Ruslan Mursalim

Pegiat Yayasan Kajian Pemberdayaan Masyarakat (YKPM) Sulawesi Selatan

Mucikari Tobat

Dia mantan mucikari. Karena amplop berisi seratus ribu rupiah, Ruslan Mursalin kini tobat menjadi penjaja anak-anak perempuan. Kini dia telah berbalik arah. Dia gigih berjuang melawan praktik prostitusi, terutama prostitusi di kalangan anak di Makassar. Tak sedikit anak yang telah dia selamatkan dari jebakan dunia malam.  

Badannya tinggi tegap. Rambutnya tersisir rapi dengan lapisan pomade yang terlihat mengkilap dari setiap helai rambutnya. Dandanan selalu necis. Itulah ciri khas Ruslan Mursalin. Mantan mucikari yang telah berbalik arah hidupnya menjadi pekerja sosial untuk perlindungan anak dan anak yang dilacurkan.

Malam itu, Rabu 7 November 2018, Ruslan berdiri gagah di atas panggung perhelatan Temu Pandu Inklusi Nusantara (PINTAR) yang dihelat Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) Kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ruslan terpilih menjadi salah satu pandu inklusi yang telah memenangkan perjuangannya dari pergulatan batin meninggalkan dunia malam hingga akhirnya berbalik arah memerangi pelacuran.

Di atas panggung itu, Ruslan berbagi pengalaman sebagai mucikari tobat. Sosok 32 tahun ini terbuka menceritakan segala yang berhubungan dengan masa lalunya. Tentang dia yang terjebak dalam dunia kelam dan bagaimana dia hidup bergelimang harta dari hasil kerjanya menjajakan pekerja seks komersial. Tak ada yang ditutupi.

Ruslan mengawali pembicaraan malam itu dengan alur mundur, mulai dari tahun 2002. Saat itu, Ruslan remaja tengah menempuh pendidikan SMA di kota kelahirannya, Makassar, Sulawesi Selatan.

Berasal dari latar belakang keluarga tak harmonis, ayah Ruslan melakukan poligami. Kenyataan itu membuat Ruslan kecil kecewa. Ia akhirnya memilih diasuh oleh kakek-neneknya. Namun saat sang kakek berpulang, Ruslan kecil begitu terpukul. Tak ada lagi sosok yang membimbingnya untuk sholat di masjid dekat rumah. Tak ada pula yang dengan penuh kasih membocengnya dengan sepeda untuk menikmati udara pantai selepas subuh. “Kakek selalu menasihati saya. Dia tak tidak pernah memarahi saya,” kenangnya.

Kepergian sang kakek membuat anak ke lima dari delapan bersaudara ini tumbuh menjadi anak badung. Bolos, berkelahi dengan sesama teman, hingga baku hantam dengan guru sekolah pernah dialami. Bahkan dia beberapa kali dikeluarkan dari sekolah.

Kenakalan Ruslan makin menjadi saat masuk bangku SMA. Di sanalah untuk pertama kali Ruslan melihat teman-temannya menjajakan diri. Dia juga melihat beberapa temannya sudah menjadi perantara jasa pekerja seks komersial. Ruslan hanya melihat, namun tak ikut melakukan.

Lulus SMA, Ruslan mencoba mempraktikkan ilmu yang ditularkan teman-temannya semasa sekolah. Dia mencoba peruntungan menjadi mucikari. Berbekal hubungan baik dengan seorang bos pengusaha ikan, dia mulai mencoba menjajakkan teman-temannya sendiri. Itulah awal dia menjadi mucikari pekerja seks komersial (PSK).

Pembawaannya yang supel dan promosi dari mulut ke mulut membuat jaringan mucikarinya kian melebar. PSK yang disalurkan pun berasal dari berbagai kalangan. Namun, mirisnya, kebanyakan masih usia sekolah. ”Banyak teman SMA yang jual diri dan aku belajar dari situ,” tutur Ruslan.

Menurut Ruslan, teman yang dia ‘bantu’ senang mendapatkan pelanggan. Ruslan sendiri merasa diuntungkan karena bisa mengumpulkan rupiah yang tidak sedikit.

Hubungan ‘saling menguntungkan’ seperti ini berjalan selama bertahun-tahun. Ruslan menikmati begitu mudah dirinya bisa mendapatkan uang ratusan ribu hingga jutaan dalam semalam. ”Itu baru dari pekerjanya ya, belum dari pelanggannya,” kata dia.

Hanya saja, uang itu tak bertahan lama di tangan Ruslan. Dalam hitungan jam, lembaran ratusan ribu itu berubah jadi botol-botol minuman keras. “Terima uang, minum, mabuk. Bangun, terima uang lagi, minum lagi, mabuk lagi,” tutur Ruslan.Hanya saja, uang itu tak bertahan lama di tangan Ruslan. Dalam hitungan jam, lembaran ratusan ribu itu berubah jadi botol-botol minuman keras. “Terima uang, minum, mabuk. Bangun, terima uang lagi, minum lagi, mabuk lagi,” tutur Ruslan.
Minum, mabuk, dan main perempuan, seperti mata rantai yang terus terulang dalam keseharian Ruslan. Sampai suatu ketika ada seorang teman yang menghampirinya. Dia diundang untuk menghadiri sebuah acara lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam isu-isu sosial.
Ruslan jelas menolak mentah-mentah. Acara-acara seperti itu sangat bertolak belakang dengan kehidupannya. Namun, begitu temannya berkata ada amplop berisi Rp 100 ribu untuk setiap kali datang, Ruslan langsung berubah pikiran.
”Lumayan waktu itu, buat modal minum,” ujarnya sambil terkekeh.
Walhasil, Ruslan pun menyanggupi undangan temannya. Dia datang tanpa peduli apa yang dibahas dalam pertemuan itu. Satu-satunya yang menarik perhatian Ruslan hanya uang Rp 100 ribu dalam amplop putih.
Pertemuan tidak hanya diadakan sekali. Ruslan pun turut bahagia. Jelas bukan antusias dengan ilmu yang bisa didapat, tapi karena dia bakal punya uang lebih dalam koceknya.
Ibarat batu yang terus-menerus ditetesi air, Ruslan mulai luluh setelah menghadiri beberapa kali pertemuan. Dia mencoba mendengarkan pembahasan tentang bagaimana anak-anak korban eksploitasi seksual sangat butuh pendampingan dan bimbingan.
Ruslan yang saat itu bersinggungan langsung dengan isu terkait pun mulai berpikir, kemana saja dirinya selama ini? Mengapa dia tak pernah berpikir sejauh itu?
Selama menjadi mucikari, Ruslan mengaku abai dengan sisi lain pekerjanya. Dia tidak peduli alasan mereka jual diri. Dia tak peduli bagaimana masa depan mereka kelak.
”Waktu itu saya nggak mikir kesana. Anak sendiri aja nggak aku pikirin, kok,” ungkap dia menyesal.
Perlahan, hati kecil Ruslan tergugah. Dia memasuki fase pergolakan batin. Menghadiri acara LSM pun dilakukannya dengan senang hati, bukan lagi karena amplop Rp 100 ribu. Ia berbalik menentang praktek prostitusi.
Tahun 2015 menjadi tahun yang sangat bersejarah bagi hidup Ruslan. Dia berbalik arah, dari yang dulunya menjual teman sendiri menjadi aktif menentang prostitusi.
Ruslan merangkul beberapa teman dengan latar belakang serupa untuk melek isu prostitusi dan bergabung di LSM bersama dirinya. Sayang, itu bukan hal yang mudah.
Ruslan bahkan pernah dicap sebagai mata-mata kepolisian dalam lingkungan lamanya. Kelakuannya yang berubah drastis dianggap terlalu mencurigakan. Bahkan orangtuanya pun tak menyangka anaknya akan berubah.
Meskipun sulit, Ruslan tetap gigih melawan arus. Dia menyadari sepenuhnya tentang kesalahan di masa lalu. Fokus hidupnya kini adalah memperbaiki kesalahan dan melakukan hal positif untuk melanjutkan hidup.
Ruslan kini merupakan anggota aktif  di Yayasan Kajian Pemberdayaan Masyarakat (YKPM) Sulawesi Selatan yang berkantor di kawasan Mappala, Kota Makassar. Di sini Ruslan bergiat di divisi pengembangan SDM , Riset, gender , dan Anak. Sedikitnya ada 80 anak yang sedang dia dampingi dengan berbagai permasalahannya masing-masing.
Hari-harinya diisi dengan berbagai kegiatan yang membawa perubahan positif bagi lingkungan di sekitarnya dan juga dirinya. Telah banyak anak yang dia selamatkan, dan tak sedikit orang tua yang menaruh kepercayaan kepada Ruslan untuk mengubah anak-anak mereka menjadi baik.
Ruslan pun menceritakan salah satu anak dampingannya. Arul, sebut saja begitu nama. Dia anak orang mampu, namun tak mau sekolah dan terjerat dalam prostutusi anak dan terjerembab dalam kelamnya dunia narkoba. “Dia ‘dipakai’ waria-waria salon. Upahnya narkoba,” kata Ruslan.
Bukan hal mudah mendekati Arul. Ia pun memakai trik seperti dirinya diajak meninggalkan dunia malam. Perlahan-lahan, Nurdin mulai bisa diajak bicara, mau sekolah, dan kini telah masuk bangku SMA setelah lulus kejar paket B. Dia juga sempat menjalani program rehabilitasi atas bantuan Ruslan.
Arul adalah secuil kisah sukses pendampingan Ruslan dan kawan-kawannya di YKPM. Masih banyak cerita haru biru bagaimana seorang Ruslan yang mantan mucikari ini kini justru berjuang melawan praktik prostisi, terutama prostitusi di kalangan anak.
Ruslan juga giat memperjuangan agar anak-anak mendapatkan haknya untuk bersekolah. “Kalaupun tak mau bersekolah, mereka harus dibeti pelatihan kerja dan mendapat pekerjaan yang layak. Bukan jadi PSK,” tegasnya.
Dengan honor yang pas-pasan diperoleh dari yayasan, Ruslan tak mengeluh. Sambil rutin memberikan pendampingan terhadap anak korban eksploitasi seksual komersial, mantan mucikari ini bekerja sebagai pedagang kecil-kecilan.
”Dulu pernah kerja di pelelangan ikan, tapi aku rasa itu juga nggak halal, jadi sekarang aku dagang. Pergi ambil baju, aku jual lagi. Gitu-gitu aja,” tutur bapak dari dua anak ini.
Ruslan merasa masih cukup muda untuk mengisi hari dengan kegiatan positif. Masa lalunya memang negatif, tapi bukan berarti tak ada hikmah yang bisa diambil dari semua ini. Ruslan cukup beruntung, dia tobat sebelum semuanya terlambat.

Riwayat Hidup
Nama : Ruslan Mursalin

Tempat tanggal lahir : Ujung Pandang , 07 Oktober 1986

Alamat : Jl.Bolu No.27.A Kelurahan Pattingaloang, Kecamatan Ujung Tanah, Ujung Pandang

Agama : Islam

Keuarga : memiliki 2 orang anak

Pendidikan :

*1992-1995 : SDN 26 pattingaloang

*1995-1999 : Madrasah Ibtidaiah DDi Gusung

*1999-2001 : Mts.DDi Gusung

*2001-2002 : SMP Muhammadiyah10

*2002-2005 : SMA Hang-tuah Makassar

*2005-2005 : SMA MAKASAR MULYA , Makaasar
Pengalaman kerja:

*2006-2008 : buruh kayu

*2008-2012 : salesmen di PT. Trindo Makasar

*2015-sekarang : YKPM