Penggelora Semangat Kubu Gadang

 


Panggilan untuk membangun kampung halaman selalu bergejolak di hatinya. Usai menamatkan kuliah, Yuliza Zen memilih pulang ke desa memoles kampung halamannya menjadi desa wisata yang mampu menggerakkan ekonomi warga. Baru empat tahun berjalan, tak hanya wisatawan domestik, sebagian pelancong luar negeri sudah “mengendus” Desa Wisata dan Pasar Digital Kubu Gadang.

Kota Padang Panjang di Sumatera Barat selama ini belum moncer dikenal sebagai destinasi wisata ketimbang tetangganya, seperti Bukitingi, Lembah Harau, dan Batusangkar. Padang Panjang memang lebih dikenal sebagai kota pendidikan.

Namun Padang Panjang kini mulai berbenah untuk menggarap potensi wisatanya. Salah satunya dengan memoles Kubu Gadang dan Sigando menjadi desa wisata. Kedua tempat tersebut berjarak sekitar 5 kilometer dari pusat Kota Padang Panjang. Pelancong bisa menggunakan angkot atau ojek untuk mencapai desa ini.

“Kami merintis Kubu Gadang sebagai desa wisata sejak empat tahun terakhir,” kata Yuliza Zen, insiator dan pengelola Desa Wisata Kubu Gadang, saat berbincang dengan tokohinspiratif.id.

Desa Wisata Kubu Gadang yang berada di lokasi strategis di Jalan Haji Miskin, adalah satu dari dua desa wisata yang ada di kota berjuluk Serambi Mekah. Hamparan sawah dan panorama tiga gunung yang mengelilingi Padang Panjang adalah salah satu bagian yang memikat dari desa ini. Ketiga gunung tersebut adalah Singgalang, Tandikek, dan Marapi. Bukit Tui yang menjulang di jantung kota ikut melengkapi lanskap di Kubu Gadang.

Yuliza mengatakan, tak hanya panorama alam, pengelola juga menyiapkan paket-paket menarik bagi wisatawan yang menginap di sana. Paket tersebut dibagi dalam tiga kategori: kuliner, atraksi, dan edukasi. Pada paket kuliner, misalnya, turis bisa mencoba makan baradaik, yakni makan dengan prosesi pesta khas di Minang. Pilihan lain adalah makan bajamba alias makan bersama.

Di paket atraksi antara lain ada silek lanyah, randai, dan tari tradisional lain. Silek lanyah adalah atraksi pertarungan silat yang dilakukan di lahan sawah berlumpur. Menyaksikannya pada malam hari di bawah cahaya bulan akan memberikan sensasi tak terlupakan.

Di paket edukasi, pelancong bisa belajar masak tradisional (marandang), membajak sawah, dan lain-lain.

Yuliza bertutur, Desa Wisata Kubu Gadang hadir sejak 2015. Ini bermula dari pelatihan yang diberikan Dinas Pariwisata setempat, diskusi dengan berbagai komunitas pariwisata, dan keinginan mengangkat potensi daerah untuk membantu masyarakat.

“Dari pelatihan dan diskusi-diskusi itu, akhirnya membuka wawasan saya bagaimana menata potensi daerah hingga bisa mengangkat ekonomi masyarakat melalui pariwisata,” ujar Liza, demikian ibu satu anak ini karib disapa.

Menurut Liza, berwisata kini tidak lagi tertuju ke museum, berkunjung ke kebun binatang atau menikmati wahana permainan di taman bermain. Berwisata sudah berkembang menjadi sesuatu yang lebih sederhana yaitu menikmati kehidupan sehari-hari suatu masyarakat.

Misal, bagi yang tinggal di perkotaan merasakan kaki terendam lumpur lalu ikut bertanam padi atau menikmati hijau pedesaan menumpang mobil bak terbuka sudah cukup menjadi sebuah penghibur setelah segala penat dari aktivitas kerja sehari-hari. Pengalaman seperti itu yang ia coba berikan pada wisatawan ketika berkunjung ke Kubu Gadang.

Yuliza menilai kondisi alam Kubu Gadang sudah cukup mendukung, tinggal memikirkan suguhan lain yang dapat dinikmati pengunjung. Namun, meyakinkan warga menjadi tantangan tersendiri baginya. Ada yang tidak setuju karena khawatir kehadiran turis hanya akan merusak budaya setempat. Sebaliknya, ada pula ninik mamak yang setuju dan mendukung rencananya.

Baginya kekhawatiran itu memang wajar namun sudah ada langkah mengantisipasinya. “Turis hadir untuk merasakan bagaimana kehidupan di sini artinya mulai dari cara berpakaian kami arahkan agar mengikuti budaya setempat,” katanya.

Perlahan, tradisi makan baradaik (beradat) adalah budaya masyarakat yang ditawarkan pertama kali di desa wisata itu bagi wisatawan. Makan baradaik dilaksanakan di Rumah Gadang, rumah tradisional Sumatera Barat, di Pusat Dokumentasi Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM) atau di alam terbuka di Kubu Gadang.

Untuk berpromosi ia dan pemuda Kubu Gadang mengajak fotografer yang sudah cukup dikenal di Sumbar dan Padang Panjang untuk memotret di sana. Kepiawaian para fotografer membidik objek yang menarik menurutnya bisa membantu mengenalkan desa wisata itu pada masyarakat.

Sambil berjalan dan terus berpromosi, pihaknya lalu mulai memikirkan ciri khas Kubu Gadang sekaligus untuk mempermudah promosi.

Terinspirasi dari atraksi pacu jawi di Kabupaten Tanah Datar, akhirnya lahir ide silek lanyah atau atraksi silat di lumpur yang dilakukan di lahan sawah yang telah dipanen. Hingga saat ini, atraksi tersebut lekat dengan Desa Wisata Kubu Gadang.

Selain itu agar tamu betul-betul dapat menikmati langsung interaksi dengan masyarakat setempat rumah-rumah yang kosong karena sering ditinggal merantau pemiliknya dimanfaatkan sebagai homestay.

“Awalnya cuma ada satu atau dua yang bersedia namun sekarang sudah ada 14 homestay,” katanya.

Setiap rumah, lanjut Liza, maksimal bisa diisi delapan orang. Tarif per rumah bervariasi sekitar Rp 600-900 ribu.

Makin ramainya wisatawan yang mengunjungi Desa Wisata Kubu Gadang tidak lepas dari upaya promosi dan kreativitas bersama pemuda Kubu Gadang mencoba menghadirkan atraksi lain seperti randai, pacu upiah, paket wisata edukasi bagi anak dan lainnya yang semuanya dilaksanakan di lahan sawah.

“Di sini ada sanggar tempat teman-teman berlatih silat, menari dan musik. Mereka yang nanti tampil mengisi suguhan bagi wisatawan berlatih di sini. Wisatawan juga dapat ikut berlatih bersama,” katanya.

Meski baru empat tahun berjalan, sebagian pelancong luar negeri sudah “mengendus” tempat ini. Wisatawan asal Malaysia, misalnya, sudah beberapa kali mampir ke sini. “Belum lama ini ada yang dari Jepang,” kata Liza.

Untuk diketahui, tepat setahun lalu, persisnya 20 Oktober 2018, pasar digital di Desa Wisata Kubu Gadang di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, diresmikan oleh Kementerian Pariwisata. Hadirnya konsep wisata tersebut, menurut Liza, makin membuka peluang bagi Padang Panjang menarik lebih banyak wisatawan berkunjung ke daerah itu.

Pasar digital merupakan konsep wisata di mana suatu lokasi ditata hingga menjadi objek semenarik mungkin lalu dipromosikan dan viral di dunia maya.

Pasar Digital Kubu Gadang menawarkan paduan keelokan alam berupa hamparan sawah, gunung dan bukit, atraksi budaya serta kuliner tradisional daerah setempat kepada wisatawan.

“Secara sederhana dapat diartikan apa yang ditawarkan di destinasi digital adalah sesuatu yang ‘instagramable’ dan kekinian,” katanya.

Yuliza menerangkan ditunjuknya Desa Wisata Kubu Gadang sebagai destinasi digital setelah rombongan Kementerian Pariwisata singgah ke lokasi itu usai kunjungan ke Pasar van der Cappelen di Tanah Datar awal Oktober 2018.

“Ketika diajak ke Kubu Gadang, pemandangan hamparan sawah di sini dianggap bisa punya nilai jual besar sebagai tujuan wisata. Lalu langsung ditawarkan sebagai pasar digital,” katanya.

Selain itu di samping keelokan alam, saat ini di Kubu Gadang ada belasan spot foto menarik untuk mendukung desa wisata itu sebagai destinasi digital.

“Ditunjuk menjadi destinasi digital peluang bagus bagi Padang Panjang. Diharapkan kota ini tidak hanya sebagai perlintasan saja, tapi pengunjung singgah menikmati wisata di sini dan berbelanja produk industri kreatif,” ujarnya.

***

Yuliza Zen, lahir di Kubu Gadang, Padang Panjang, 26 tahun silam. Bungsu dari delapan bersaudara ini tumbuh menjadi gadis enerjik dan supel di tengah keluarga besarnya.

Di kampung ini, orangtua Liza memiliki kedai kopi yang ramai dikunjungi banyak kalangan. Kedai kopi ini sekaligus menjadi base camp berbagai kegiatan kepemudaan di kampung Kubu Gadang.

Tumbuh di lingkungan yang ‘rancak’ membuat Liza kecil terbiasa bersosialisasi dengan banyak orang. Terlebih, ayah-ibunya juga mendorong untuk selalu terlibat di dalam kegiatan masyarakat. Jadi tak salah, bila berbagai macam kegiatan sosial di kampung, dipercayakan kepada Liza yang pernah bercita-cita menjadi guru bahasa Inggris.

“Sejak kecil saya biasa ambil jumputan beras ke rumah-rumah atau nyebar undangan,” kenang  Liza yang meraih penghargaan sebagai Pemuda Pelopor Nasional bidang Pariwisata pada 2017.

Menamatkan pendidikan dasar dan menengah di kampung halaman, Liza kemudian hijrah ke Batusangkar, Tanah Datar, untuk menempuh pendidikan tinggi di IAIN Batusangkar. Di kampus ini, dia memilih fakultas ekonomi jurusan akutansi.

Tak beda jauh dengan aktifitas di kampung halaman, selama kuliah Liza aktif di dewan mahasiswa dan makin terbuka wawasannya tentang banyak hal. Ia pun melihat fenomena banyak tokoh-tokoh inspirator  yang mulai bergerak di bidang bisnis sosial.

“Bisnis sosial, selain mendatangkan keuntungan secara pribadi, juga berdampak positif  bagi masyarakat sekitar atau lingkungan yang lebih luas,” terang Liza yang termotivasi dengan jargon ‘mahasiswa harus siap memakai, bukan siap dipakai’ sehingga orientasi berpikirnya tidak hanya menjadi karyawan, tapi justru pencipta lapangan kerja.

Itu pula yang membuat Liza memilih mundur ketika diterima bekerja di sebuah bank BUMN dengan gaji lumayan besar. “Menjadi karyawan membuat ruang gerak saya menjadi sempit. Berangkat pagi pulang sore, tapi saya tidak bisa mengembangkan apa yang ada di pikiran saya,” Liza yang kini tengah menempuh pendidikan Strata 2 untuk ilmu ekonomi.

Selepas kuliah, Liza memilih pulang membangun kampung halaman. Ia terinspirasi dengan suksesnya wisata Kampung Pujon Kidul, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang diinisiasi anak muda dan bisa mempekerjakan 85 orang warga lokal. Demikian pula dengan desa wisata Pentingsari di Sleman, Jawa Tengah. Liza ingin mengangkat potensi wisata di kampungnya menjadi sesuatu yang bisa dinikmati tak hanya oleh warga lokal, tapi juga turis manca negara.

Tiga tahun berjalan, bersama Kelompok Sadar Wisata yang dia dirikan, impian itu mulai terwujud. Kini warga Kubu Gadang makin banyak yang merasakan dampak positif dari berbagai aktivitas Pasar Digital Desa Wisata Kubu Gadang. Setiap event yang dihelat, setidaknya melibatkan 90 warga yang merasakan dampak ekonomi. Mulai dari menyediakan penginapan untuk wisatawa, atraksi budaya, wisaya kebun, hingga sajian kuliner tradisional yang disajikan khas Kubu Gadang,

Rasa haru tak dapat disembunyikan ketika melihat senyum bahagia warga yang merasakan dampak dari kegiatan desa wisata Kubu Gadang.

“Uni Liza kita sudah bisa beli baju sekolah dan sepatu sendiri,” Liza menirukan anak-anak sekolah dasar yang tampil dalam atraksi silat dan mendapatkan yang sebagai hasil dari jerih payahnya.

Ada pula cerita anak-anak yang bisa membelikan beras ibunya dari honor atraksi silat yang ditampilkan.

“Itu hal-hal sederhana yang bagi kami sangat luar biasa dan membuat kami semakin bersemangat untuk melakukan lebih baik lagi.”

Tak hanya soal materi, kehadiran para wisatawan dari berbagai penjuru daerah dan manca negara diharapkan bisa membuat wawasan anak-anak di kampung Kubu Gadang kian terbuka. “Adik-adik bisa melihat bahwa dunia ini ternyata begitu luas,” tutur Liza.

Karena itulah Liza dan teman-temannya yang tergabung dalam Kelompok Pemuda Sadar Pariwisata di Kubu Gadang tak pernah lelah mengajak warga untuk belajar dan meningkatkan kapasistas diri. Kini, pihaknya sedang mengekplore potensi-potensi lain yang bisa dikembangkan untuk menunjang aktivitas desa wisata Kubu Gadang. Seperti membuat kerajinan tangan untuk souvenir maupun makanan ringan.

Memang butuh kesabaran dan napas panjang untuk mengubah pola pikir dari seorang pekerja menjadi entrepeneur. Tapi, itu akan terus dilakukan Liza dan timnya agar perlahan-lahan kesadaran itu tumbuh dalam diri masyarakat Kubu Gadang yang mayoritas adalah petani.

Teruntuk anak-anak muda, Liza berpesan agar tidak malu mengembangkan potensi yang dimiliki. Bergeraklah sesuai passion masing-masing. Usahakan yang berdampak kepada lingkungan sekitar, masyarakat, bahkan negara.

“Sekarang bukan jamannya lagi hanya menunggu. Manfaatkan kecanggihan teknologi gadget untuk sesuatu yang bernilai positif,” cetusnya.

Terakhir, kepada pemerintah, Liza mengharapkan bantuan perbaikan sarana dan prasarana, seperti pembangunan toiler, papan informasi, pintu gerbang dan sejenisnya di Kubu Gadang. Liza juga mengharapkan bantuan promosi dengan melibatkan kelompoknya dalam berbagai gelaran pameran pariwisata.

Riwayat Hidup

Biodata

Nama              : Yuliza Zen, S.E.Sy

TTL                 : Padang Panjang, 03 Februari 1993

Alamat            : Jl. Haji Miskin, No. 03, Keluran Ekor Lubuk

Status              : Menikah

Suami              : Robby Kurniawan,S.Pd

Anak 1             : Imam Nahrowi

Pendidikan

SD N 07 Ekor Lubuk (1998-2004)

SMP N 03 Padang Panjang ( 2004-2007)

SMA N 02 Padang Panjang (2007-2010)

IAIN Batusangkar (2010-2014)

UNP (2015-sekarang)

Penghargaan

Duta Wisata Favorit Padang Panjang (2015)

Wirausaha Muda Pemula bidang insdustri Kreatif Sumatera Barat ( 2015)

Pemuda Pelopor Nasional bidang Pariwisata (2017)

Pemuda Inspiratif sumatera Barat  (2018)

Perempuan Inspiratif Padang Panjang (2019)#