Selama ini hanya sedikit anak muda yang mau menggeluti sektor pertanian dalam skala luas. Masih ada anggapan, bekerja di sektor pertanian atau perdagangan adalah pekerjaan ‘orang kampung’ dan kurang mendatangkan untung. Namun hal itu tak berlaku bagi tiga anak muda inspiratif ini. Simak kisahnya!

TOKOH INSPIRATIF – Memiliki jumlah penduduk mencapai 270 juta jiwa, Indonesia harus memiliki ketahanan pangan yang memadai. Karenanya,ruang untuk terus memperkuat ketahanan pangan itu masih sangat terbuka.

Di sisi lain, iklim tropis Indonesia menjadi peluang untuk mengembangkan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan menjadi lebih optimal lagi.

Harusnya, dengan segala potensi tersedia, yakni market/pasar yang jelas dan sumberdaya alam yang memadai, bisa menjadi modal luar biasa besar untuk melakukan berkolaborasi antar pelaku bisnis dari hulu ke hilir.

Sayangnya, selama ini hanya sedikit anak muda yang mau menggeluti sektor-sektor pangan tersebut. Masih ada anggapan, bekerja di sektor pertanian atau perdagangan di sektor pertanian adalah pekerjaan ‘orang kampung’ dan kurang mendatangkan untung.

Namun hal itu itu berlaku bagi Utari Octavianty. Anak muda ini berhasil membuktikan bahwa di usia yang masih ‘hijau’ dia bisa sukses menerjuni bisnis pangan.

Utari Octavianty, Co/Founder & CEO Aruna

Utari Octavianty bersama kedua rekannya, Indraka Fadhlilah dan Farid Naufal Aslam, mendirikan Aruna. Sebuah bisnis rintisan bidang perikanan dalam merevolusi ekosistem perdagangan hasil laut dengan teknologi dengan misi sociopreneur.

Dengan didukung platform digital Aruna, supply chain dapat lebih ringkas karena transaksi pembelian ikan terjadi secara langsung antara nelayan atau pembudidaya dengan konsumen, tanpa melalui jalur tengkulak.

“Nelayan mendapatkan harga jual yang layak, konsumen pun mendapatkan kebutuhan ikan dengan harga yang masuk akal,” papar Utari saat menjadi pembicara di webinar “Building Impactful Business Farming and Fisheries Sector” yang diselenggarakan Wismilak Foundation bekerjasama MarkPlus Institute beberapa waktu lalu.

Utari memaparkan, dalam menjalankan usaha agrobisnisnya, Aruna menggunakan aplikasi melalui fitur telepon pintar. Namun, kendalanya, tidak banyak nelayan yang bisa menggunakan teknologi tersebut.

Tak kurang akal, Aruna lalu memboyong cerita sukses dari nelayan yang menjadi pilot project penerapan aplikasi tersebut. Selain itu, dia juga membentuk local heroes yang berperan membantu nelayan setempat untuk memantau dan mengoperasikan aplikasi Aruna.

Dalu Nyzlul Kirom, founder Ternaknesia

Tak hanya Utari dan teman-temannya yang sukses membangun Aruna. Wirausahawan muda Dalu Nyzlul Kirom juga berbagi cerita sukses bisnis pangannya melalui usaha peternakan lewat bendera Ternakesia.

Dalu menceritakan, Ternakesia fokus membantu peternak Indonesia di bidang permodalan, pemasaran, dan manajemen.

“Ternakesia hadir sebagai bentuk jawaban atas permasalahan di sektor peternakan dengan mengamplifikasikan teknologi ke bisnis peternakan,” ujar Dalu.

Dalu menilai, ruang optimalisasi bisnis peternakan masih sangat terbuka. Salah satu contohnya, bagaimana peternak melihat peluang bisnis makanan halal.

Data dari Islamic Economic Forum 2019 menunjukkan, Indonesia adalah negara dengan konsumen makanan halal nomor 1 di dunia, dengan nilai 273 miliar USD per tahun. Tapi sayangnya Indonesia bukan termasuk 10 besar pemasok makanan halal di dunia.

“Inilah ironi sekaligus peluang besar kita khususnya wirausaha muda untuk memenuhi permintaan kebutuhan hasil ternak dengan standarisasi halal yang perlu kita manfaatkan,” paparnya.

Jaringan Diplomat Entrepreneur Network

Ahmed Tessario, Founder & CEO Sirtanio Organik

Ahmed Tessario, Founder & CEO Sirtanio Organik sepakat bahwa membangun bisnis yang berdampak sosial di sektor peternakan, perikanan dan pertanian dan menjaga ketahanan pangan yang menjadi isu krusial Indonesia saat ini.

“Kunci untuk memacu ketahanan pangan tersebut jelas butuh sumber daya manusia yang memadai baik di sektor, pertanian, peternakan, dan perikanan,” katanya.

Ahmed Tessario menekankan perlunya membangun kolaborasi dan cross selling dengan sesama pengusaha. Bukan saja cross selling dari sisi produk, namun juga cross selling knowledge.

Seperti pengalamannya sendiri, dia memanfaatkan DEN dengan berani mengajak kolaborasi Gazan Azka Ghafara yang merupakan pemenang DSC 2016 melalui brand Zanana Chips.

Lewat kolaborasi sesama wirausaha yang dalam naungan DEN, keduanya sepakat saling bersinergi bertukar jaringan distribusi untuk memperluas jaringan pemasaran.

Seperti diberitakan sebelumnya, DSC mendukung perekonomian Indonesia dengan membangun ekosistem wirausaha melalui kegiatan virtual bertajuk “Unlocking Opportunities”.

Tak kurang Menteri BUMN, Erick Thohir dan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, memberikan apresiasi adanya kompetisi DSC ke-12 pada tahun ini. Terlebih atas dedikasi dan konsistensinya menyelenggarakan kompetisi selama lebih dari satu dekade.

“Kegiatan Diplomat Success Challenge sangat baik sekali sebagai support system, bagi wirausaha muda Indonesia agar mudah beradaptasi dengan cepat, inovatif, kolaboratif, dan semangat untuk membuat gebrakan di tengah pandemi,” ujar Teten Masduki.***

Sumber: Kontan dan Tribunnews.com