Selain seorang pasien, Dadali dapat membawa hingga 50 kilogram peralatan pendukung kehidupan pasien.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) belum lama ini meluncurkan drone atau pesawat tanpa awak dengan nama Dadali.  Diciptakan oleh PT Aeroterrascan dan PT Chroma International, drone ini dapat mengangkut manusia (urban transporter).

Drone untuk pengangkut manusia ini dilengkapi 16 baling-baling, dengan diameter tiap baling 80 cm di mana luasan area yang dipakai untuk tempat pendaratan sekitar 3,5×3,5 m.

Dadali dapat bermanuver hingga ketinggian 40 meter di atas permukaan air laut. Karena tanpa awak, sehingga hanya perlu menentukan tujuan lokasi, Dadali akan bergerak sendirinya sampai ke lokasi.

Drone pengangkut manusia itu dapat menampung beban hingga 120 kilogram, yang mana 50 kilogramnya merupakan beban barang bawaan di luar berat badan penumpang. Drone ini dapat mengangkut satu penumpang karena memiliki satu tempat duduk.

“Ini adalah salah satu karya bangsa yang perlu kita apresiasi, dan Lapan mendorong industri kedirgantaraan salah satunya drone Dadali,” kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin saat membuka peluncuran drone Dadali di sela-sela acara AeroSummit 2019, beberapa waktu lalu, di Jakarta Selatan.

Saat ini, pihak PT Aeroterrascan dan PT Chroma sedang mengembangkan drone yang diperlukan untuk pengiriman kargo dan logistik sehingga bisa dipakai untuk mengatasi pengiriman barang ke pulau-pulau terluar dan mampu melintasi perairan Indonesia.

“Drone ini akan menjadi pengangkut barang antar pulau dengan medan yang sulit dan tidak terjangkau kendaraan. Drone ini jadi solusi,” kata Thomas.

Sementara, drone untuk kargo dan pengiriman logistik sedang dikembangkan untuk mampu mengangkut barang logistik hingga 120 kilogram.

Setelah mengembangkan drone untuk kargo, perusahaan tersebut akan melangkah lagi dengan pengembangan drone untuk keperluan kesehatan, yakni mengangkut seorang pasien misalnya yang terjebak bencana atau kemacetan.

Selain seorang pasien, drone ini dapat membawa hingga 50 kilogram peralatan pendukung kehidupan pasien.

Elang Hitam

Selain Dadali, tak lama lagi Indonesia juga bakal memiliki pesawat udara nirawak buatan sendiri yang mampu terbang selama 24 jam tanpa henti. Kehadiran drone berjenis Medium Altitude Long Endurance (MALE) ini merupakan hasil pembentukan konsorsium antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Pertahanan, TNI AU, ITB, PT Dirgantara Indonesia, dan PT LEN Persero.

“Dengan pengendalian tanpa pilot ini kebutuhan pengawasan dari udara menjadi efisien,” kata Kepala BPPT Hammam saat melihat tampilan perdana si Elang Hitam di hanggar PT Dirgantara Indonesia (PT DI), Kota Bandung, Jawa Barat, Senin 30 Desember 2019.

Yang membanggakan, seperti diungkapkan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Elfien Goentoro, pengembangan pesawat nirawak yang diberi nama Elang Hitam atau “Black Eagle” ini dilakukan sepenuhnya oleh putra-putri Indonesia.

Kemampuan drone ini ditargetkan bisa take off dan landing sekitar 700 meter dengan kemampuan terbang di ketinggian 20.000 feet. Sedangkan, kecepatan maksimum 235 km/jam dan lama terbang sekitar 30 jam. Drone ini ditargetkan uji terbang perdana pada 2020 mendatang.

Si Elang Hitam diharapkan dapat membantu menjaga kedaulatan NKRI dari udara. Mengingat kebutuhan pengawasan di udara terus bertambah seiring dengan meningkatnya ancaman daerah perbatasan, terorisme, penyelundupan, pembajakan, serta pencurian sumber daya alam seperti illegal logging dan illegal fishing.#

Sumber: lapan.go.id, antaranews.com, liputan6.com