Pahlawan Lingkungan dari Lereng Gunung Lawu

Selama 20 tahun lebih sejak 1996, Sadiman telah mengabdikan diri sebagai pekerja senyap dalam memulihkan ekosistem di lereng Gunung Lawu. Setidaknya lahan seluas 250 hektare di Bukit Gendol dan Bukit Ampyang, lereng Gunung Lawu, telah ia tanam lebih dari 11 ribu tanaman.

Sosok itu tak lagi muda, umurnya sudah menginjak 68 tahun. Raganya pun tidak tegak dan gagah, keriput sudah mulai menghiasi wajahnya. Tetapi, kegigihannya naik-turun bukit menelusuri daerah di lereng gunung sembari membawa bibit pohon, dan kemudian menanamnya, tak tertandingi.

Dia adalah Sadiman. Warga sekitar kerap menyapanya dengan sebutan Mbah Sadiman. Dalam bahasa Jawa, ‘Mbah’ berarti kakek.

Kisah Mbah Sadiman yang hampir seluruh rambutnya telah memerak ini sempat diangkat media asing Zinc asal London, Inggris, dalam sebuah postingan video di Facebook berjudul “This Indonesian man single-handedly saved his village from starvation”.

Video itu sudah dilihat lebih dari 7 juta kali dan dibagikan ratusan ribu kali serta dikomentari ribuan orang.

Mbah Sadiman tinggal di Dusun Dali, Desa Geneng, Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri, sekitar 100 KM dari Kota Solo. Selama 20 tahun lebih sejak tahun 1996, Mbah Sadiman telah memulai dedikasinya untuk keberlangsungan hidup warga desanya dengan menanam pohon. Setidaknya lahan seluas 250 hektar di Bukit Gendol dan Bukit Ampyang lereng Gunung Lawu telah ia tanami lebih dari 11 ribu pohon.

Aksi Mbah Sadiman berawal dari keresahannya melihat kondisi bukit di sekitar tempat tinggalnya di lereng Gunung Lawu yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Kenangan masa kecilnya tentang sumber air yang melimpah seakan terancam karena ulah warga yang seringkali menjarah kayu-kayu hutan untuk bahan bangunan atau untuk dijual. Kayu-kayu tersebut diperoleh dari pohon-pohon sekitar yang mengakibatkan semakin berkurangnya sumber air di kawasan tersebut.

Puncak kerusakan terjadi saat kebakaran besar yang menghanguskan tanaman-tanaman di hutan sekitar tempat tinggalnya pada tahun 1964. Kebakaran tersebut menyebabkan bukit-bukit menjadi tandus yang juga berimbas pada kehidupan warganya.

Seringkali warga kesulitan mendapat air bahkan saat kemarau terjadi kekeringan. Walhasil, lahan pertanian dan ternak banyak yang terbengkalai. Tak hanya itu, banjir juga kerap terjadi karena tak ada tanaman yang menopang air.

Setelah kawasan tersebut sempat terlantar cukup lama, sebetulnya telah dilakukan upaya penghijauan dari pemerintah di bawah Perhutani di Bukit Gendol dan Ampyangan dengan ditanamnya pohon-pohon pinus. Namun penanaman yang dilakukan Perhutani dirasa Sadiman tak banyak mengubah keadaan. Menurutnya, kemampuan pohon pinus dalam mengikat air sangat minim, sehingga pada 1996 ia berinisiatif untuk menanam beringin di kawasan tersebut.

Setelah mendapat izin dari penjaga hutan setempat, akhirnya ia memulai aksinya. Mbah Sadiman melakukan semuanya sendiri, tanpa bayaran dan tidak mengharapkan imbalan. Tak terasa, 23 tahun telah berlalu, Sadiman tetap setia dengan janjinya untuk menghijaukan lereng Lawu.

Ia membeli bibit, memberi pupuk, menyiangi, semua dari kantongnya sendiri. Bahkan ia mengorbankan hanya memakai baju bekas di keseharian daripada membelinya.

Mbah Sadiman mempunyai usaha penyemaian bibit jati dan cengkeh di pekarangan rumahnya. Ia melakukan itu karena akan menukarkan 2 bibit cengkeh dengan 1 bibit beringin kepada warga untuk ditanam.

“Orang-orang menyebut saya edan, gendeng, karena menukar bibit cengkeh dengan bibit beringin yang tidak menghasilkan keuntungan berupa materi,” ujarnya dalam bahasa Jawa di postingan tersebut.

Tapi memang bukan itu yang Mbah Sadiman cari. Ia memilih menanam beringin karena paham bahwa pohon beringin dapat menyediakan sumber air yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga desa dan memiliki sistem akar yang kuat sehingga bisa mencegah erosi. Alasan lain, Mbah Sadiman memilih tanaman ini adalah karena beringin dipercaya memiliki “penunggu”, sehingga jika ditanam warga akan segan untuk menebangnya.

Sekarang warga Desa Geneng di lereng Gunung Lawu sudah merasakan jerih payah dari seorang Mbah Sadiman. Petani tidak lagi kesulitan air. Warga Dusun Dali yang jumlahnya lebih dari 340 KK tidak mengalami kesulitan air lagi di saat daerah lain mengalami kekeringan saat musim kemarau. Bahkan, mereka bisa mendapat aliran air secara gratis dan mandiri.

“Mbah Sadiman bagi kami adalah pahlawan, orang yang sangat kita butuhkan, karena sudah tua di berani terjun ke hutan untuk melakukan reboisasi,” kata seorang warga.

Dua dasawarsa berlalu, semangat mbah Sadiman tak surut. Bahkan Mbah Sadiman masih berencana menaman 20 ribu lebih pohon lagi untuk juga dapat membantu desa lain.

“Pokoknya sampai kemampuan saya, kalau saya masih mampu tanam, ya tanam.”

Itulah keinginan sederhana Mbah Sadiman, yang sangat berarti besar bagi warga sekitar.

 Penghargaan

 Berkat kepedulian dan usaha yang gigih dalam melakukan penghijauan, Mbah Sadiman mendapatkan penghargaan berupa Apresiasi Dukungan Insan Inspiratif dari BNPB. Penghargaan tersebut diterimanya di Desa Geneng, Kecamatan Bulukerto, Wonogiri, Jawa Tengah pada Minggu 25 Agustus 2019.

Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan mengatakan apa yang telah dilakukan Sadiman layak dicontoh oleh seluruh masyarakat Indonesia. Ia meminta masyarakat agar bisa terus menjaga lingkungan.

“Apa yang telah dilakukan oleh Mbah Sadiman kiranya bisa menjadi contoh bagi kita semua dan bisa mengikuti jejak langkah beliau dalam pelestarian lingkungan,” kata Lilik.

Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga memberikan dukungan dan penghargaan kepada Sadiman sebagai tokoh penyelamat lingkungan yang gigih dan semangat tanpa pamrih meski sudah mencapai usia lanjut. BRI mendukung gerakan menanam dan merawat pohon seperti yang dilakukan Sadiman selama 23 tahun terakhir ini.

Wakil Pimpinan Wilayah BRI Yogyakarta Joko Sudarmo menyerahkan dana sejumlah Rp 100 juta kepada Sadiman atas kepedulian yang tinggi kepada lingkungan dan kemanusiaan.

Sebelum mendapatkan penghargaan itu, pada 1 Agustus 2019 di Graha BNPB, Jakarta, BNPB juga telah memberikan penghargaan sebagai tokoh inspiratif  Reksa Utama Anindha (Penjaga Bumi yang Penuh Kebijakan). Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan ribuan orang seperti Mbah Sadiman.

Mbah Sadiman memang layak disebut pahlawan lingkungan. Perjuangan Mbah Sadiman harus didukung oleh pihak-pihak lainnya. Pemerintah hendaknya tidak hanya mengapresiasi dengan memberikan hadiah ataupun gelar pahlawan untuk Mbah Sadiman, namun juga memfasilitasi komunitas ataupun instansi untuk dapat turut menjaga ekosistem lingkungan.

Satu hal, menanam pohon memang hal yang mudah, namun konsistensi untuk merawat serta tidak merusak alam adalah hal yang lebih sulit. Oleh sebab itu, mari meneladani aksi Mbah Sadiman untuk lingkungan masing-masing dan mengajak orang lain untuk jadi “Mbah Sadiman” berikutnya.

sumber: detik.com | liputan6.com | suar.grid.id| kumparan.com

Riwayat Hidup

Biodata

Nama   : Sadiman
Umur   : 68 tahun
Alamat: Dusun Dali, Desa Geneng, Bulukerto, Wonogiri, Jawa Tengah.
Pekerjaan

Petani

Penghargaan:

Penghargaan Apresiasi Dukungan Insan Inspiratif dari BNPB, 25 Agustus 2019
Penghargaan dari BRI, 25 Agustus 2019
Penghargaan Reksa Utama Anindha, 1 Agustus 2019#