Pembela Nelayan Nusantara
Sebagai Ketua Serikat Nelayan Nadhlatul Ulama, milenial profesional ini tak hanya gigih membela nelayan dari kalangan Nahdliyin, dia juga bergiat memperjuangkan nasib nelayan nusantara dan tak lelah mengajak masyarakat untuk mengawal pemerintah dalam memperjuangkan hak-hak para anak buah kapal di dalam dan luar negeri, serta membela martabat bangsa.
Penunjukan itu ditandai dengan penerbitan surat PBNU dengan nomor 523/A.II.04.d/06/2020 tentang Pengesahan Pimpinan Pusat Serikat Nelayan Nahdalatul Ulama. Surat keputusaan itu ditandatangani oleh Pejabat Rais Aam KH Miftachul Akhyar, Katib Aam KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Sekretaris Jenderal A. Helmy Faishal Zaini pada tanggal 19 Juni 2020.
Usai diterbitkannya surat pengesahan pimpinan SNNU, PBNU menugaskan Witjaksono agar segera melaksanakan tugas-tugas kepengurusan Pimpinan Pusat SNNU. Selain itu, Witjak diberi mandat untuk membentuk kepengurusan SNNU di tingkat wilayah dan cabang.
Sebagai aktivis muda dengan latar belakang sebagai pengusaha profesional di bidang perikanan dan pertanian Witjaksono bertekad bekerja keras untuk memberikan kontribusi yang maksimal.
Menurut Witjak, pengalamannya merintis usaha dari nol hingga berhasil Go Public di pasar saham beberapa tahun lalu setidaknya akan menjadi modal pengalaman bagaimana memajukan SNNU. Apalagi masalah kehidupan nelayan di Indonesia yang sebagian besar adalah nahdliyin akan menjadi basis kelompok sosial yang akan dia urus.
“Ini merupakan kehormatan sekaligus tantangan untuk berkhidmat pada Nahdlatul Ulama, bangsa dan negara. Kami akan bekerja keras untuk menjadi bagian perjuangan NU menciptakan kemaslahatan khususnya para nelayan Nahdliyin yang masih hidup di bawah garis kemiskinan,” kata pria yang juga Koordinator Nasional Program pertanian PBNU ini.
SNNU dibentuk sebagai hasil tindak lanjut Keputusan Muktamar ke 33 Nahdlatul Ulama tahun 2015 di Jombang, Jawa Timur dan Keputusan PBNU pada 10 Maret 2020 lalu. Khidmat SNNU adalah menjadi wadah dan sarana mengayomi para nelayan, pelaku usaha kelautan dan kemaritiman dan masyarakat pesisir.
“Tujuannya adalah pemberdayaan dalam usaha pemanfaatan laut maupun usaha perikanan budidaya yang bermuara pada kesejahteraan nelayan dan kemaslahatan Bangsa Indonesia,” terang Witjaksono.
Pengusaha Muda
Tak banyak yang kenal sosok muda NU ini. Tapi, Presiden Joko Widodo sepertinya mengenal akrab figur Witjaksono. Jokowi sempat menyebut namanya bersamaan dengan nama-nama pengusaha kakap yang masuk dalam daftar orang kaya di Indonesia.
“Saya tahu ada Budi Hartono dari Djarum, Iwan dari Sritek, Budi Santoso di Suara Merdeka, Soleh Dahlan dari Dafam, dan Witjaksono asal Pati yang ikannya banyak banget,” ujar Jokowi pada acara sosialiasi program Tax Amnesty di Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Tentu saja ribuan pengusaha yang hadir kala itu bertanya-tanya. Siapa sosok Witjaksono yang disebut-sebut Presiden Jokowi sebagai pengusaha yang punya ikan banyak asal Pati itu.
Witjak boleh dibilang pebisnis baru dari generasi anak muda era tahun 2000-an. Sebagai pendatang baru di dunia bisnis, wajar bila keberadaannya tidaklah diketahui banyak orang, termasuk di komunitas pelaku bisnis. Nyatanya dia pendiri PT Dua Putera Utama Makmur Tbk (DPUM) yang bergerak di bidang pengolahan hasil laut.
Witjak adalah sosok anak muda di bawah 40 tahun yang mampu melahirkan satu perusahaan pengolahan hasil laut terintegrasi. Dari hanya bermodal Rp10 juta sampai memiliki aset di atas Rp1,6 triliun dengan 4.000-an karyawan. Berawal dari pabrik pengolahan hasil laut yang berlokasi di Pati, Jateng dengan kapasitas memproduksi puluhan ton saja. Kemudian terus berkembang hingga menembus 100 ton per hari.
Dengan pengalaman itu, tentunya pilihan PBNU memilih Witjaksono sebagai Ketua SNNU sangat tepat. Alumnus Fakultas Administrasi Niaga Universitas Diponegoro tahun 2004 ini telah terbukti nyata mengembangkan potensi maritim nusantara.
Tak hanya urusan ikan, anak bungsu dari enam bersaudara dari orang tua pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) golongan II dan ibu seorang buruh pabrik kacang di Pati ini, sangat menguasai dunia maritim. Selain itu Witjak juga memiliki ketajaman insting dalam mencium peluang.
Saat mengetahui banyaknya pelabuhan telantar dan tidak berfungsi baik di Maluku, Ia menawarkan diri untuk mengelola aset-aset mangkrak tadi. Pelabuhan-pelabuhan yang tak terurus tadi disulap menjadi tempat bersandarnya kapal-kapal pesiar dunia.
Caranya? Ia akan bangun fasilitas cottage bertaraf internasional agar kapal pesiar mau mampir. Ia bergerak ke mana-mana untuk membangun jejaring termasuk ke pemilik kapal-kapal pesiar di Eropa, Asia, dan Amerika Serikat. Itu semua ia lakukan dengan sungguh-sungguh dan fokus.
Sebagai Ketua Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU), Witjaksono tak hanya membela nelayan dari kalangan Nahdliyyin saja. Dia juga merupakan pembela nelayan nusantara. Sehingga dia pun meminta pemerintah untuk memperhatikan nasib awak kapal yang dieksploitasi berlebih di kapal Tiongkok. Selain itu, SNNU juga mengajak masyarakat untuk tetap mengawal Pemerintah dalam memperjuangkan hak-hak para awak kapal ikan di luar negeri dan martabat bangsa.
“Setiap kali kita mengingat tragedi pembuangan WNI di kapal Tiongkok selalu menyisakan kesedihan yang mendalam. Saya mengajak masyarakat untuk tidak lupa dan terus mengawal Pemerintah untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan martabat bangsa. Jangan sampai terjadi kompromi lagi dengan pelaku,” ujar Witjaksono.
Dia menegaskan, tragedi tersebut bukan hanya tentang pembuangan WNI, tetapi juga mengenai hukum dan HAM yang harus ditegakkan. “Pelarungan itu adalah bagian kecil dari tragedi kemanusiaan yang besar. Pelanggaran hak-hak dasar manusia jelas tidak bisa ditolerir. Pemilik kapal Tiongkok itu harus ditindak tegas terlebih jika terbukti melakukan praktik ilegal seperti penangkapan hiu yang menyebabkan mereka tidak dapat berlabuh sehingga kesehatan ABK dikorbankan,” tegasnya.
Lebih lanjut ia menceritakan pengalamannya ketika bepergian ke Taiwan dan bertemu TKI di dalam pesawat. Itu mendasarinya untuk membulatkan tekad demi memperjuangkan nelayan dan martabat Indonesia sebagai negara maritim.
“Suatu ketika dalam perjalanan ke Taiwan saya bertemu dengan nelayan asal Tegal, Jawa Tengah. Beliau sebelumnya memiliki 8 kapal jukung namun karena hasil yang tidak menentu, ia tersebut menjual kapal-kapalnya untuk dijadikan modal menjadi TKI pada kapal Tiongkok di Taiwan. Hal ini sungguh memprihatinkan,” ungkapnya.
Menurutnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan seharusnya mampu mengoptimalkan potensi besar maritim nasional. Jadi memang segala urusan harus diserahkan oleh ahlinya dan jika tidak mampu katakan.
“Kami selalu terbuka untuk berdiskusi dan mendukung pemerintah, jangan sampai jika tidak paham lalu hanya diam dan akhirnya masyarakat yang jadi korban. Bayangkan saja di negara sekaya ini, garis pantai terpanjang, wilayah laut terluas, negara kepulauan terluas, dan masih ada WNI yang bahkan diperbudak jadi nelayan dinegara lain? Ini sangat memperihatinkan, Pemerintah perlu sungguh-sungguh membenahi ini,” tandas Witjaksono.
Sumber: sisibaik.id dan Majalah Forum Keadilan Edisi 05, 20 Juli – 02 Agustus 2020
Riwayat Hidup
Nama : Witjaksono
Tempat tanggal lahir : Pati, Jawa Tengah, November 1981
Pendidikan : Fakultas Administrasi Niaga Universitas Diponegoro
Organisasi :
– Ketua Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama
– Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pemuda Maritim Indonesia.
– Wakil Sekjen Ikatan Alumni Univeritas Diponegoro
– Penasihat Komunitas bisnis “Tangan Di Atas (TDA)”