat oleh Heri kemudian oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, yang saat itu dijabat Susi Pudjiastuti diapresiasi dan diklaim sebagai perahu berbahan bambu laminasi pertama di dunia.

“Ini inovasi yang bagus, kita harus coba pakai dan sebuah pilihan pada saat hutan kita sudah habis. Kayu tidak ada, makin mahal, dan nelayan kita memerlukan kapal-kapal ukuran seperti ini. Jadi sangat bagus,” ucap Menteri Susi usai “Peluncuran dan Uji Coba Laut Baito Deling 001” di Pantai Kenjeran, Surabaya, Senin, 2 Juli 2018, dilansir Antara.

Susi berharap perahu itu tidak hanya berhasil menjadi purwarupa tetapi juga bisa diproduksi sehingaa bisa digunakan secara masal. “Indonesia mampu bikin seperti ini, masa harus impor,” tegasnya.

Tak hanya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan juga tertarik berkerja sama dengan ITS Surabaya mengembangkan inovasi kapal bambu buatan mereka untuk ditempatkan di obyek wisata yang ada di Indonesia.

“Saya tertarik ada kapal dari bambu. Kami akan aplikasikan ke tempat wisata karena itu kearifan lokal. Kami juga ada program pemberdayaan masyarakat yang jumlahnya 11 ribu. Kami ingin apa yang dilakukan dalam proyek pemberdayaan masyarakat relevan dengan domain kami,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat mengunjungi kampus setempat, akhir November 2018.

Budi menjelaskan, kapal bambu buatan ITS sangat cocok ditempatkan di obyek wisata. Diharapkan dengan ditempatkannya kapal bambu dapat menjadi stimulus bagi orang lain untuk meniru pembuatan kapal dari bahan dasar bambu, mengingat saat ini bahan dasar kapal dari kayu sudah semakin susah didapat dibanding bambu yang lebih praktis dan mudah didapat.

Di tempat terpisah, Rektor ITS Prof. Joni Hermana menjelaskan bahwa pengembangan perahu bambu laminasi ditujukan untuk menemukan bahan alternatif kapal yang murah saat pasokan kayu semakin sedikit dan harganya makin mahal.

“Bambu ini bahkan lebih kuat dari pada jati kelas dua. Ini merupakan komitmen ITS adalah menjawab apa yang menjadi kebutuhan dari masyarakat sehingga keberadaaan perguruan tinggi seperti ITS terasa oleh masyarakat,” katanya.

Perahu bambu ini sendiri diberi nama Beito Deling 001 yang berasal dari bahasa Jawa. “Deling” berarti bambu, “Baito” berarti perahu, sedangkan 001 adalah prototipe yang pertama.  Heri Supomo menjelaskan bahwa bambu laminasi berhasil menjadi alternatif dengan keunggulan teknis.

“Jika dibanding kayu jati dia memiliki kekuatan satu setengah lebih tinggi. Selain itu, bambu lebih ekonomis 60 persen dari kayu jati yang digunakan saat ini,” ujar Heri.

Bambu juga memiliki keunggulan dalam hal kesinambungan suplai, sebab menurut Heri bambu bisa dipanen dalam waktu tiga tahun sementara kayu baru bisa dipanen setelah berusia 25 hingga 30 tahun. Hal ini tentu saja menjadi keunggulan ekonomis maupun keunggulan produksi bagi kapal berbasis bambu laminasi.

Menariknya penelitian yang dilakukan sejak tahun 2008 itu mengungkap bahwa bambu secara konstruksi memiliki keunggulan saat terkena air terutama air asin. Sebab bambu dinilai akan semakin kuat bila terkena air asin meski menjadi lemah jika terkena sinar matahari atau UV (ultraviolet), itu sebabnya perahu ini diberi laminasi anti-UV.

“Saya sudah menguji laminasi bambu di laut dan pengetesan. Bambu mampu (bertahan) 25 tahun,” jelas Heri.

Rencananya, kapal bambu yang memiliki berat sekitar 750 kilogram ini akan bisa digunakan sebagai kapal ikan dan juga kapal pariwisata. Heri mengungkap bahwa sudah ada beberapa investor yang tertarik dengan kapal ini.#